Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Kamis, 11 Oktober 2018

City Tour Singapura Dalam Satu Hari

Singapura bukanlah tempat yang terlalu luas. Tetapi tetap saja jika kita tidak mempersiapkan rencana perjalanan dengan baik, area yang tidak luas ini pun tetap saja tak akan bisa tereksplor secara maksimal. 
Berikut adalah city tour satu hari yang pernah kami lakukan di negeri pulau ini, yang mungkin dapat memberi gambaran bagi para pembaca.
Saran kami : persiapkan dan tulis seluruh rencana wisata Anda dalam bentuk buku saku yang mudah diambil kapan saja kita perlu. Tulsikan sedetail-detailnya, kalau perlu hingga hitungan menit.
Jangan lupa untuk memperhitungkan estimasi waktu perjalanan (baik jalan kaki ataupun via MRT/tarnsportasi lain) agar tidak miss nantinya.
Tuliskan pula arah, ciri-ciri berupa nama gedung atau toko dari tempat-tempat yang akan Anda tuju, serta nama Gate (pintu) dari stasiun atau lokasi lain yang kita masukkan dalam rencana perjalanan tadi.
Pastikan untuk mematuhi itinerary itu. Jika tidak karena alasan yang memang sangat perlu sekali, janganlah memolorkan rencana perjalanan karena akan mengacaukan semua yang sudah kita perhitungkan. Apalagi jika pada akhir hari kita akan langsung menuju bandara atau stasiun ferry untuk pergi ke negara lain...
Check it out...

A. Eksplor sekitar tempat bermalam (Little India)
Anggrek kain deluxe ungu w/ vas partisi, welcome special design silakan WA
Ketika itu kami menginap di Clifden Hostel, kawasan Little India. Salah satu pertimbangannya adalah bahwa Clifden memiliki family room untuk keluarga (kapasitas 5 orang) dengan kamar mandi di dalam, dan tentunya dengan budget Rp. 1,1jt/malam masih tergolong oke untuk sekedar singgah dan bersih-bersih badan semalam saja. 
Begitu pun jangan dibandingkan dengan hotel di Malaysia misalnya ya, di mana dengan budget Rp. 1,46jt-an/malam (baca : tidak terlalu jauh dibanding Clifden) kita sudah bisa menginap di family room Colmar Tropicale, tak jauh dari dataran tinggi Genting... Kami sarankan jika Anda ingin bepergian ke Singapura, ambil saja pesawat/ferry pagi, sementara malam sebelumnya lebih baik menginap di Malaysia atau Batam. Daripada kita mengambil pesawat malam ke Singapura dan menginap di Singapura. Harga hotel di Singapura jauh lebih mahal dengan fasilitas yang sama dengan di tempat lain.

Singapura - seperti halnya Indonesia, Malaysia, dan Thailand - menganut sistem jalan di sebelah kiri. Jadi bagi kita orang Indonesia tidak akan merasa kagok saat pertama kali tiba di negeri pulau ini.
Ketika itu kami berjalan-jalan di seputaran Upper Dickson Rd., Little India pada sekitar pukul 6:45 hingga 7:20. Belum banyak pejalan kaki atau kendaraan berlalu lalang ketika itu seperti 2 foto di bawah. Selain dibingkai oleh gedung-gedung pencakar langit, Little India masih mempertahankan bangunan lama bergaya art deco yang dicat berwarna-warni.

Kami sempat pula berjalan santai ke Jl. Dunlop, tempat berdirinya Masjid Abdul Gafur yang tua tapi masih tetap terlihat megah seperti foto di bawah. Sayang ketika itu kami belum berkesempatan untuk melaksanakan shalat di sini karena memang tidak pas waktunya.

Di sudut Jl. Kampong Kapor dan Jl. Veerasamy terdapat Gereja Methodist Kampong Kapor yang memiliki arsitektur cukup menarik seperti foto di sebelah kanan.
Jika kita terus berjalan menyusuri Jl. Kampong Kapor ke arah timur laut, kita akan tiba di pusat perbelanjaan Mustafa Center yang sangat terkenal di kalangan pelancong Indonesia, bahkan mancanegara. 
Pertokoan yang buka non-stop 24 jam ini memiliki total 6 lantai yang menyediakan hampir segala macam barang yang bisa kita bayangkan.
Cukup banyak jasa titip Indonesia yang berbelanja grosir di sini karena memang hampir tak ada jenis barang yang tidak tersedia di Mustafa Center.
Namun ketika itu kami memang tidak merencanakan berbelanja di sini sehingga kami tidak berjalan pagi sampai Mustafa Center, melainkan belok kiri ke Jl. Veerasamy menuju Jl. Serangoon hingga mentok ke seberang kuil Sri Veeramakaliamman yang walaupun tidak terlalu besar tetapi cukup menarik dengan ornamen atapnya yang khas dan berwarna-warni seperti foto di bawah.

Kami tidak masuk ke dalam kuil ini, tetapi hanya melihat-lihat saja dari luar pagarnya.
Dari sini kami kembali berjalan santai menuju Jl. Upper Dickson dengan patokan restoran Komala Vilas yang eye catching dari kejauhan sekali pun.
Lumayan berkeringat juga jalan-jalan kami pagi itu. Apalagi temperatur udara juga sedang cukup gerah.
Tiba di Clifden kami masuk lewat pintunya yang hanya kecil saja sebenarnya seperti foto di bawah paling kiri. Kamar-kamar Clifden ada di lantai atas. Family room Clifden memiliki tempat tidur besar dan sebuah ranjang tingkat seperti foto di bawah-tengah. Lemari fungsional terbuat dari besi, tetapi tidak kami gunakan karena memang kami sudah akan check out hari itu juga.
Sarapan pagi di Clifden adalah jenis self service dengan menu praktis berupa roti tawar dengan aneka jenis selai dan mesin pembakar roti. Minuman hangat juga tersedia, tetapi semua harus kita buat sendiri.
Staf Clifden bisa berbahasa melayu, selain tentunya Inggris. Jadi tidak akan ada masalah komunikasi di sini.

Salah satu faktor plus lain dari Clifden adalah kita bisa menitipkan tas/bagasi selama seharian di sini sehingga kita bisa bebas berjalan-jalan tanpa harus direpotkan oleh bagasi. Tinggal bilang saja pada staf Clifden, maka mereka akan menunjukkan di mana kita bisa meletakan tas dengan aman. Setelah menitipkan tas, kami check out dari Clifden

Jarak dari Clifden ke Gate E Stasiun MRT Little India hanya sekitar 350m via Jl. Buffalo (belakang Tekka Center), alias cuma butuh sekitar 5 menit jalan kaki. Di sepanjang sisi utara Jl. Buffalo berjejer pertokoan, dengan cukup banyak di antaranya yang menjual ornamen khas India untuk persembahan seperti foto di bawah.

Gate E MRT Little India tampak seperti foto di bawah sebelah kiri. Kita harus turun ke lantai bawah untuk menuju arah rel MRT. Perhatikan pula bahwa semua stasiun MRT memiliki kode warna yang sebenarnya sanat membantu kita dalam menentukan jalur MRT apa yang harus diambil untuk mencapai lokasi tujuan. Tampak pada foto di bawah bahwa stasiun Little India merupakan persimpangan sistem rel bawah tanah yang dilewati oleh 2 jalur yaitu Jalur North East Line dan Jalur Downtown Line.

Sistem MRT Singapura sesungguhnya sangat memudahkan pelancong untuk menjangkau seluruh sudut negara pulau ini. Tapi syaratnya, kita sebagai pendatang harus mau sejenak mempelajari bagaimana cara menggunakan sistem transportasi massal ini.
Pertama dan utama : pelajari peta MRT yang sudah tersedia di seluruh stasiun MRT dalam bentuk cetakan yang dapat kita ambil dengan gratis. Peta MRT Singapura akan tampak seperti gambar di bawah.
Sekilas memang tampak ruwet, tapi percayalah bahwa meluangkan sedikit waktu untuk mempelajarinya adalah cara termudah, tercepat, dan termurah dalam menjelajahi kota ini.

Beberapa hal dan tips yang dapat kita simpulkan dari peta MRT di atas adalah sbb. :

1. Ada baiknya memilih lokasi hotel dekat stasiun MRT yang dilintasi oleh lebih dari satu jalur agar kita memiliki lebih banyak pilihan jalur MRT. Little India dan Bugis misalnya adalah 2 loikasi favorit para pelancong karena masing-masing dilewati oleh 2 jalur MRT (Bugis dilalui oleh Jalur Downtown Line dan Jalur East West Line). 
2. Bandara Changi terhubung dengan kota lewat Jalur East West Line, sehingga kita pasti akan mengambil jalur ini jika akan menuju atau meninggalkan bandara. Kami misalnya : dari Changi harus mengambil Jalur East West Line hingga turun di Bugis, lalu dari Bugis berganti MRT Jalur Downtown Line via Rochor ke Little India.
3. Sebagai negara yang tidak besar, jarak antar stasiun MRT Singapura sebenarnya juga relatif berdekatan. Umumnya jarak antar stasiun MRT hanya berkisar 500-an m, sehingga sebenarnya kita bisa berjalan kaki antar stasiun selama sekitar 10 menit-an saja. Sementara tentunya waktu tempuh dengan kereta MRT hanya beberapa menit saja antar stasiun.
4. Setiap stasiun MRT memiliki beberapa pintu/gate yang dapat kita pilih tergantung pada arah yang ingin kita tuju. Peta arah pintu selalu tersedia di dalam stasiun, atau kita dapat bertanya pada petugas stasiun.
Stasiun Little India misalnya, dengan layout seperti gambar di sebelah kanan. Di sini terdapat 6 pintu (A s/d F). Pintu yang selalu kami gunakan saat itu adalah Gate E karena memberi akses langsung ke Jl. Buffalo yang lebih dekat ke Clifden daripada 5 pintu lainnya. Jika kita misalnya terlanjur keluar dari Pintu A (terletak di seberang Jl. Bukit Timah), maka kita justru akan sulit untuk menuju Jl. Buffalo. Di dalam stasiun selalu terdapat tanda dan arah panah ke pintu yang ingin kita tuju, jadi jngan khawatir tersesat. Yang penting kita mau membaca dan mencari informasi.

Yang juga harus kita cermati tentang MRT sejak baru mendarat di Changi adalah mengenai pemilihan jenis kartu Singapore Tourist Pass (STP) atau Kartu MRT Biasa. Detil informasi terkait MRT Singapore dan kartunya bisa dibaca di sini...


B. Haji Lane (Bugis)
Kembali ke catatan perjalanan kami pagi itu, dari Stasiun Little India kami mengambil Jalur Downtown via Rochor ke Stasiun Bugis. Tujuan kami adalah Haji Lane sehingga kami keluar dari Stasiun MRT Bugis via Gate E seperti gambar di sebelah kanan.
Dari Gate E kita bisa berjalan kaki menyusuri Jl. North Bridge ke arah timur laut hingga tiba di pertigaan Jl. Haji Lane.
Namun ketika itu kami tidak langsung belok kanan ke Haji Lane, tetapi terus berjalan sedikit ke persimpangan Jl. Arab seperti foto di bawah.
Simpang ini adalah tempat yang terkenal khususnya bagi pelancong muslim karena terdapat Masjid Sultan di sisi timur Jl. North Bridge (foto bawah-kanan). Tepat di seberangnya, bangunan bertingkat dua di foto bawah-kanan itu adalah Restoran Zam-Zam yang menyajikan hidangan halal dengan budget tidak mahal di kantong.
Jarak dari Gate E Stasiun MRT Bugis ke Restoran Zam-Zam adalah sekitar 350m, dapat ditempuh dengan berjalan kaki santai dalam waktu sekitar 5 menit lebih sedikit.

Haji Lane sebenarnya hanyalah sebuah jalan kecil yang terkenal dengan lukisan jalanan dan deretan toko-tokonya. Pagi itu sekitar pukul 09:30 praktis belum ada aktivitas pertokoan di sini. Hanya ada toko Sevel yang sudah buka, tempat kami membeli minuman dingin karena temperatur saat itu memang gerah banget....


Berjalanlah terus hingga ke ujung persimpangan Haji Lane dgn Jl. Beach, lalu belok kanan sedikit. Di sini terdapat tembok bangunan yang cukup besar yang dilukisi mural warna-warni yang sayang dilewatkan seperti foto di sebelah kanan. Jadi jangan hanya berburu spot foto di Haji Lane-nya saja...
Sebaiknya Anda berkunjung ke Haji Lane di atas pukul 11, saat toko-toko dan cafe-cafe di sepanjang jalan ini sudah buka. 
Kami ketika itu memang sengaja datang pagi-pagi ke jalan sepanjang 230-an m ini karena hanya ingin melihat-lihat suasana saja.... tidak terlalu ingin mencoba hidangan di salah satu cafe, atau berbelanja suvenir serta pernak-pernik unik lainnya di sini.
Dari Haji Lane kami kembali berjalan kaki ke Stasiun Bugis, lalu menumpang MRT Jalur East West ke Stasiun Rafless Place. Sudah tahu dong... dari sini tentunya kita akan menuju ke Merlion Park...

C. Merlion Park dan Area Seputar Sungai Singapura
Pukul 10:20 kami sudah turun dari kereta di Stasiun MRT Rafless Place. Merlion Park dapat ditempuh dari stasiun dengan berjalan kaki dalam waktu sekitar 10 menit (jaraknya sekitar 700-an m saja).
Detil mengenai opsi-opsi rute yang dapat dipilih untuk menuju Merlion Park dari Rafless Place dapat disimak di sini...
Here we are finally... Merlion Park yang merupakan icon Singapura (foto-foto di bawah). Jangan bayangkan taman yang kondang di seluruh dunia ini berukuran luas, ya... Taman ini sejatinya hanya sebidang lahan terbuka di seberang Hotel Fullerton, tepat di pinggir Sungai Singapura. Tapi karena dikemas dan dipromosikan dengan luar biasa, jadinya ya terkenal.

Open space ini menyajikan pemandangan Marina Bay Sands di seberang timur sana (foto di bawah), di belakangnya terlihat pohon-pohon buatan Gardens by the Bay, Teater Esplanade dan bianglala Singapore Flyer di utara, serta sky scrappers di sekeliling area yang padat ini.  

Kami berada di seputaran Merlion Park tepatnya dari pukul 10:42 hingga 11:56. Dari sini kemudian kami berjalan santai lagi menuju area Bayfront, di mana terdapat Marina Bay Sands, pusat perbelanjaan The Shoppes, dan merupakan akses ke arah Gardens by the Bay.


Berbeda dengan track sebelumnya yang relatif pendek-pendek, rute jalan kaki dari area Merlion Park ke pintu masuk utara The Shoppes at Marina Bay Sands mencapai 1100 m, yang membutuhkan waktu sekitar 20 menit jalan santai. Tapi praktis karena sepanjang track ini kita akan terus berhenti-berhenti untuk berfoto atau duduk-duduk dulu, rute yang cukup jauh ini tidak terasa membosankan. Satu-satunya kendala yang kami rasakan ketika itu adalah terik matahari yang betul-betul te-o-pe be-ge-te...

Dari Merlion Park, dekat bagian anjungan, kami mengambil rute via Jembatan Jubilee yang dikhususkan bagi pejalan kaki, terus menyeberang ke sisi utara sungai hingga mentok ke halaman gedung Esplanade. Di sini kita berbelok ke kanan, menyusuri pedestrian di tepian sungai via Waterfront Promenade. Terus hingga tiba di Taman Youth Olympic Park, di mana Jembatan Helix yang terkenal berada. Nah, kita menyeberang lagi ke sisi selatan sungai via Jembatan Helix ini (foto di bawah). 

Sebenarnya waktu paling ideal untuk menjelajahi daerah ini adalah malam hari, ketika udara sudah lebih adem, dan lampu-lampu warna-warni dinyalakan menghias sepanjang jalan mulai dari Merlion Park, hingga tiba di Marina Bay Sands. Jembatan Helix ini juga sebenarnya tampak sangat cantik di malam hari.

Ujung Jembatan Helix adalah tepat di pintu masuk utara The Shoppes at Marina Bay Sands seperti foto di sebelah kanan. 
ArtScience Museum yang memiliki desain bangunan unik seperti kelopak bunga yang sedang mekar tampak berada di sebelah kanan kita. Kami sebenarnya ingin berkunjung ke sini, tetapi karena waktu sangat sempit, kami terpaksa belum sempat masuk. In sya Allah lain waktu...

Suasana bagian dalam pusat perbelanjaan ini sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan mall kelas atas di Indonesia (foto di bawah). Tapi tentunya The Shoppes ini besar, lengkap, dan ramai oleh pengunjung meski pun hari itu sebenarnya hari kerja. 
Dari dalam mall ini kami bisa langsung menuju Stasiun MRT Bayfront untuk pergi ke tempat selanjutnya : Vivo City. Letak Stasiun Bayfront agak jauh ke ujung selatan mall... berlawanan arah dengan pintu masuk di utara. 
Dari foto di atas tampak bahwa kami melewati kanal perahu di dalam mall, sedangkan akses ke stasiun terdekat adalah via Gate C yang berada tak jauh dari ujung kanal. Menurut catatan, kami tiba di Stasiun Bayfront pada pukul 12:45.

D. VivoCity
Sekitar pukul 13:15 kami telah tiba di Stasiun MRT HarborFront via MRT Jalur Circle. Stasiun ini berada di bawah tanah Mall VivoCity. 
Mall ini sebenarnya sih biasa saja. Istimewanya, tempat ini merupakan penghubung ke Pulau Sentosa jika kita ingin main ke Universal Studios Singapore (USS) atau tempat-tempat wisata lainnya di Sentosa.
Foto di sebelah kanan menunjukkan papan informasi di exit Stasiun HarborFront, di mana untuk menuju VivoCity (dan juga jalur ke Sentosa) kami paling enak keluar via Gate E.

Patut diperhatikan bahwa untuk berkunjung ke USS, setidaknya dibutuhkan waktu setengah hari lebih. Jika Anda ingin untuk sekedar menyeberang ke Pulau Sentosa dan hanya sekedar berfoto di globe USS yang terkenal, maka Anda bisa keluar dari Gate E dan naik ke lantai 3 untuk menuju counter monorail ke Sentosa (foto di bawah) dekat food court Food Republic.

Anggrek latex warna putih, kami menerima special design, silakan WA...
Pada foto di atas sih terlihat bahwa antrian calon penumpang monorail Sentosa tidak terlalu padat. Dari Stasiun VivoCity ke Sentosa dengan monorail hanya butuh waktu 5 menit. Tapi saat akhir pekan di mana antrian bisa jadi sangat panjang dan lama, bisa dipikirkan kemungkinan rute lain ke Sentosa yaitu via Boardwalk.
Dari Stasiun HarborFront exit Gate E untuk menuju akses Boardwalk kita harus naik ke lantai 1. Boardwalk sebenarnya adalah sistem travelator yang sambung-menyambung di atas jembatan sepanjang 1100 m ke  Pulau Sentosa. Butuh waktu setidaknya 15 menit untuk mencapai Sentosa via rute ini, tetapi praktis kita tidak perlu mengantri seperti halnya monorail jika sedang padat pengunjung. Tiket Boardwalk hanya 1 SGD sementara monorail adalah 4 SGD per orangnya.

Ketika itu karena kami memang tidak merencanakan menyeberang ke Sentosa, maka kami hanya makan siang dan berjalan-jalan saja mengelilingi isi VivoCity. Lantai paling atas mall ini memiliki open space luas untuk sekedar duduk-duduk memandangi kesibukan bongkar-muat di pelabuhan Singapura.
Pintu keluar ke open space dari lantai atas ini berada tak jauh dari beberapa patung tokoh maskot VivoCity warna warni (foto di bawah).

Rooftop mall ini cukup menarik dengan kolam kaki kecipak-kecipuk untuk anak-anak yang ternyata tetap ada beberapa bocah bermain air di sana meski terik tengah membakar bumi, serta lalu lalang perahu/feri di perairan dangkal sekitar Pulau Sentosa yang salah satu rutenya adalah ke Batam Center (foto-foto di bawah).

Dari rooftop kami turun kembali menuju Stasiun MRT HarborFront. Sempat masuk sebentar ke KidsClub sekedar melihat-lihat suasana. Bagus sih untuk bermain anak-anak kecil (foto-foto di bawah).

O iya... saat makan siang, kami sempat berbincang-bincang dengan Mak Cik staff restoran untuk menanyakan lokasi mushalla di VivoCity ini.
Cukup mengejutkan bahwa Mak Cik yang ternyata adalah orang Malaysia ini berkata bahwa tidak tersedia mushalla di sini yang nota bene merupakan mall terbesar di Singapura (sumber : wikipedia). 
Menurutnya jika hendak shalat harus pergi ke masjid di luar mall, tapi memang letaknya agak jauh. Mak Cik memang menjelaskan arah dan cara menuju ke sana, tetapi terkesan cukup ribet.
Akhirnya kami memutuskan untuk menjamak takhir saja shalat zuhur ke waktu ashar di tempat berikut yang akan kami kunjungi.
Di lantai 1 kami juga sempat menukar Rupiah ke Dolar Singapura di sebuah money changer. Jadi sebenarnya tak perlu khawatir kehabisan SGD di sini. Kurs-nya pun seingat kami oke, setara lah dengan di Jakarta.

Dari HarborFront kami kembali menumpang MRT, kali ini menuju daerah China Town yang sebenarnya hanya berjarak 3 stasiun ke arah utara. 
Rute ke Stasiun MRT China Town dilayani oleh kereta Jalur North East. Kami kembali masuk ke HarborFront via Gate E seperti sebelumnya.
Menurut catatan, kami berada di VivoCity hingga pukul 15:10, berarti total kami menghabiskan hampir 2 jam di sini, termasuk waktu untuk makan siang yang sebenarnya cukup lama. Ketika itu belum masuk waktu Ashar di Singapura, bahkan hingga kami tiba di China Town sekitar pukul 15:30 sekali pun.

E. China Town (Street Market)
China Town memiliki atraksi utama berupa kuliner malam hari dan belanja di kawasan yang memiliki akar budaya Tionghoa-Singapura yang kental. Street market lah konsepnya... Bangunan lama berarsitektur China tersebar luas di kawasan ini.
Pusat keriuhan wisata China Town berada di kawasan antar Jl. Pagoda hingga Jl. Smith. Cukup jelas dari peta Stasiun China Town di sebelah kanan bahwa kami akan keluar dari Gate A yang langsung menuju episentrum ini.
Kami juga tahu bahwa di ujung Jl. Pagoda terdapat masjid Chulia, yang berseberangan dengan kuil hindu Sri Mariamman.
Sembari melihat-lihat suasana street market secara sekilas, kami menuju masjid Chulia terlebih dahulu untuk shalat. Ternyata kami tidak perlu jamak takhir ketika itu karena belum masuk waktu ashar. Akhirnya kami melakukan shalat zuhur jamak taqdim dengan shalat ashar. Qadarullah, baru saja kami selesai shalat ashar dan memakai sepatu, adzan ashar berkumandang... Yaaa, tahu begitu tadi kami tunggu saja sebentar agar bisa shalat ashar berjamaah.

Foto di atas menunjukkan exit Gate A ke Jl. Pagoda, kita akan langsung disambut kerumunan pengunjung walaupun sebenarnya waktu paling ideal untuk menyambangi street market ini adalah sore hingga malam hari.

Pandangan dari exit Gate A ke Jl. Pagoda ditunjukkan oleh foto di atas. Tampak kanan-kiri jalan sepanjang sekitar 280m ini penuh dengan toko-toko yang menjual aneka produk. Pada malam hari lampion-lampion akan dinyalakan sehingga suasana street market ini menjadi lebih cantik.

Mendekati ujung Jl. Pagoda, tampak kios-kios di sini berukuran lebih kecil dari pada pertokoan di dekat Gate A. Tembok di sebelah kanan jalan adalah dinding kuil Sri Mariamman. Masjid Chulia berada di Jl. South Bridge... mentok ujung Jl. Pagoda kita harus belok kiri sedikit.

Gerbang berwarna hijau telur asin dan 2 buah menara Masjid Chulia tampak di foto atas-kiri ; lalu ruang wudhu yang nyaman diperlihatkan pada foto atas-tengah. Foto atas-kanan memperlihatkan gerbang kuil Sri Mariamman yang dipenuhi ornamen patung-patung manusia dan hewan. 

Masuk ke bagian dalam masjid suasana langsung terasa adem... berbeda dengan di luar yang panas menyengat. Masjid ini memiliki semacam bagian serambi-dalam berlantai tegel model kuno, yang mengelilingi bagian dalam masjid yang dialasi karpet warna hijau (foto di bawah).
Sementara foto kedua di bawah menunjukkan mimbar dengan 3 anak tangga serta mihrab tempat imam melaksanakan shalat.

Alhamdulillah setelah beres shalat, barulah kami mengeksplor China Town ini dengan lebih tenang. Kami sempat membeli suvenir dan oleh-oleh di sini, di antaranya kaos dan tas Singapura. Harga suvenir di sini beraneka, dari yang paling murah (1 kaos hanya sekitar 1 SGD) hingga yang berkualitas oke dengan bandrol sekitar Rp. 80rb-an jika di kurs ke rupiah. Disesuaikan sajalah dengan selera dan budget kita.
O iya, cukup banyak penjual di sini yang sebenarnya orang Indonesia. Tentunya jika pas qadarullah dilayani oleh penjual Indonesia, maka komunikasi akan lebih nyambung.

Di sisi utara Jl. Pagoda terdapat Chinatown Heritage Centre yang cukup menarik untuk dikunjungi oleh Anda yang berminat akan budaya dan sejarah para pemukim awal di kawasan ini, terutama sejarah para imigran awal dari China daratan. Museum ini berisi benda-benda koleksi dan menampilkan pula interior kediaman/kamar pemukim Tionghoa awal di sini. Namun tiket masuknya cukup mahal yaitu 15 SGD untuk dewasa dan 11 SGD untuk anak usia 7-12 tahun.

Di sebelah kiri Chinatown Heritage Centre terdapat restoran pesan-bawa Old Chang Kee yang cukup terkenal di kalangan turis karena menyediakan jajanan ramah kantong bertema 'menu tahun '50-an'. Satu tusuk sate bola-lobster-keju (isi 3 bola per tusuk) misalnya dijual @ 1,8 SGD. Nasi Lemak dan Bihun Ikan dibandrol di kisaran 2-an SGD per porsi. Resto ini juga memampangkan logo halal sehingga ramah muslim.
Jika kita berjalan dari arah Gate A Stasiun MRT China Town, selepas lokasi Old Chang Kee, kita akan tiba di pertigaan gang kecil bernama Gg. Trengganu. Beloklah ke kanan memasuki gang ini, terus hingga kita melihat tugu dengan patung orang membawa pikulan (foto di bawah). Ini adalah penanda Jl. Smith.

Jl. Smith adalah food street terkenal di China Town (2 foto di bawah) dengan aneka kedai makanan sepanjang jalan. Tetapi tentunya kedai-kedai di sini baru aktif menjelang malam. Pada siang hari seperti ketika kami berada di sana praktis belum ada keramaian berarti di sini.

Waktu sudah menunjukkan pukul 16:40, kami bergegas kembali ke Stasiun China Town untuk bersiap-siap menuju ke bandara. Ketika itu kami memilih penerbangan Air Asia ke Jakarta Soekarno-Hatta pukul 22:00.
Kami menumpang MRT Jalur North East ke Little India yang hanya berjarak 3 stasiun. Tiba di Little India pada pukul 16:53, lalu kembali ke Clifden untuk mengambil barang yang tadi pagi kami titipkan di sana. Alhamdulillah barang-barang kami aman. Meskipun kami harus kembali ke Clifden untuk mengambil barang, tetapi menurut kami cara ini recommended karena kita tidak mesti menggotong-gotong koper selama city tour. Apalagi karena jarak dari Clifden ke Stasiun Little India tergolong dekat. Lain cerita jika hotel berada cukup jauh dari stasiun MRT.

Dari catatan perjalanan, kami sudah berada di dalam kereta MRT lagi untuk menuju ke Changi pada pukul 17:40. Artinya butuh kurang lebih satu jam sejak tiba di Little India, berjalan ke Clifden, mengambil barang, lalu berjalan kembali ke Little India hingga naik ke kereta.
Rute ke Changi adalah menumpang MRT Jalur Downtown ke Stasiun Bugis. Di Bugis berganti kereta ke Jalur East West hingga Stasiun Tanah Merah. Dan akhirnya dari Tanah Merah kembali berganti kereta Jalur Changi Branch hingga turun dengan selamat di Stasiun Changi Terminal 2.
Karena kami menggunakan Kartu MRT Biasa, maka tidak perlu menarik kembali deposit seperti halnya jika kita memilih Kartu STP.

F. Bandara Changi 
Penerbangan Air Asia tersedia di Terminal 4 Changi. Kami agak lupa ketika itu kami makan malam di T2 atau di T4. Yang jelas area restoran terdapat di lantai 2 terminal.
Pukul 20:09 kami telah check in dan berada di ruang tunggu keberangkatan (foto di sebalh kanan). Pas lah waktunya untuk jadwal take off pukul 22:00.
Setiap kursi ruang tunggu di sini memiliki port USB sehingga kita bisa mengisi ulang batere HP dengan mudah.

Mushalla Terminal 4 tersedia di lantai 2 ruang tunggu keberangkatan (foto di bawah). Ruang shalat untuk laki-laki terpisah dari wanita. Kondisi ruangan bersih dan AC-nya dingiiiin sekali, brrr.... Ketika itu sedang tidak ada orang selain kami yang menunaikan shalat. Kami melakukan shalat maghrib jamak isya di sini.


Secara keseluruhan Bandara Changi memang didesain dengan perencanaan matang yang memperhitungkan sebesar-besarnya kenyamanan penumpang. Mulai dari desain tempat duduk ala bulat telur yang nyeleneh (foto di bawah-kiri) hingga instalasi berupa patung (foto di bawah-kanan) atau bentuk geometris lain yang unik.

Demikian cerita perjalanan city tour Singapura satu hari kami. Cukup banyak spot yang bisa kita kunjungi sebenarnya, dengan syarat kita memilih jadwal penerbangan pulang paling malam yang memungkinkan, sehingga kita memiliki waktu seharian cukup longgar...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar