Di
mana ada kemauan, pasti ada jalan. Tamsil kuno inilah yang mengantarkan
kesuksesan Gideon Hartono untuk membesarkan Apotek K-24.
Gideon
lulus kuliah dengan gelar dokter pada 1990. Ia pun tertarik menjadi
dokter spesialis mata. Sayang, pemerintah Orde Baru "memangkas"
kesempatan bagi warga keturunan China untuk berkembang. Gideon pun
akhirnya hanya menjadi dokter di Puskesmas Gondokusuman II, Yogyakarta.
"Saya melayani pengemis, pengasong, tukang becak," ujar dia.
Nah,
ide mendirikan apotek muncul ketika suatu malam ia kesulitan mencari
obat karena tak ada apotek yang buka. Dari situ, Gideon ingin memiliki
apotek yang buka 24 jam sehari dengan obat yang komplet. "Modalnya
sekitar Rp 400 juta. Sebagian dari tabungan hasil lomba fotografi yang
pernah saya ikuti," kata dia.
Sebelum membuka apotek pertamanya
itu, Gideon sama sekali tidak melakukan riset pasar. Ia juga tidak ambil
pusing apakah apoteknya nanti diterima atau tidak oleh konsumen. Ia
hanya mengandalkan tekad. "Saya tidak punya latar belakang pendidikan
ekonomi. Manajemen bisnis saya pelajari dari buku-buku," ujar Gideon.
Maka,
beroperasi jugalah apotek yang bernama Komplet-24 (K-24) pada 2002.
Komplet artinya lengkap, dan 24 adalah waktu buka. Dia membuat logo
apotek dengan tiga warna yang mewakili keragaman suku dan budaya di
Tanah Air. "Hijau menandakan masyarakat dominan muslim, merah berarti
kaum nasrani, dan kuning untuk kaum Tionghoa," papar Gideon.
Ternyata
dalam perjalanannya, masyarakat menerima kehadiran Apotek K-24. Sejak
buka pertama kali pada 24 Oktober 2002 di Jalan Magelang, Yogyakarta,
jumlah pengunjung terus meningkat. Keberhasilan apotek pertama itu
memacu semangat Gideon untuk membuka apotek baru di tempat lain. Pada
2003, Gideon pun menambah dua outlet K-24 lagi di Jalan Gejayan dan
Jalan Kaliurang.
Dua tahun kemudian, persisnya pada 24 Februari
2005, ia mulai melebarkan sayap ke Semarang. "Saat itu semua sudah
diwaralabakan," kata dia.
Gideon mengaku tidak mengira jika potensi pasar apotek di Yogyakarta dan Semarang begitu besar. Ini
terlihat dari omzet setiap outlet terus meningkat. Saat ini, setiap
gerai berhasil mencatat transaksi antara 350-500 item obat setiap bulan
dengan nilai penjualan antara Rp 250 juta-Rp 300 juta.
Tapi, saat
itu Gideon tidak mau serakah mengambil keuntungan dari obat yang
dijualnya. Padahal, kalau mau ia bisa melahap margin hingga 40% dari
omzet. "Saya hanya mengambil sekitar 17% sampai 25% saja. Sisanya biar
konsumen yang menikmati," cetus Gideon.
sumber : http://www.eciputra.com/berita-3686-belajar-dari-strategi-pemasaran-k24.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar