Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Rabu, 09 Januari 2013

Desa Wisata Krebet Jogja, Sentra Produksi Batik Kayu

Libur akhir tahun 2012 kami sekeluarga habiskan di Jogja. Yah... sekalian silaturahmi dengan keluarga besar kami di kampung, hehehe...
Saat itu, kami menyempatkan diri untuk mengunjungi Desa Wisata Krebet (huruf 'e'-nya dibaca seperti huruf 'e' pada kata 'enak', bukan 'e' pada kata 'penuh'... trust me, kalau dibaca dengan huruf 'e' pada kata 'penuh', orang-orang akan bingung jika Anda menanyakan arah desa ini karena tidak dikenal) yang terkenal dengan handicraft batik kayunya.
Kami mengambil rute Ring Road Selatan belok kiri ke selatan ke arah pabrik gula Madukismo, terus mengikuti arah papan penunjuk jalan resmi yang dipasang oleh Pemda Jogjakarta. Rute ini ternyata mengharuskan kita untuk melalui jalan cukup sempit yang mendaki curam saat mendekati lokasi Krebet. Saat pulang kami mengambil rute berbeda yang ternyata justru lebih nyaman dilalui, yaitu yang menuju ke ujung barat jalan Kasongan (menuju Desa Wisata Gerabah Kasongan). Saran kami jika Anda ingin berkunjung ke Krebet, ambil rute dari Kasongan, walaupun tidak ada papan penunjuk arah resmi dari Pemda setempat. 
Kalau mau jujur, akses dan kondisi Desa Wisata kasongan lebih baik dan tertata dibanding Krebet. Namun demikian, Krebet tetap menyimpan keunikan dan pesonanya tersendiri.
Berikut foto-foto yang berhasil kami abadikan saat berkunjung ke Krebet. Enjoy...

    peta Krebet yang kami scan dari kartu nama salah satu galeri

 pemandangan Krebet, tampak patung semar icon Krebet di kejauhan
 salah satu galeri yang kami kunjungi
 produk-produk batik kayu khas Krebet

Asal-Usul Desa Krebet
Dahulu, pedusunan Krebet merupakan bentangan hutan yang berada di atas bukit Selarong, dan belum memungkinkan untuk dijadikan tempat pemukiman penduduk. Sedangkan tumbuhan yang ada saat itu kemungkinan hanyalah semak-semak perdu dan beberapa jenis pohon kayu yang pada waktu itu tidak berharga.
Lama-kelamaan dari masyarakat dari seberang timur dan barat mencoba membuka hutan tersebut untuk pertanian. Salah satu tokoh pembuka hutan saat itu (sekitar 6 generasi yang lalu) adalah nenek Kasem. Untuk menyebut tempat/hutan yang baru dibuka ini, beliau menisbatkannya dengan pohon terbesar dan mudah dikenali yang tumbuh di daerah ini, yang ternyata adalah pohon Krebet yang hingga saat ini masih ada di perempatan dekat dengan Sanggar Punokawan dan di Sendang Tirto Waluyo. Namun demikian, sampai sekarang sebagian masyarakat masih pula menyebut dusun Krebet dengan sebutan 'ngalas' dari kata alas (hutan), karena dahulunya daerah ini memang merupakan hutan lebat. 
Hutan yang telah dibuka itu kemudian diolah menjadi lahan pertanian. Tanaman yang dibudidayakan pada waktu itu berupa palawija, polo kapendhem, polo gumantung, dan polo kasimpar. 
Buah andalan untuk penghasilan sampingan pada waktu itu adalah jambu klutuk. Namun karena pertanian sifatnya musiman dan hanya mengandalkan pengairan tadah hujan, sebagian warga kemudian mengembangkan kreativitas pembuatan kerajinan yang berupa alat rumah tangga seperti gayung air dari tempurung kelapa (siwar), sendok sayur (irus), takaran beras (beruk), tempat minum jamu (cawik), dll. Pembuatan kerajinan dari bahan kayu ini bertahan, bahkan terus berkembang hingga sekarang.
Hasil pertanian dan kerajinan itu secara tradisional dijual ke pasar terdekat yaitu Pasar Bantul dan pasar 'adang–adangan' di tepi jalan menuju jalan besar dengan transportasi jalan kaki. Sebagian ada juga yang dijual di Pasar Negoro (Beringharjo) yang berada cukup jauh dari desa Krebet di pusat kota Jogjakarta.
Seiring berjalannya waktu, karena daerah ini terletak di perbukitan dengan curah hujan rendah, sedikit demi sedikit tingkat kesuburan tanah di desa Krebet menurun. Hal ini berdampak kurang baik terhadap aktivitas pertanian, sehingga makin banyak orang yang beralih ke kegiatan kerajinan. 
Jambu klutuk sendiri pun berangsur berkurang karena kalah bersaing dengan jambu klutuk bangkok yang kian banyak dibudidayakan dan harganya pun cukup murah.  Saat ini kebun jambu klutuk bisa dikatakan tingal cerita, karena masyarakat Krebet telah menggantinya dengan pohon-pohon asam, jati, akasia, dan mahoni yang lebih bernilai ekonomis, serta menjadi bahan baku kerajinan batik kayu khas Krebet.
Praktis sejak tahun 1980-an, masyarakat Krebet telah mengandalkan kegiatan perekonomian desa dari aktivitas kerajinan kayu, seperti yang saat itu dipopulerkan oleh seorang tokoh bernama Bapak Gunjiar. Ketika itu beliau mengembangkan jenis kerajinan topeng kayu dengan aneka jenis finishing, termasuk yang kemudian menjadi ciri khas desa Krebet yaitu batik kayu.



 pembuatan batik kayu : menjemur produk kayu yang baru dibatik di luar workshop
 patung semar setinggi sekitar 4 m di perempatan Desa Krebet sekaligus icon desa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar