Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Jumat, 18 Mei 2018

Jalan-Jalan 2 Hari di Kuala Lumpur : D2 KL City Tour

Itinerary hari kedua kami di KL adalah sbb. :

* Start dari Colmar Tropicale (13:00) langsung menuju KL;
* Tiba di Restoran Nasi Ayam Hainan Chee Meng kawasan Bukit Bintang, KL (14:30), makan siang;
* Eksplor Dataran Merdeka (15:30);
* Belanja di Central Market (16:00);
* Eksplor Menara Kembanr Petronas dan sekitarnya (18:00);
* Tiba di Hotel EV World Kota Warisan dekat bandara KLIA (21:00).

Ya betul, pada prinsipnya hari kedua ini hanya merupakan KL city tour yang lebih santai, setelah sebelumnya kami menjalani jadwal hari pertama yang lumayan padat.

Setelah sejak pagi beraktivitas di seputaran Colmar (detil klik di sini...), Mas Zaki menjemput kami sekitar pukul 13:00 seperti yang dijanjikan.
Butuh sekitar 1,5 jam perjalanan dari daerah Bukit Tinggi di mana Colmar berada untuk tiba di kawasan Jl. Bukit Bintang, KL downtown, yang tampaknya selalu ramai ini. Jl. Bukit Bintang ternyata jalan searah yang tidak terlalu lebar (4 atau 3 lajur), tetapi memang penuh dengan pusat perbelanjaan dan hotel. Pendeknya kawasan favorit para pelancong di KL, lah.

Restoran Nasi Ayam Hainan Chee Meng yang kami tuju berada di sebelah kanan jalan, tak jauh setelah kita melewati KFC Bukit Bintang yang terkenal. Di sini banyak mobil yang parkir paralel (seperti foto di bawah), Mas Zaki berhenti di sini sementara kami makan siang (Mas Zaki ternyata sedang shaum Kamis, jadi kami tidak bisa ajak ikut serta makan siang ketika itu...). O iya, pusat perbelanjaan Pavilion KL berada di sudut antara Jl. Bukit Bintang dan Jl. Raja Chulan... tak terlampau jauh pula dari Chee Meng.

Udara di KL ketika itu sedang panas-panasnya. Begitu kami masuk ke Chee Meng pun ternyata hampir sama panasnya seperti di luar, meski AC dan kipas angin di dalam tak henti bekerja. Bagian depan Chee Meng dari arah Jl. Bukit Bintang adalah seperti foto di sebelah kanan.
Kapasitas tamu restoran ayam hainan ini cukup besar. Kami mendapatkan meja besar di bagian agak ke dalam rumah makan yang dapat menampung 5 orang atau lebih. Tersedia 1 toilet di bagian paling ujung belakang Chee Meng.
Kami berlima memesan 2 paket nasi ayam hainan dada (@ RM 10/porsi), 2 paket nasi ayam hainan paha (@ RM 11/porsi), dan sup wantan (@ RM 8). Ukuran ayamnya lumayan besar menurut kami (seperti foto di bawah).
Minumnya ketika itu milo (@ RM 5,5), teh lemon (@ 6,5), teh O (RM 3), dan teh manis (RM 3,5). 
Total untuk berlima (dengan pajak) @ RM 72 atau sekitar Rp. 250rb. Per orang budget Rp. 50rb lah, hampir sama saja dengan di Indonesia tentunya.
Oh iya, dari kuitansinya, tertera nama 4 cabang resto Chee Meng yaitu Bukit Bintang, Jl. Klang Lama, Kuchai Lama, dan Glenmarie Shah Alam. 


Dataran Merdeka merupakan spot berikut yang kami tuju setelah beres makan siang. Sekitar pukul 15:20 kami kembali naik mobil, kali ini menuju Jl. Raja, kawasan KL City Center (KLCC). Dataran Merdeka pastinya merupakan land mark paling terkenal di KL.
Di sisi selatan lapangan terdapat KL City Gallery dengan landmark-nya yang terkenal (foto sebelah kiri). Tepat di sebelah barat KL City Gallery berada Perpustakan KL.
Lapangan Merdeka ini sebelumnya dikenal sebagai Padang Selangor Club, merupakan lapangan cricket milik Royal Selangor Club yang didirikan pada tahun 1884 oleh penguasa Inggris ketika itu. 
Di ujung selatan lapangan inilah berdiri sebuah tiang bendera setinggi 95m - dikenal sebagai salah satu tiang bendera tertinggi di dunia - tempat di mana pada tengah malam tanggal 30 Agustus 1957 bendera Inggris (Union Jack) diturunkan, dan bendera Malaysia dinaikkan untuk pertama kalinya yang menandai kemerdekaan Malaysia. Menyusul pada pagi hari 31 Agustus 1957, perayaan kemerdekaan diselenggarakan di Stadion Nasional.

Bangunan Royal Selangor Club bearda di sisi barat Dataran Merdeka (foto di bawah), berlatar belakang gedung-gedung tinggi. Bangunan bergaya tudor dengan atap segitiga khas berwarna merah kecoklatan ini telah dibangun mulai tahun 1884, dan saat ini merupakan lokasi photo stop yang penting di kawasan ini.

Cop's Fountain (foto di atas), sebuah air mancur yang ada di sisi selatan Dataran Merdeka, tak terlalu jauh dari Tiang Bendera. Air mancur ini tercatat dibangun pada tahun 1897.

Jika Anda memiliki waktu yang cukup untuk menjelajahi kawasan Dataran Merdeka, Mas Zaki merekomendasikan untuk masuk ke KL City Gallery yang memajang beragam benda koleksi yang menarik tentang sejarah Malaysia... kurang lebih seperti Museum Fatahillah di Kota Tua Jakarta mungkin, ya...
Sayangnya waktu kami ketika itu sangat terbatas sehingga kami praktis hanya ber-photo stop saja di seputaran area sebelah selatan Dataran Merdeka ini.
Kami melihat terdapat gambar beberapa tokoh negeri dipajang di sini (foto sebelah kiri), selain tentunya tiang bendera legendaris yang menjulang tinggi (foto sebelah kanan).

Di sisi timur lapangan, tepatnya di seberang Jl. Raja, terdapat bangunan Sultan Abdul Samad yang terkenal (foto di bawah). Ketika itu sisi timur Dataran Merdeka dipenuhi barisan bus yang parkir sehingga kami harus berjalan agak ke tengah untuk mendapatkan sudut foto yang bagus.
Menurut Mas Zaki sih sebenarnya tidak boleh parkir di pinggir jalan ini, tetapi sepertinya 11-12 lah dengan di sini... masih banyak juga mobil - bahkan bus - yang berhenti.

Gedung Sultan Abdul Samad (foto di bawah) tercatat telah berdiri sejak tahun 1897 sebagai perkantoran bagi pemerintah kolonial Britania Raya di Selangor ketika itu dengan nama New Government Office. Sebenarnya ibukota Selangor terletak di Klang yang cukup jauh dari KL yang sudah maju. Kemudian Sultan Abdul Samad yang ketika itu memerintah Selangor memindahkan ibukota ke KL.

Menginjak tahun 1974, sekitar beberapa tahun saja setelah negara Malaysia merdeka dari kolonialisme Inggris, pusat pemerintahan Negeri Selangor dipindahkan ke daerah Shah Alam. Sementara Pemerintahan Malaysia pindah ke kawasan Damansara.
Sejak saat itu, praktis nama New Government Office yang memiliki desain arsitektur bergaya campuran moor dan mughal ini pun berubah menjadi Gedung Sultan Abdul Samad, sesuai dengan nama penguasa yang memerintah manakala bangunan ini dahulu dibangun.
Gedung ini sekarang digunakan sebagai kantor Kementerian Warisan Budaya dan Seni negeri.
Bagi kami dan para pelancong lain yang saat itu bersama berada di Dataran Merdeka, cuaca cerah dengan langit biru sempurna - meski memang panasnya sedang cetar luar biasa - sangat mendukung aksi jeprat-jepret ke arah gedung bersejarah berarsitektur cantik yang sekarang menjadi salah satu landmark paling terkenal di KL ini.
Sudut datangnya cahaya matahari pukul setengah empat sore pun terlihat sedang pas sekali. Dipandang dari arah mana pun gedung Sultan Abdul Samad ini memang indah.

Di sebelah selatan Sultan Abdul Samad Building, tepatnya di seberang Jl. Leboh Pasar Besar - terdapat gedung Muzium Tekstil Negara (foto di sebelah kiri) yang tampak berdesain Islami dengan banyak kubah berwarna putih.
Sesuai dengan namanya, Anda yang tertarik dengan hal-hal perkembangan dan sejarah tekstil mulai dari jaman prasejarah hingga modern - khususnya yang berkembang di Malaysia - boleh berkunjung ke sini secara gratis, alias tidak perlu membayar tiket masuk.
Museum yang beralamat di Jl. Sultan Hishamuddin ini buka setiap hari pukul 9:00 - 18:00 termasuk hari Ahad, kecuali hanya pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Pasar Seni (Central Market) sebenarnya hanya berjarak 300-an meter saja dari Dataran Merdeka. Jika berjalan kaki kita bisa melalui Jl. Leboh Pasar Besar lalu belok kanan ke Jl. Hang Kasturi. Naik mobil jutsru harus agak berputar karena kita mesti melalui Jl. Tun Sambanthan untuk menuju area parkir Pasar Seni.
Tepat di seberang jalan dari Pasar Seni terdapat Hotel Geo yang menurut Mas Zaki cukup digemari oleh kalangan mahasiswa Indonesia karena tergolong murah meriah.
Gedung Pasar Seni berarsitektur art deco berwarna biru muda seperti foto di sebalh kanan. Tempat ini adalah surganya para pencari suvenir murmer. Konsepnya berupa bangunan 2 lantai full AC yang nyaman untuk belanja santai. Mirip-mirip Pasar Beringharjo di Jogjakarta sih, kecuali bahwa Beringharjo belum full AC.
Selain di Pasar Seni, kita juga bisa berburu oleh-oleh di Jl. Petaling yang berkonsep kaki lima outdoor (flea market). Letak Jl. Petaling juga dekat dari Pasar Seni, yaitu hanya sekitar 150m ke arah timur. Tetapi dengan konsep ini tentunya belanja di Petaling lebih panas karena outdoor tadi. Tapi menurut Mas Zaki kita berpotensi mendapatkan barang/suvenir dengan harga lebih murah di Petaling ini. Ada plus-minusnya sih, Anda bisa sesuaikan dengan selera.

Bagi kami yang ketika itu bepergian bersama anak-anak, tentunya akan lebih nyaman jika memilih tempat belanja yang full AC seperti di Pasar Seni ini.
Setelah acara wajib berfoto di landmark Central Market (foto sebelah kiri), kami masuk ke dalam.
Anak-anak ketika itu mencari beberapa jenis suvenir sebagai oleh-oleh untuk teman-teman mereka. Anda boleh pertimbangkan jenis-jenis pulpen atau gantungan kunci yang terkategori paling masuk kategori karena harga per unit-nya reasonable.
Anak-anak juga mencari kaus bertema KL, serta beberapa jenis suvenir lain, termasuk tentunya miniatur Menara Kembar Petronas. Pokoknya Anda jelajahi saja dulu secara sekilas untuk menimbang-nimbang barang apa yang akan dibeli. Bagian dalam bangunan yang bersih tampak pada foto-foto di bawah (baik lantai atas mau pun lantai bawah).



Jangan heran jika banyak pedagang di sini berasal dari Indonesia. Rata-rata sudah bertahun-tahun berdagang di sini. Meski pun sebenarnya sama saja jika kita berbelanja kepada pedagang asal Malaysia karena tidak ada kendala bahasa, bagaimana pun mungkin bagi sebagian pelancong tanah air rasanya akan tetap lebih enak dan kita jadi tidak ragu untuk 'menawar harga dengan cukup kejam' pada peniaga asal Indonesia.
Kami saat itu sebenarnya tidak memilih-milih pedagang. Kami membeli sebagian suvenir pulpen pada abang-abang asal Mayalsia.
Tetapi qadarullah suvenir lainnya ternyata dilayani oleh orang kita. Kios di area outdoor tempat kami membeli sebagian pulpen, miniatur Menara Kembar, dll. ternyata milik seorang ibu asal Cirebon. Lalu kios pakaian di lantai atas dilayani oleh ibu-ibu paruh baya asal Sleman yang sudah 20 tahun berjualan di sini. Saking lamanya, logat ibu ini sudah sangat melayu, tidak kelihatan lagi medoknya. Ada lagi kios aneka penganan seperti coklat Beryls (foto kanan atas) di lantai bawah tempat kerja ibu asal Tambun, Bekasi.... walah, ini mah tetangga, yak!

Saran kami, pilih dulu kios yang terlihat cukup lengkap dan menyediakan sebanyak mungkin jenis suvenir yang ingin kita beli. Jika dari interaksi awal kita bisa menaksir bahwa harga yang ditawarkan kios tersebut bisa diterima, lebih baik kita membeli banyak barang di satu kios seperti ini saja karena pada umumnya pedagang di Pasar Seni tidak memberi diskon harga per unit barang. Tetapi semakin banyak total harga yang kita bayar, mereka umumnya memberi potongan yang semakin banyak pula. Ini akan lebih murah jatuhnya daripada jika kita membeli masing-masing sedikit barang di banyak kios.
Mushalla tersedia di lantai 3 (roof top). Tangga naik terdapat di pojok tenggara bangunan. Bangunan mushallanya cukup besar dan bersih, dengan bagian untuk laki-laki dan wanita yang saling terpisah (foto di sebelah kiri atas menunjukkan bagian dalam mushalla laki-laki). 

Di luar bangunan, tepatnya di lorong sebelah timur, berjejer kios-kios outdoor yang berdiri di sepanjang atap berbentuk layangan khas Malaysia (foto kiri atas). Jenis dan harga Barang-barang yang dijual di sini sama saja sih dengan yang ada di dalam Pasar Seni (foto kanan atas). 

Dari informasi, Pasar Seni ini awalnya disebut Pasar Besar atau Central Market yang telah ada sejak tahun 1936. Mungkin bahkan cikal bakalnya telah ada sejak 1888 karena angka tarikh tersebut tertera di pintu masuk bangunan. 
Ketika itu (1936) pasar ini menjual ikan, daging, sayuran, dan barang-barang kebutuhan kelontong sehari-hari lainnya, terutama bagi perkulakan skala besar/grosir.
Baru pada 1986 terjadi perubahan fungsi dari yang sebelumnya penjualan bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari, menjadi pusat penjualan barang-barang kerajinan serta suvenir bagi para wisatawan.
Secara resmi pula sejak 1986 Pasar Besar ini dikenal sebagai Pasar Budaya atau Pasar Seni.
Seperti disinggung di atas, dalam perjalanan meninggalkan kawasan Central Market, kami melewati mulut Jl. Petaling yang bernuansa Tionghoa (foto sebelah kiri). Street market ini dari sisi kami mengambil foto tak tampak terlalu ramai, tapi tidak tahu ya bagaimana suasananya di dalam. Parkir mobil di area Pasar Seni selama sekitar 1,5 jam adalah RM 5.

Menara Kembar Petronas merupakan tujuan kami berikutnya sekaligus terakhir hari itu. Berjarak sekitar 3km saja sebenarnya ke arah timur laut lokasi Pasar Seni, twin towers 88 lantai yang pernah menjadi gedung tertinggi di dunia ini masih berada di kawasan KLCC. 
Begitu pun butuh waktu sekitar 45 menit untuk berkendara di tengah jalan raya pusat kota yang macet juga ternyata sore itu karena bertepatan dengan jam pulang kerja. Mas Zaki memarkir mobil di basement Mall Suria KLCC.
Bagian dalam Suria sama saja dengan mall kelas atas di Indonesia, termasuk desain atap berbentuk kubahnya yang cukup menarik (foto sebelah kanan). Kami hanya lewat saja di bagain dalam mall untuk kemudian keluar lagi di pintu tenggara mall yang menuju Taman KLCC.
Taman KLCC sore itu (sekitar pukul 18:00) tampak cukup ramai oleh pengunjung, terutama di seputaran danau buatan Simfoni Lake tempat pertunjukan air mancur diadakan (foto di bawah).
Kami sempat agak heran melihat sekumpulan anak usia SD (berseragam sekolah) yang duduk-duduk pula di sekitar danau. Belakangan kami baru ngeh bahwa rupanya mereka bersama beberapa orang guru sengaja jalan-jalan ke Taman KLCC sambil menunggu waktu berbuka puasa Kamis, karena begitu terdengar adzan para murid dan guru mereka tampak duduk melingkar sambil berbuka puasa, subhanallah...
Jika kita ingin mengambil foto Menara Kembar, maka kita harus berjalan agak jauh dulu ke sebelah tenggara taman untuk memperoleh sudut yang cukup guna menjangkau seluruh bagian menara hingga ke puncaknya.
Ketika itu kami berjalan sampai mendekati area kolam renang gratis Taman KLCC yang ditandai landmark patung paus biru seperti foto di bawah. 



Kami memang sudah berniat untuk berfoto berlatar belakang Menara Kembar pada 2 kondisi yaitu saat langit masih terang, dan kedua ketika sudah gelap. Karena itulah kami sengaja datang ke sini menjelang maghrib agar mendapatkan kedua momen itu sekaligus dalam satu kunjungan saja.
Seperti cerita di atas, kami mengambil foto dari arah kolam renang. Tapi... lho kok hasilnya tidak seperti yang diharapkan karena wajah kami gelap (foto kiri bawah). Memang matahari ketika itu akan ada di sisi barat, alias di belakang menara.
Segera kami memutuskan untuk berfoto dari seberang barat laut menara. Kami melintasi Mall Suria lagi untuk kemudian keluar dari pintu barat laut yang ditandai oleh replika mobil F1 Petronas. Di sisi ini juga ada taman air mancur meski jauh lebih kecil dibanding Taman KLCC di sisi tenggara menara. Tak terlalu banyak pengunjung yang berfoto di sini ketika itu. Yang jelas karena kita akan menghadap matahari, maka wajah objek foto akan terlihat lebih terang (foto kanan bawah).

Silakan Anda coba memvariasikan sudut kamera untuk memperoleh pencahayaan yang berbeda-beda pula. Misalnya pada foto di sebelah kiri bawah yang tampak berbeda (lebih gelap) dibandingkan foto di kanan atas sebelumnya.
OK, setelah mendapatkan banyak gambar dari sisi barat laut ini, kami kembali menyeberangi Mall Suria ke arah Taman KLCC. Foto menara saat malam kiranya lebih bagus dari arah taman, selain juga kita bisa sekalian menyaksikan pertunjukan air mancur. Menjelang matahari terbenam, secara bertahap dari bagian puncak lampu-lampu mulai dinyalakan (foto kanan bawah).

Semakin malam, semakin banyak pula lampu menara yang dinyalakan. Lokasi paling ideal menurut kami untuk mengambil foto menara pada waktu malam dari sisi tenggara Taman KLCC adalah dari jembatan di sisi utara danau. 
Jika Anda berminat untuk berfoto dari lokasi ini, coba nanti Anda cari sebuah saung kecil di mana terdapat pancuran air minum gratis. Di dekat saung ini terdapat lampu taman yang cukup terang. 
Jadi idenya adalah bagaimana agar kita tetap bisa berfoto tanpa lampu blitz yang mungkin membuat kualitas fotonya turun, tetapi wajah objek bisa terlihat cukup terang karena bantuan lampu taman tersebut. Hasil fotonya kurang lebih seperti di sebelah kanan (diambil sekitar pukul 19:30). 
Setelah cukup berselfie-ria, sambil menunggu Mas Zaki selesai berbuka puasa, kami masih sempat menonton pertunjukan air mancur menari diiringi musik yang tampak berwarna-warni oleh lampu sorot aneka warna (foto di bawah).
Kurang lebih idenya sih sama dengan Air Mancur Sri Baduga di Purwakarta, hanya saja tentunya Danau Situ Buleud Purwakarta jauh lebih luas dibanding Simfonoi Lake di KLCC, sehingga ukuran pertunjukan air mancur di Purwakarta pun lebih besar dan kolosal, dengan jumlah pengunjung yang jauh lebih banyak pula di sekeliling Situ Buleud.



Yups... Mas Zaki akhirnya datang, kami pun segera kembali ke mobil untuk menuntaskan acara jalan-jalan hari ke-2 ini. Tapi ternyata untuk keluar dari kawasan pusat kota KL di hari kerja ini tidak mudah juga karena jalur yang sedianya Mas Zaki pilih untuk menuju daerah Bandara KLIA pun macetnya luar biasa. Mobil terpaksa berputar dulu ke arah utara, baru kemudian berbelok ke arah selatan lagi setelah melewati area macet.
Alhamdulillah kemacetan tidak terlalu meluas. Kami tiba di Hotel EV World Kota Warisan, Sepang, sekitar pukul 21:30. Kota Warisan merupakan nama daerah dekat Bandara KLIA, hanya butuh sekitar 10 menit berkendara untuk menuju airport. Tak heran jika di daerah ini banyak berdiri hotel-hotel budget untuk melayani para traveller. Transportasi dari daerah Kota Warisan ke KLIA dilayani oleh mobil sewa (jenis L300) seharga RM 55 sekali jalan. Tetapi jika kita menyewa sebelum subuh, ada tambahan RM 10.

Foto-foto di atas menunjukkan suasana kamar keluarga tipe Superior Triple (kapasitas 4 orang, anak kecil gratis jika menggunakan tempat tidur existing). Terdapat 2 tempat tidur fungsional yang ditempatkan pada sisi-sisi ruangan (foto kiri atas). Hanya ada sebuah meja dan tempat gantungan baju minimalis (foto tengah-atas). Karena ketika itu kami praktis hanya berada sekitar 5 jam saja di hotel, bahkan TV pun tak sempat kami nyalakan. Kamar mandi fungsional dengan shower air panas cukup memadai (foto kanan-atas).
Sarapan tersedia secara self-service berupa roti-selai yang bebas kita ambil di area dapur hotel. Minuman hangat (teh atau kopi) juga bebas kita buat sendiri. Air mineral pun tersedia di area dapur. Rate EV World Kota Warisan untuk 1 kamar kapasitas total 5 orang yang kami gunakan ketika itu adalah Rp. 442,766 (via Agoda).

Rabu, 09 Mei 2018

Jalan-Jalan 2 Hari di Kuala Lumpur : D1 Menginap di Colmar Tropicale French Village

Tiba di Colmar Tropicale sekitar pukul 6 sore - detil perjalanan kami dari KL ke Colmar bisa dibaca di sini... - kami sekeluarga tak lupa menginformasikan ulang agar Mas Zaki menjemput kami besok di Colmar pukul 13:00.
Pelunasan uang sewa mobil selama di KL kami berikan langsung kepada Mas Zaki pula saat itu.
Gerbang masuk area hotel bergaya Eropa abad pertengahan yang konon terinspirasi dari desa Colmar di Alsace Region, timur laut Perancis, yang disebut-sebut sebagai desa terindah di dunia ini (foto di sebelah kanan) segera membuat kami jatuh cinta.
Segera menuju lobby, kami dilayani oleh staf hotel yang ramah dan cukup cepat dalam proses check in (foto di kiri bawah). Staf hotel bahkan menanyakan tiket masuk ke area Colmar agar kami dapat segera menerima refund. Di sini kami juga membayar tourism tax bagi warga non-Malaysia sebesar RM 10. Selain itu kami juga menerima voucher sarapan dan shuttle tamu hotel ke Taman Jepun (Japanese Village) yang memang masuk ke itinerary kami esok hari, masing-masing untuk 4 orang. 

Beres proses check in, kami menuju blok Camelia di mana kamar kami berada. 
FYI, kami sudah melakukan booking sejak sekitar sebulan sebelum kedatangan. Ketika itu kami melakukan booking via Traveloka yang menyediakan opsi pembayaran hotel Colmar via Indomaret dalam Rupiah. Bagi kami yang sudah sejak lama tidak lagi memiliki kartu kredit, opsi booking online memang sedikit lebih terbatas, tetapi alhamdulillah masih bisa, asal kita mau mencari.
Ketika itu kamar Family yang kami booking dijual seharga sekitar RM 410.
Kamar 306 yang kami tempati terletak di lantai 3 bangunan (kami mencantumkan request 'non smooking room dan high floor' saat booking). Kondisi gedung memang sudah tidak baru, lift-nya juga terkesan old, tetapi secara keseluruhan terkesan bersih dan terawat. Begitu masuk ke kamar, wah... kami langsung suka pada kamar Family ini! Jangan tanya anak-anak ya, mereka sih langsung menggunakan free room wifi dan mager di tempat tidur. Ya mungkin mereka lelah juga setelah menjalani aktivitas padat hari ini.

Aneka produk Bambu Ulir Rangkai, detil klik di sini...

Family room seperti ditunjukkan oleh foto-foto di bawah ternyata memiliki 2 ruangan terpisah. Masing-masing dengan king size bed, AC, TV LED, kipas angin gantung, meja tulis dan lemari. Kamar mandi hanya 1, dengan perlengkapan mandi standar dan bathtub. Sebuah kulkas kecil dan ketel air, 4 botol air mineral, dan kopi-teh seduh standar ada di 'kamar utama'. Tadinya kami berniat meminjam sajadah dari lobby, tapi karena lantai kayu di sini cukup bersih, maka kami urungkan. Penunjuk arah kiblat tentunya tersedia di setiap kamar.

Meskipun tidak setinggi Genting, daerah Bukit Tinggi di mana Colmar berada ini tetaplah cukup sejuk di malam hari. Karena agak dingin kami sempat mematikan AC dan menyalakan kipas angin gantung saja. 


View dari jendela kami adalah ke kolam renang di bawah sana. Tapi karena kami tidak membawa pakaian renang, maka kami tidak mencobanya...


Setelah semua beres dan anak-anak masih ingin mager di kamar, kami dan suami keluar sebentar melihat-lihat suasana karena matahari ternyata belum terbenam.
Di ujung dalam area resort terdapat menara pandang 3 lantai (foto sebelah kiri). Kami juga melewati bangunan blok Dahlia (foto sebelah kanan).
Kita bisa naik ke puncak menara pandang menggunakan lift yang tersedia di sana. Kondisi lift-nya memang tampak sudah tua dan agak meragukan, tapi alhamdulillah masih aman-aman saja digunakan kok...
Wow... pemandangan dari atas ternyata lebih cantik. Apalagi karena saat itu lampu-lampu resort mulai dinyalakan seperti foto-foto di bawah. Pedestrian di bawah tampak kosong karena saat itu memang sedang tak banyak tamu yang menginap di Colmar.
Sunset saat itu tidak terlalu bagus karena terhalang awan. Dari hutan yang mengelilingi area Colmar kami mulai mendengar suara serangga tonggeret bersahut-sahutan. Terus terang sudah lama sekali kami tak mendengar suara alam seperti ini. Dulu sekali waktu kami masih kecil kami ingat bahwa nyanyian serangga masih sering terdengar. Tapi sekarang tidak lagi... 



Di bawah menara pandang terdapat arena permainan ketangkasan (kiri bawah), sedangkan di bagian lain kami melihat fasilitas permainan untuk anak (kanan bawah). Tetapi memang ketika itu suasana sedang sepi. Sepertinya hanya kami dan suami yang berada di pedestrian...


Dari ujung dalam kami berjalan lagi ke ujung luar area resort, melewati deretan bangunan ala pedesaan Alsace dan restoran-restoran outdoor yang tampak mulai dipersiapkan untuk menyambut pengunjung makan malam oleh para staf.
Kami juga melintasi pancuran air yang terletak tak jauh dari blok Camelia (foto sebelah kanan). Di sebelah kanan pancuran pada foto tersebut sebenarnya terdapat semacam panggung yang tidak seberapa besar, tempat ditampilkannya aneka jenis pertunjukan gratis terjadwal kepada para tamu. Malam itu pun kami membaca di papan rencana acara bahwa akan diadakan pementasan. Tetapi ketika kami lewat saat itu belum ada apa-apa di sana.
Diameter kolam pancuran air ini tak begitu besar, sekitar 4m-an saja kami taksir. 
Pancuran ini konon terinspirasi dari adegan di salah satu film Disney 'Beauty and the Beast' yang menampilkan Belle duduk di pinggiran kolam berbentuk bulat ini sambil membaca buku, ditemani oleh beberapa ekor kambing gemuk yang mengelilinginya. 
Memang desain kedua pancuran tersebut - yang ada di Colmar Tropicale dan dalam film animasi 'Beauty and the Beast' - tidak mirip benar. Sama-sama memiliki 3 tingkat fountain walaupun desainnya berbeda. Tapi setidaknya keduanya mempunyai kolam berbentuk lingkaran yang mirip. Gambar perbandingan ini bisa dilihat nanti di bawah... 


Di sekitar jembatan masuk menuju area hotel (foto di atas), belasan tonggeret sepanjang kurang lebih 6cm beterbangan bebas. Beberapa bahkan hinggap di badan kami. Tonggeret berwarna hijau dan coklat ini sebenarnya tidak berbahaya. Tetapi suaranya yang nyaring mungkin bisa membuat takut orang yang tidak terbiasa... 

Setelah bersih-bersih dan shalat maghrib jamak ta'khir isya di kamar, akhirnya anak-anak mau juga diajak jalan-jalan keluar. Langit sudah gelap sempurna. Sama seperti sebelumnya, tak banyak tamu Colmar lain yang ada di sana ketika itu, sehingga kami cukup bebas berkeliaran.
Foto di bawah memperlihatkan anak-anak kami berada di dekat kolam pancuran air (kiri bawah). Sedangkan gambar di kanan bawah adalah perbandingan desain pancuran airnya Belle versi animasi Disney.


Restoran outdoor malam itu sepi pengunjung, meski pun sebenarnya semua meja, peralatan, dan staf resto sudah bersiap menyambut para tamu.

Setelah jalan-jalan bersama anak-anak tadi, kami masuk ke kamar dan beristirahat. That's the end of our D-1's story...
Esok paginya sesudah shalat subuh di kamar, kami sempat mengintip dari balik jendela. Waaa... ternyata sunrise pagi itu cukup bagus meski awan agak tebal (foto di bawah).

Pagi sebelum sarapan kami sempatkan berjalan pagi dulu di seputaran area resort. Sebagian permukaan jalan masih tampak basah, rupanya semalam turun gerimis ringan.


Bagus juga peringatan yang ditempel di setiap restoran yang ada di Colmar tentang larangan menjual minuman keras (foto sebelah kiri). Setidaknya kami catat terdapat resto La Flamme, Le Blasson, Le Poulet Roti, La Cigogne, Le Boulangerie, serta Ryo Zantei sebagai satu-satunya yang bernuansa Jepang. Semua mencantumkan karangan tersebut.
Di depan Le Blasson terdapat semacam 'sumur permohonan' yang konon di daerah asalnya di Eropa dipercaya dapat mengabulkan keinginan oarng yang menjatuhkan kepingan uang logam ke dalamnya (foto sebelah kanan).

Kami sarapan pagi di Le Blasson yang memang berada satu gedung dengan kamar kami. Abid membeli 1 voucher sarapan tambahan untuk anak-anak seharga RM 22. Sama lah kira-kira harganya dengan di sini. Pilihan menu dan rasa makanannya oke, standar hotel berbintang lah...
Tampak pada foto di sebelah kiri hanya beberapa meja yang pagi itu terisi tamu. Sebagian besar kosong sehingga kami bebas memilih tempat.
Bisa juga sih kita sarapan di area outdoor Le Blasson ini. Tapi karena akan agak jauh jika kami ingin menambah makanan atau mengambil menu-menu lainnya di meja prasmanan yang tersedia, maka kami memilih meja di dalam saja.
Resepsionis resto ini seorang pria muda, berwajah melayu sebenarnya. Tapi sejak kami masuk ke sini selalu berbahasa Inggris. Ya oke lah kalau begitu, English it will be... 

Aneka Produk Ranting Inul Rangkai, detil klik di sini...

Sesuai jadwal yang diberikan staf hotel, pukul 9:45 kurang kami bersiap di halte free shuttle ke Japanese Village yang berada tak jauh dari Colmar. Sebenarnya dari tiket yang kami terima di resepsionis, tamu kamar Family hanya menerima 4 voucher free shuttle. Artinya kami harus membeli 1 tiket Japanese Village lagi. Tapi menurut staf hotel driver free shuttle tidak pernah mempertanyakannya. Dan memang demikian adanya, kami berlima bisa naik shuttle secara cuma-cuma, driver bahkan sama sekali tidak meminta tamu memperlihatkan tiketnya.


Free shuttle berupa truck yang dimodifikasi memiliki kabin di bagian belakangnya seperti foto di atas. Kursi penumpang berwarna coklat berbahan fiberglass yang dilengkapi seat belt yang harus dipakai oleh setiap penumpang sebelum mobil berjalan. Memang sih, rute dari Colmar ke Japanese Village ternyata menanjak dan berkelok-kelok khas pegunungan, sehingga seat belt justru membantu kita agar tidak bergeser dari kursi. 
Perjalanan ke taman Jepun sendiri hanya butuh sekitar 5 menit. Mobil berjalan tepat pada pukul 9:45 yang merupakan waktu keberangkatan pertama setiap harinya. Sepertinya hanya kami berlima lah tamu hotel yang pagi itu menumpang shuttle ke Japanee Village. Penumpang lain adalah staf Taman Jepun yang baru naik juga dari Colmar.

Kami turun di parkiran Taman Jepun. Dan.... ternyata kita harus berjalan naik melewati deretan anak tangga di samping sebuah kuil kecil berisi patung telapak tangan seperti foto di bawah. Hadeuh... tapi oke lah, sudah sampai sini tanggung jika tidak naik ke Japanee Village yang juga merupakan bagian dari wilayah Colmar Tropicale.


Setelah mendaki anak tangga dan menempuh jalan aspal yang sedikit mendaki meskipun cukup landai, kita akan diarahkan untuk belok kiri menuju Taman Jepun yang berkontur naik-turun khas seperti foto di bawah. Meski berada di dataran tinggi tetapi temperatur udara cukup panas. Untunglah awan memayungi kawasan ini saat kami berjalan-jalan di dalamnya.

Spot foto andalan lokasi ini kami pikir seharusnya adalah jembatan batu berlatar belakang tebing buatan berbatu (foto sebelah kiri) dan air terjun buatan dengan suara air mengalirnya yang gemericik (foto sebelah kanan).
Tapi kok pada kedua foto itu tidak ada air mengalirnya?
Sayang seribu sayang ternyata menurut penjelasan staf Japanese Village, karena hari itu adalah hari kerja, mereka tidak menyalakan pompa yang memungkinkan air mengalir ke bawah. Hanya pada Sabtu dan Ahadlah pompa dinyalakan. Hadeuh... qadarullah kami tak berhasil mendapatkan foto seperti ulasan yang beberapa kali kami simak di website. Ya sudahlah, mau bagaimana lagi. Setidaknya pada hari kerja seperti saat kedatangan kami itu suasana taman sangat nyaman karena tidak crowded oleh pengunjung. 
Selain kami, pagi itu ada juga beberapa kelompok pelancong lain yang datang ke sini. Kami sempat berbincang sambil jalan dengan satu keluarga Malaysia yang ternyata datang dari Trengganu. Mereka pagi-pagi sudah jalan dari rumah dengan mobil pribadi. Ternyata mereka pernah ke Malang dan cukup antusias bertanya-tanya tentang apel Malang...

Di sini kita sebenarnya bisa menyewa kimono untuk berfoto ala Jepang di rumah bertatami yang ada di sini. Tetapi ketika itu karena anak-anak tidak begitu antusias, maka kami tidak jadi menyewa kimono. Kami hanya berjalan-jalan saja terus ke dalam kawasan.




Di dalam kami menjumpai hutan yang masih sangat alami. Banyak burung berekor panjang seperti murai beterbangan di antara dahan pepohonan rindang. Kalau di Indonesia sih mungkin sudah ditangkap, hehehe...
O iya, di KL dan sekitarnya ini kami melihat cukup banyak burung gagak beterbangan bebas. Sesuatu yang sepertinya agak jarang kami saksikan di tanah air. Mungkin habitat gagak memang cukup sesuai dengan alam di sini.
Setelah cukup puas melihat-lihat suasana, kami pun turun lagi ke halte free shuttle. Kurang lebih tepat pukul 11:00 kami sudah kembali menaiki shuttle, kembali ke hotel. Setelah itu beres-beres barang bawaan, lalu check out. 
Anak-anak masih sempat mencoba wahana bioskop 6D yang tersedia di sini (foto di bawah). Tempatnya tak jauh dari menara pandang. Tiket untuk anak-anak adalah RM 14, sementara untuk dewasa RM 17 per orang. Ketika itu anak-anak memilih film tentang roller coaster. Kita harus mengenakan kaca mata khusus untuk mendapatkan efek 3D. Maksud 6D mungkin efek kaca mata 3D ditambah kursi yang bisa bergerak 3D alias ke segala arah pula. Kalau ditotal kan jadi 6D... begitu barangkali. 



Setelah selesai di gerai 6D Adventure, kami menunggu sejenak di lobby hingga sekitar pukul 13:00 Mas Zaki akhirnya memberi tahu kami bahwa ia sudah tiba di gerbang Colmar. Kami pun segera menuju mobil untuk melanjutkan itinerary D2 kami berupa KL city tour.