Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Senin, 19 November 2018

Jalan-Jalan ke Dieng : Golden Sunrise Bukit Sikunir

8. Matahari Terbit di Bukit Sikunir
Menyaksikan keindahan sunrise di Dieng sebenarnya dapat kita lakukan tidak hanya di Sikunir, tetapi di banyak spot. View-nya kurang lebih seragam yaitu matahari terbit dari balik Gunung Sindoro.
Namun bisa dikatakan spot Bukit Sikunir di Desa Sembungan adalah satu yang paling menonjul dari lokasi lain semacam Gardu Pandang Dieng, Batu Pandang Ratapan Angin, atau Bukit Scooter.
Anda yang ingin bermalam di Wonosobo bisa saja pergi ke kawasan Dieng untuk berburu sunrise, tetapi tentunya harus berangkat pada pagi buta. Menurut kami pilihan terbaik adalah menginap di Dieng agar tidak terburu-buru.

Kami telah bangun dan bersiap-siap menuju Sikunir dari Homestay Cahaya tempat kami menginap pada sekitar pukul 04:00. Dari jendela kamar, kami jelas melihat telah banyak kendaraan dan pejalan kaki melintas menuju arah Bukit Sikunir. Setelah memastikan seluruh persiapan untuk hiking berburu sunrise sudah OK, kami berwudlu terlebih dahulu (dengan air hangat tentunya di kamar) agar tidak perlu nanti wudlu dengan air sedingin es di mushalla parkiran Bukit Sikunir untuk shalat subuh.
Kami ke luar ke jalan utama desa dan bergabung dengan beberapa kelompok pejalan kaki yang tampaknya menginap di homestay lain di Sembungan, bersama-sama berjalan santai sekitar 10 menit ke kaki Sikunir. Temperatur udara saat itu sekitar 6 derajat C, belum turun mencapai titik beku memang... tetapi sudah sangat lebih dari cukup untuk membuat kami menggigil.
Menjejak di area parkir kaki Sikunir, terlihat telah banyak kendaraan pengunjung dengan aneka plat nomor polisi yang berada di sana, demikian juga para pelancong yang dini hari itu ingin menikmati keistimewaan golden sunrise Sikunir.

Waktu sudah menjelang adzan subuh, kami segera menuju mushalla yang berukuran cukup lah untuk menampung jamaah (foto di samping kanan). Sayangnya Abid batal wudlunya, sehingga mau tak mau ia harus wudlu lagi di sana. Agak repot juga karena harus melepas kaus kaki dan jaket.
Saran kami sih sebisanya diupayakan agar tidak batal wudlu sejak meninggalkan kamar penginapan.
Setelah shalat subuh, kami pun bergerak menuju awalan lintasan hiking ke puncak Sikunir yang sudah rapi berupa trek cor beton.
Trek permulaan ini didesain cukup landai, kemudian setelah sekitar 200m kami sudah tiba di trek naik berupa tangga beton... pertanda perjalanan mendaki dimulai.
Begitu pun sebenarnya trek naik ke puncak Sikunir ini sangat-sangat memungkinkan untuk dilibas oleh hampir semua orang... jangan terlalu menganggap trek ini berat dan bahkan membuat Anda mengurungkan niat untuk tiba ke puncak.
Kami ketika itu naik bersama-sama dengan seorang ibu muda yang menggendong bayinya.... dan walau pun secara santai saja, alhamdulillah ibu muda itu berhasil tiba di puncak pula dengan bayinya dalam gendongan.
Tergantung kecepatan kita mendaki, setidaknya butuh hanya 15-20 menit untuk tiba di puncak. Jadi Anda tidak perlu memforsir langkah dengan mendaki terburu-buru, hal mana bisa malah membuat Anda kelelahan sendiri, atau mengganggu pengunjung lainnya yang terpaksa kesulitan menepi untuk memberi kita jalan. Santai saja... take your time, nikmati perjalanan ke atas itu karena toh tak ada yang dikejar. Memburu sunrise memang penting, tetapi tak sepadan jika karenanya kita justru bersikap kurang baik pada sesama pelancong lain...

Medan undakan beton berangsur berubah menjadi bebatuan kasar hingga tanah alami. Perlu sedikit extra hati-hati manakala sudah berada di bagian lajur pendakian ini. Jika merasa lelah, kita bisa berhenti atau bahkan duduk sejenak di bagian undakan yang agak lebar.
Di trek tanah berdebu ini kami menyadari pentingnya membawa masker karena tiupan angin dini hari di sini rupanya cukup kencang menerbangkan tanah kemerahan. Lumayan lah, karena masker dapt mencegah kita menghirup debu berlebihan. Cahaya senter juga sangat membantu karena trek di sini masih minim penerangan buatan.


Kami melihat bahwa sebenarnya pada pertengahan jarak lintasan ke puncak, terdapat spot pandang yang juga cukup oke untuk menyaksikan matahari terbit. Anda yang tidak ingin meneruskan ke pucak bisa saja mencukupkan diri di ketinggian ini. tetapi tentunya sayang jika sudah jauh-jauh ke sini tetapi tidak sampai ke puncak Sikunir.
Bukit Sikunir sesungguhnya memiliki banyak  kemungkinan lokasi pengamatan sunrise yang bisa kita pilih. Kami melihat bahwa cukup banyak rombongan pelancong yang dipandu oleh guide. Dan para pemandu itu rupanya memang tampak memiliki banyak referensi spot pandang yang bagus. Mereka mengarahkan team-nya menuju lokasi-lokasi pengamatan yang menarik... sementara kami mengikuti rombongan tersebut, sehingga kami pun dapat menjejak spot-spot recommended tersebut... yeay!!!
Menurut kami sebenarnya tidak mutlak sih menggunakan guide, karena sebenarnya tidak sulit bepergian ke mana pun di seputaran Dieng, termasuk ke Sikunir ini. Kami ketika itu mengatur itinerary sendiri, hanya bermodal rinformasi dari website saja. 

Pagi itu sebenarnya cakrawala timur sedikit mendung. Semburat kemerahan sinar mentari pertama memang sedikit terhalang. Namun penampakan matahari terbit dari balik Sindoro yang pagi itu tampak menyembul dari selimut awan rendah khas cerita orang tentang negeri di atas awan kami nilai masih tetap istimewa!!!
Kami menyaksikan menit demi menit ketika langit kelam mulai terpecah oleh bias merah nun di timur. Saat-saat redup kemerahan itu kian meluas, hingga akhirnya alhamdulillah langit biru cerah terpampang sempurna pada sekitar pukul 06:00...
Semakin pagi, kian jelas terlihat bayangan para pengunjung pagi itu tersebar di banyak lokasi di seputaran puncak Sikunir. Memang bukit ini cukup besar, sehingga kita tidak akan kehabisan tempat strategis. Tapi bisa jadi saat high season dan pelancong begitu membludak, maka puncak Sikunir pun akan tampak penuh sesak juga...








Jendela waktu yang tersedia mulai secercah cahaya jingga tampak di horizon timur hingga mentari kuning meninggi dan lepas dari bayangan punggung Guning Sindoro menurut pengamatan kami ketika itu (awal Juli 2018) adalah antara pukul 05:30 hinga 06:00.  
Data waktu shalat tanggal 3 Juli 2018 daerah Wonosobo dan sekitarnya adalah sbb. : 
   * adzan subuh : pukul 04:32
   * matahari terbit : pukul 05:51
   * waktu dhuha/syuruq : pukul 06:15

Memang pengamatan kami saat itu klop dengan data waktu shalat di atas, di mana kami menunaikan shalat subuh di mushalla kaki Bukit Sindoro hingga selesai dan siap mulai mendaki pada sekitar pukul 04:50.
Diperlukan waktu selambatnya 20 menit untuk mendaki ke puncak, maka kami sudah berada di akhir lajur pendakian pada sekitar pukul 05:10, atau mungkin lebih karena kami tidak tergesa-gesa ketika itu.
Dengan begitu, maka masih akan ada jeda waktu sekitar 15 menit sejak saat kita menjejakkan kaki di puncak bukit hingga dimulainya jendela waktu primetime sunrise Sikunir antara pukul 05:30 hinga 06:00 seperi yang kami sebutkan di atas.  



Setelah kami berada sekian lama di atas pun ternyata menurut pengamatan kami masih banyak rombongan pengunjung yang baru tiba di puncak.
Sekali lagi tak mengapa dan tak perlu terburu-buru karena masih cukup banyak waktu untuk menikmati matahari terbit.
Kami ketika itu tidak hanya diam di satu spot pandang, tetapi berpindah-pindah untuk mencari view yang mungkin berbeda. 
Arahan guide rombongan lain yang terus kami simak memang sangat membantu sih, karena ternyata beberapa titik pandang cukup tersebar dan tersembunyi jalan aksesnya. Bahkan ada yang seolah menembus semak... Rasanya kita yang tidak tahu medan tak akan menduga ada jalan di balik semak itu ke spot-spot lain...

Pada sekitar pukul 06:05, kala suasana sudah terang, di kejauhan terlihat bahwa ternyata puncak perbukitan sekitar Sikunir pun sudah diolah sebagai lahan perkebunan dengan sistem terasering seperti foto di bawah.
Luar biasa memang warga Sembungan ini, karena mereka setiap hari mungkin harus naik-turun bukit beberapa kali... Sedangkan kami yang hanya sekali saja cukup tersengal dibuatnya.

Pada pukul 06:10, sebagian pelancong mulai turun kembali ke kaki bukit. Kami pun beringsut menuruni lajur ke bawah. Trek turun ini terasa lebih mudah dijalani mungkin karena hari sudah terang sehingga lebih gampang mengatur langkah. 
Dua foto di bawah menunjukkan suasana medan lintasan ke puncak Sikunir pada bagian yang berupa undakan batu. Bagian ini relatif tidak sulit didaki karena lajurnya lebar, tergolong landai, dan undakannya rapi. Tetapi di beberapa bagian memang lebih curam dan sebagian masih berupa jalur tanah...

Trek berkontur cukup datar tetapi masih berupa tanah alami tampak seperti foto di bawah... Bagian lajur ini cukup terbuka, dan sebenarnya menawarkan alternatif spot pandang matahari terbit yang juga cukup menarik selain pengamatan dari puncak Sikunir...


Sekitar pukul 06:20 kami sudah tiba kembali di dasar trek berundak-undak, dan memasuki lajur yang melandai hingga terus turun ke area parkiran. Di sini tersedia beberapa warung penganan ringan, lumayan untuk menghangatkan badan yang kedinginan sejak subuh.
Ketika itu kami mencoba bubur sumsum, teh hangat, dan beberapa makanan ringan lain. Semua masih tergolong murah-meriah di sini... teh hangat misalnya cukup Rp. 2000 dan bubur sumsum Rp. 5000 segelasnya.

Menurut catatan, kami sudah berada di bilangan area parkir kaki bukit pada pukul 06:58. Sudah ramai pedagang makanan dan oleh-oleh khas Dieng menjajakan jualannya di sini. Pada foto di bawah misalnya, kita bisa melihat rupa-rupa dagangan mulai bunga, kentang khas Dieng (wadah di lantai paling kanan), cabe jalapeno Dieng berwarna dominan hijau, lalu buah carica yang berbentuk seperti pepaya kecil (wadah di lantai kedua dari kiri).

Selain pedangan penganan ringan, makanan berat pun ternyata banyak tersedia di sini seperti foto di bawah... Secara keseluruhan harga-harga di Sikunir ini kami nilai tergolong murah daripada di beberapa tempat wisata lain di Dieng. Jika Anda mau, bisa dipikirkan untuk berbelanja suvenir di sini saja.

Pada pukul 07:00, kami sudah kembali berjalan santai menuju Homestay Cahaya. Telaga Cebong kami susuri di sebelah kiri jalan desa (foto di bawah). Meski pun merupakan jalan utama, tetapi tetap saja jalan ini tidak terlalu lebar, jadi jika Anda memilih berjalan kaki ke Sembungan seperti kami saat itu, pastikan untuk selalu berhati-hati berjalan di pinggir karena cukup banyak kendaraan pengunjung yang juga berbaris nyaris serentak meninggalkan lokasi Bukit Sikunir...

Akhirnya sampai lagi di penginapan dengan selamat pada sekitar pukul 07:15, alhamdulillah... kami beristirahat sejenak sambil membersihkan pakaian yang ternyata baru kami sadari agak berdebu karena angin bertiup cukup kencang menerbangkan partikel tanah merah ke segala arah sejak dini hari ketika itu.
Perjalanan Sikunir sunrise pagi itu kami nilai sukses. Sambil tak bosan melihat-lihat koleksi foto yang kami ambil sejak sebelum adzan subuh tadi, kami menyiapkan sarapan pagi.

Amazing memang memandang ke atas, ke arah langit pagi biru sempurna yang bersih khas Dieng seperti foto di sebelah kiri... Berbeda jauh dengan langit kota besar yang sudah parah tercemari polusi, di mana sangat jarang kami dapat menikmati langit biru sejernih apa yang kami peroleh di Sembungan pagi itu.
Sama dengan pemandangan malam harinya... di Dieng kita masih bisa melihat bintang-gemintang bertaburan di langit hitam kelam layaknya milky way. Sementara di Bekasi... waduh, langit sudah demikian terpolusi cahaya sehingga hanya sedikit bintang bermagnitudo terang yang masih dapat terlihat oleh mata telanjang, kecuali mungkin manakala kondisi langit cukup gelap yang sesekali memang masih bisa kami temui.

Pagi itu kami memilih untuk sarapan pagi di meja bundar dari kaca yang berada di teras luar dengan view rancak ke Telaga Cebong. Bisa dilihat pada foto di bawah bahwa teras ini terletak tepat di sisi luar kamar kami, bahkan kami bisa keluar-masuk lewat jendela yang tampak terbuka...
Mungkin pada high season, manakala cukup banyak tamu homestay lain, kami tidak bisa seleluasa ini menggunakan area teras yang nota bene memang area publik penginapan. Kami sarapan di teras ini hingga sekitar pukul 08:30. Selanjutnya kami bersiap untuk check out dan menuju lokasi wishlist selanjutnya yaitu Dieng Theater.

Kami meninggalkan Cahaya Homestay pada sekitar pukul 9 pagi. Ketika itu staf penginapan tidak berada di tempat karena sedang berada di kebun. Maka berdasarkan chat WA kami bisa langsung meninggalkan homestay. Kamar cukup kami kunci, dan kuncinya digantung saja di pintu... mudah sekali, ya? Sekali lagi penginapan ini recommended...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar