Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Selasa, 20 Desember 2011

Kotagede Silver, Sentra Kerajinan Perak Yogyakarta

Jika Anda berkunjung ke Yogyakarta, sempatkanlah waktu untuk bertandang ke sentra kerajinan perak Kotagede yang terletak tak jauh dari Terminal Bus Giwangan. Di sini kita bisa berburu aneka kerajinan perak; mulai dari perhiasan seperti gelang, cincin, dan anting-anting, hingga beragam hiasan dan dekorasi rumah tinggal.
Kerajinan perak di Indonesia sebenarnya berkembang di beberapa sentra home industry, alias tak hanya di Kotagede. Setidaknya terdapat sentra kerajinan perak di Bangil (Pasuruan, Jawa Timur), Celuk (Bali, tak jauh dari Pasar Sukawati), Koto Gadang (Agam, Sumatera Barat), dan Kendari. Masing-masing sentra industri tersebut memiliki karakteristik dan kelebihan kerajinan peraknya sendiri-sendiri.
Kotagede sangat terkenal dengan kualitas ukir-ukiran kerajinan peraknya. Ukiran ini biasanya diaplikasikan pada peralatan makan dari perak atau perhiasan yang berukuran relatif besar. Motif ukiran Kotagede umumnya mengambil tema motif bunga, daun, atau motif-motif keraton Yogya yang  menyimpan makna filosofis tertentu.
Pusat kerajinan perak di Desa Celuk, Bali, saat ini merupakan sentra perak yang dianggap paling mampu memenuhi selera pasar luar negeri, menyusul sosialisasi perajin perak Bali dengan importir asing yang sangat baik. Dengan komunikasi yang baik, perajin perak Bali mampu melayani permintaan desain-desain perhiasan/peralatan perak baru yang indah sekaligus sedang tren di pasar konsumen manca negara.
Sentra perak di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Koto Gadang adalah kenagarian setingkat desa, jadi istilah 'Koto' di situ tidak diartikan sebagai kota) telah mendunia sejak 1911, menyusul produknya yang banyak dipesan meneer dan mevrouw Belanda. Handicraft perak Koto Gadang memiliki ciri khas tampilan yang tak begitu berkilau jika dilihat dari dekat, namun justru memiliki kesan yang sangat halus dengan warna perak mirip susu. Kesan keseluruhan yang timbul adalah elegan, anggun, tanpa menyolok mata. Karena kehalusan produknya, produk perak Koto Gadang sesuai jika dipadukan dengan pakaian songket yang juga terkenal akan kehalusan bahan dan desainnya.
Di Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kendari pun telah berkembang sentra kerajinan perak Kendari Werk sejak awal abad ke-20. Ratu Elizabeth II dari Inggris dan Ratu Wilhelmina dari Belanda tercatat pernah memesan perhiasan perak Kendari. Nama Kendari Werk merupakan istilah Belanda, di mana 'werk' berarti karya. Pada tahun 1920, seorang keturunan Tionghoa bernama Djie A Woi memelopori sentra perak di Kendari dengan pola yang rumit namun indah seperti jaring laba-laba (di bawah akan diuraikan bahwa pola ini termasuk golongan perak trap). Karya A Woi ini diketahui oleh pemerintah Hindia Belanda yang kemudian memamerkannya di Amsterdam (1926). Sejak saat itu nama Kendari Werk-pun mendunia. Karakter kerajinan perak Kendari mirip dengan Kotagede yang mengandalkan golongan perak trap.


OK, sekarang kita kembali ke Kotagede. Kotagede (atau sering pula disebut Kutagede) adalah nama sebuah kecamatan di Kota Yogyakarta, Provinsi DIY dengan wilayah administratif arah timur dan selatan berbatasan dengan Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul; sedangkan utara dan barat berbatasan dengan Kecamatan Umbulharjo dan Banguntapan sekaligus. Nama Kotagede menurut cerita masyarakat diambil dari nama kawasan 'Kota Lama Kotagede'.

Ditinjau dari sejarahnya, sebelum tahun 1952 Kotagede menjadi bagian dari Kasunanan Surakarta yang merupakan sebuah enklave bagi Kasunanan Surakarta. Enklave berarti daerah kantong yang terpisah dari wilayah induknya (Kasunanan Surakarta), serta sepenuhnya dikelilingi oleh wilayah lain (Kasultanan Yogyakarta). Kasus serupa pernah terjadi saat Berlin Barat yang merupakan wilayah Jerman Barat (sebelum rumtuhnya Tembok Berlin pada 3 Oktober 1990) terletak sepenuhnya di dalam wilayah Jerman Timur. Contoh negara enklave terkenal adalah Vatikan yang wilayahnya seluruhnya dikelilingi oleh kota Roma. Kurang lebih seperti itulah enklave Kotagede di masa lalu. Bagi Kasultanan Yogyakarta, Kotagede saat itu merupakan eksklave.
Semula Kotagede adalah ibukota Kasultanan Mataram. Selanjutnya kerajaan itu terpecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Rupanya saat terpecah, Kotagede tetap menjadi bagian dari wilayah Surakarta. Sebagai kota tua bekas ibukota kerajaan, Kotagede sebenarnya merupakan heritage yang potensial bagi kemakmuran masyarakatnya.

Peta di atas menunjukkan lokasi dan batas wilayah Kecamatan Kotagede saat ini. Rute yang kami tandai dengan garis merah adalah rute yang selalu kami pilih jika berkunjung ke sentra perak Kotagede dari rumah orangtua kami di daerah Widoro, Bangunharjo (akses Jl. Imogiri Barat). Kami biasa mengambil rute Imogiri Barat, belok kanan di perempatan Ring Road Selatan, lalu belok kiri ke Jl. Imogiri, melewati Terminal Giwangan, terus ke Jl. Pramuka, kemudian belok kanan di perempatan Jl. Tegal Gendu.
Kami tidak menyarankan rute dari timur atau selatan yang melewati Pasar Kotagede (dikenal juga sebagai Pasar Legi, karena tiap hari pasaran Legi pasar ini akan lebih ramai dan padat merayap daripada hari lainnya). Toko-toko perak besar-kecil berjejer di sepanjang Jl. Tegal Gendu dan Jl. Mondorakan. Anda tinggal pilih saja toko perak mana yang ingin dimasuki.


 Suasana sebuah toko perak besar di Kotagede : bangunannya nyaman dan koleksinya memanjakan kita saat memilih-milih produk...


Secara umum, toko besar tentunya memiliki koleksi produk perak lebih banyak dan beraneka. Fasilitas parkir, toilet, mushalla, dan kenyamanan tokonya pun lebih baik dibanding toko kecil. Bahkan di beberapa toko besar, kita bisa melihat cara kerja perajin dalam membuat perhiasan perak. Kita bebas bertanya pada para perajin yang akan menjelaskan segala sesuatu terkait pembuatan kerajinan perak dengan ramah. Itu adalah faktor plus.
 Melihat para perajin perak berkarya. Tampak seorang bapak memutar roda berisi gulungan benang perak (disebut 'fili') sebagai dasar teknik perak trap yang banyak diaplikasikan di Kotagede (foto kiri).
 
Tetapi menurut pengalaman kami ada pula faktor minusnya. Harga produk perak di toko besar sudah fix, dan umumnya lebih tinggi dibanding toko yang lebih kecil. Kita tinggal lihat saja label harganya, lalu bayar di kasir. Di sini kita tidak bisa menawar harga. Para staf toko pun merupakan karyawan yang biasanya tidak terlalu menguasai product knowledge barang-barang perak yang dijualnya. Berbeda dengan toko kecil di mana umumnya kita langsung dilayani oleh pemilik toko yang tentunya berpelngalaman dan menguasai seluk-beluk kerajinan perak. Di toko kecil kita bisa lebih bebas berbincang seputar perak dalam suasana kekeluargaan... hal ini baik bagi Anda yang memang ingin menggali informasi lebih dalam tentang kerajinan perak. Harga pun bisa ditawar.
Juga menurut pengalaman kami, misalnya kita ingin membeli kerajinan perak berbentuk pigura tokoh Pandawa Lima, tetapi kita kurang sreg dengan salah satu tokoh pada pigura yang kita pilih, katakanlah Bima... kita bisa menukar tokoh Bima itu dengan Bima dari pigura lain, atau dari stok toko yang menurut kita lebih baik. Demikian pula jika kotak batik pigura kita rasakan kurang bagus, kita bisa minta dicarikan kotak seukuran yang kondisinya baik. Kita akan senantiasa dilayani dengan ramah di toko yang tidak terlalu besar seperti ini.

Setelah masuk-keluar beberapa toko perak, kami menemukan sebuah toko perak yang sayangnya kami tidak catat nama tokonya, bahkan kami cari-cari kuitansinya pun sudah tidak ada (nama toko akan kami update setelah kami mendapatkan info) yang menurut kami recommended. Tokonya terletak di sebelah kanan jalan jika kita masuk dari arah Jl. Imogiri/Jl. Tegal Gendu seperti peta di atas. Toko ini tergolong kecil, namun koleksinya cukup lengkap. Hanya tersedia ruang parkir bagi 2 atau 3 mobil di depan toko ini.
Ketika itu kami mencari pigura siluet candi Borobodur perak yang akan kami jadikan suvenir bagi rekan China kami. Beberapa bulan sebelumnya, kami pernah membeli pigura Borobudur yang sama yang juga kami hadiahkan pada seorang rekan China. Nah, rupanya rekan China lain yang ketika itu melihat menyukainya dan ingin pula memiliki pigura sejenis. Pigura Borobudur yang telah kami hadiahkan ketika itu kami beli di Pasaraya Blok M seharga sekitar Rp.2 juta, karena saat itu waktunya memang mepet menjelang jadwal keberangkatan, tidak sempat lagi membeli di Kotagede. Toko kecil ini ternyata memliki stok pigura Borobudur.
Dari ngobrol-ngobrol dengan ibu penjaga toko yang sekaligus sang pemilik (dan juga setelah mengeluarkan jurus 'menawar harga yang dahsyat'), kami membeli 2 pigura Borobudur yang sama persis dengan yang sebelumnya seharga hanya Rp.600 ribu/pc. Di sini kami malah bisa memilih-milih Borobudur perak yang terbaik dari stok yang ada (tinggal pasang saja Borobudur terpilih ke dalam pigura). Selain itu kami juga boleh memilih kotak batik terbaik yang ada. Sang ibu penjaga toko rupanya antusias memilihkan stok terbaik karena kami bilang bahwa kedua pigura itu akan kami hadiahkan bagi rekan di luar negeri. Hitung-hitung promosi Indonesia lah...
Masih dari ngobrol-ngobrol, ibu penjaga toko itu juga mengatakan bahwa ia membuka galeri pula di lantai 5 Pasaraya Blok M. Namun tentunya harga jual di Pasaraya jauh lebih mahal ketimbang di tokonya di Kotagede. Bisa jadi kami membeli dari toko milik ibu tadi juga di Pasaraya. Tapi ibu itu tidak tahu karena toko di Pasaraya dijaga oleh stafnya, sementara ia hanya menunggu tokonya di Kotagede.
Selain pigura Borobudur perak, kami juga menghadiahkan pigura wayang kulit khas Indonesia buat rekan China kami. Pokoknya serba tradisional deh... Jenis suvenir pigura sendiri kami pilih karena relatif tipis dan mudah dibawa di dalam travel bag sambil bepergian.


Kemudian jika kita mencermati proses pembuatan handicraft perak, setidaknya ada 3 jenis besar yaitu proses buatan tangan (handmade), proses cetak (casting), dan proses pemesinan (machining).

Perak buatan tangan murni dikerjakan dengan tangan tanpa mengandalkan mesin, sejak proses awal hingga finishing. Proses handmade ini menjadi cikal bakal industri perak Kotagede, bahkan hingga saat ini.
Proses handmade ini berdasarkan jenis materialnya masih dapat dikelompokkan lagi menjadi 2 golongan besar yaitu perak trap/filigree (benang), dan solid (padat).

Pada golongan perak trap, bahan baku berupa perak 97% (komposisi selebihnya adalah tembaga) dilebur, ditempa, dipress, ditarik dengan alat khusus sehingga berbentuk seperti benang (fili) atau kawat. Kemudian kawat perak dibentuk menjadi rangka perhiasan yang disebut kerrawang, yang kemudian diisi dan dimasukkan benang-benang perak sesuai dengan motif yang diinginkan. Terakhir, perhiasan perak yang sudah jadi digosok sampai berkilau.

Pigura Borobudur di atas merupakan contoh perak trap, dimana kerrawang stupanya diisi oleh benang perak lembut yang dipilin dan dipres (dibuat menjadi pelat). Teknik perak trap dapat digunakan pula untuk membuat aneka handicraft berbentuk 3 dimensi seperti miniatur becak, kereta kuda (lihat foto kami di atas), motor harley, rumah gadang, dll., selain hiasan dinding/pigura yang sifatnya lebih 2 dimensi.
Hingga saat ini perak trap memiliki tempat tersendiri di hati penggemar perak karena teknik inilah yang sampai sekarang belum dapat digantikan oleh mesin. Teknik trap inilah yang benar-benar handmade.

Sementara teknik perak solid menggunakan lempengan/pelat perak sebagai bahan utamanya. Pelat seperti ini sangat fleksibel untuk dibentuk menjadi aneka desain hiasan, serta perlengkapan seperti nampan, piring, mangkuk, dll. Foto harley di sebelah kanan menunjukkan contoh teknik perak solid, terutama pada bagian tangki bensin dan spakbor yang dibentuk dari pelat perak. Sementara rodanya ditutupi oleh jalinan benang perak dengan teknik trap.
Perak dengan proses cetak (casting) dewasa ini menjadi opsi produksi kerajinan perak dalam jumlah besar dan waktu yang terbatas. Teknik cetak meliputi yang paling sederhana yaitu dituang (gravity casting), ditekan (injection casting), hingga dengan mesin sentrifugal yang mahal (centrifugal casting). Produk-produk perhiasan yang dijual di pasaran biasanya dibuat dengan mesin sentrifugal.  
Secara umum proses cetak di sini prosesnya diawali dengan pencairan logam perak dan tembaga, kemudian logam cair tersebut dibentuk oleh cetakan yang telah disiapkan sebelumnya. Sekali proses pencetakan dengan mesin sentrifugal bisa menghasilkan puluhan hingga ratusan produk perak. Keuntungan proses cetak adalah hemat waktu, dan produk hasil cetakan akan seragam/sama, tidak seperti proses handmade yang pasti ada perbedaan antar produk. Meski menggunakan alat/mesin, proses akhir (trimming dan finishing) tetap menggunakan tangan, yaitu dengan mengikir atau mengamplas bentuk yang belum rapi. 
Kendala utama proses cetak adalah investasi mesin yang terbilang mahal. Di Indonesia sendiri belum banyak pengusaha yang memiliki mesin casting sendiri.

Terakhir, perak dengan proses pemesinan pada dasarnya mirip dengan casting, sama-sama produksi massal. Hanya saja di sini digunakan mesin produksi (milling, bor, dll.) sebagai ganti mesin casting. Produk yang dibuat dengan mesin biasanya adalah kalung dan gelang rantai. Sama halnya dengan mesin casting, mesin produksi perhiasan ini harganya juga cukup mahal. Di Indonesia kerajinan perak hasil proses pemesinan biasanya berasal dari Jawa Timur.

Satu hal yang harus dipahami ketika akan membeli produk perak adalah sifatnya yang tidak bisa dijual lagi seperti emas. Jadi, produk perak yang Anda beli tidak bisa dijadikan instrumen investasi. Sekali Anda membeli gelang perak misalnya, maka gelang tersebut adalah memang untuk dipakai.
Pastikan juga Anda tidak memiliki alergi tertentu pada perak/bahan logam secara umum. Jika Anda cenderung alergi (biasanya ditandai oleh gejala kulit gatal-gatal dan memerah di sekitar produk perak yang Anda kenakan, lebih baik beli saja perak untuk hiasan rumah/dinding.
So, selamat berburu perak di Kotagede...

Must have item...
Ranting inul mawar silkworm cocoon-like tipe-C oranye excellent set (dengan vas kayu 45cm), Rp. 250.000/set

Tidak ada komentar:

Posting Komentar