Zakat Perdagangan atau Zakat Perniagaan adalah zakat
yang dikeluarkan atas kepemilikan harta yang diperuntukkan untuk
jual-beli. Zakat ini dikenakan atas kegiatan perdagangan yang diusahakan baik
secara perorangan (terutama saat ini ketika jual-beli online menjamur di mana-mana) maupun perserikatan (PT, UD, CV, Yayasan, Koperasi, dll.)
Di antara hujjah yang mendasari kewajiban menunaikan zakat ini adalah dalil dari atsar para sahabat :
Diriwayatkan dari Ibnu Abidin al-Qari rahimahullah , ia berkata, “Dahulu aku bekerja di Baitul Mal pada masa (pemerintahan) Umar bin Khaththab Radhiyallahuanhu. Tatkala dia mengeluarkan pemberiannya, dia mengumpulkan harta-harta para pedagang dan menghitungnya, baik yang hadir maupun yang tidak hadir, kemudian mengambil zakat dari pemilik harta yang hadir dan tidak hadir.”[al-Amwâl, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dan al-Muhalla. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hazm].
Diriwayatkan dari Ibnu Abidin al-Qari rahimahullah , ia berkata, “Dahulu aku bekerja di Baitul Mal pada masa (pemerintahan) Umar bin Khaththab Radhiyallahuanhu. Tatkala dia mengeluarkan pemberiannya, dia mengumpulkan harta-harta para pedagang dan menghitungnya, baik yang hadir maupun yang tidak hadir, kemudian mengambil zakat dari pemilik harta yang hadir dan tidak hadir.”[al-Amwâl, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dan al-Muhalla. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hazm].
Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu
anhuma , ia berkata, “Tidak ada zakat pada barang-barang kecuali
jika dipersiapkan untuk diperdagangkan.”[sanadnya shahih. Diriwayatkan oleh imam asy-Syâfi’i dalam kitab
al-Umm II/68, Abdurrazzaq, IV/97, dan al-Baihaqi IV/147, dengan sanad
shahih].
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas Radhiyallahuanhu , ia berkata, “Tidak mengapa
menahan barang hingga dijual, dan zakat wajib padanya.” [al-Amwâl, hlm.426, Ibnu Hazm dalam al-Muhalla V/234].
Tidak
ada satu pun dari kalangan sahabat yang menyelisihi perkataan Umar
bin Khaththab Radhiyallahuanhu , putranya dan Ibnu Abbas
Radhiyallahuanhum. Bahkan hal ini terus diamalkan dan difatwakan
pada masa tabi’in dan pada zaman Umar bin Abdul Aziz rahimahullah.
Demikian pula para Ulama fiqih di masa tabi’in dan orang-orang yang
datang sesudah mereka telah bersepakat tentang wajibnya zakat pada
barang-barang perdagangan.
Ketentuan terkait zakat perdagangan :
- Berjalan 1 tahun (haul), Pendapat Abu Hanifah lebih kuat dan realistis yaitu dengan menggabungkan semua harta perdagangan pada awal dan akhir dalam satu tahun kemudian dikeluarkan zakatnya.
- Nisab zakat perdagangan sama dengan nisab emas yaitu 20 dinar atau senilai 85 gr emas
- Kadarnya zakat sebesar 2,5%
- Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan.
- Pada badan usaha yang berbentuk serikat (kerjasama), maka jika semua anggota serikat tersebut beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang berserikat. Tetapi jika anggota serikat terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota serikat muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nisab).
Perhitungan besaran zakat perniagaan dirumuskan sebagai berikut:
- Besar Zakat = [(modal diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) - (hutang + kerugian)] x 2,5 %
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri,
agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha
(seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, dll) nisabnya adalah 20 dinar
(setara dengan 85 gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada
akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung)
lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (asumsi jika per-gram Rp 500.000 = Rp 42.500.000), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar
2,5%.
Contoh perhitungan zakat perdagangan : sebuah bisnis jual-beli online pada tutup buku per tahun 2013 dengan keadaan sbb :
Contoh perhitungan zakat perdagangan : sebuah bisnis jual-beli online pada tutup buku per tahun 2013 dengan keadaan sbb :
- Stock barang belum terjual Rp 5.000.000 (A)
- Keuntungan berupa uang tercatat Rp 100.000.000 (B)
- Piutang Rp 5.000.000 (C)
- Jumlah (A+B+C) = Rp 110.000.000 (D)
- Utang Rp 5.000.000 (E)
- Saldo total tahunan (D-E) = Rp 105.000.000 (F)
- Sampai di sini, (F) ternyata lebih besar dari nisab Rp. 42,5 jt sehingga terkategori wajib zakat perdagangan
- Besar zakat perdagangan = 2,5% x Rp 105.000.000 = Rp 2.625.000
Pada harta perniagaan, modal investasi berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, komputer, dll.,
tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk ke dalam kategori
barang tetap (tidak berkembang).
"APAKAH ZAKAT BARANG PERDAGANGAN DIKELUARKAN DALAM BENTUK BARANG
DAGANGAN ATAU HARGANYA SAJA (UANG)?"
Dalam masalah ini ada tiga pendapat
Ulama :
Pertama : Wajib mengeluarkannya dalam bentuk harganya
(uang), dan tidak boleh mengeluarkan barangnya, karena nishabnya
dihitung berdasarkan harga barang. Ini pendapat mayoritas
Ulama.
Kedua : Seorang pedagang diberi plihan antara
mengeluarkan barang atau harganya (uang). Ini adalah pendapat Abu
Hanifah rahimahullah dan asy-Syâfi’i –pada salah satu
pendapatnya-.[Lihat al-Badâ'i II/21, dan al-Mughni karya Ibnu Qudâmah III/31]
Ketiga : Memberikan rincian dengan melihat
dan mempertimbangkan kemaslahatan orang yang akan menerima zakat. Ini
adalah pendapat yang dipilih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah.[Lihat Majmû’ al-Fatâwâ XXV/80]
Demikian penjelasan singkat tentang panduan
praktis zakat harta perdagangan serta tata cara menghitung dan
mengeluarkannya. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan semangat bagi kita untuk menunaikannya.
Wallahu Ta’ala A’lam Bish-Shawab.
Wallahu Ta’ala A’lam Bish-Shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar