Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Selasa, 17 Januari 2012

Oleh-Oleh dari Puspa Iptek Sundial : Rahasia Kursi Paku Sang Fakir (The Secret of Fakir's Nail Chair)

Belum lama, kami sekeluarga mengunjungi Puspa Iptek Sundial di Padalarang. Lokasi Sundial yang tak jauh dari gerbang tol Padalarang (tepatnya di Kota Baru Parahyangan) membuatnya sebenarnya sangat mudah dijangkau bagi pelancong dari mana saja, terutama dari Jabodetabek. Kegiatan yang bisa dilakukan di sini memang tak jauh-jauh dari aktivitas belajar sambil bermain, mengingat fasilitas yang dimilikinya sebenarnya memang berupa alat-alat peraga iptek. Namun berkunjung ke Sundial terasa menyenangkan karena suasana 'belajarnya' yang fun. Nyaris tak terasa seperti sedang belajar.
jam matahari vertikal di pintu masuk
Puspa Iptek Sundial adalah wahana pendidikan yang terletak di kawasan Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Bandung. Puspa Iptek Sundial diresmikan pada tanggal 11 Mei 2002, bertepatan dengan momen Hari Pendidikan Nasional. Keberadaan Gedung Puspa Iptek merupakan upaya penting bagi perwujudan Kota Baru Parahyangan sebagai Kota Mandiri yang berwawasan Pendidikan. 
Mulai tahun 2013 area alat peraga di Puspa Iptek Sundial juga diperluas serta fasilitasnya diperlengkap, seiring dengan semakin tingginya minat dan kepedulian masyarakat terhadap dunia sains dan teknologi.
Nama Puspa Iptek Sundial merupakan perpaduan antara Puspa Iptek dan Sundial. Puspa Iptek adalah singkatan dari Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sedangkan Sundial berarti jam Matahari. 
Kata Sundial tersebut melekat karena Puspa Iptek berada di sebuah bangunan yang unik. Keunikannya adalah gedungnya sekaligus berfungsi ganda sebagai jam Matahari. Jam Matahari yang terdapat di Puspa Iptek pun tidak hanya satu, melainkan dua buah yaitu jam Matahari horizontal dan jam Matahari vertikal yang terpadu menjadi satu kesatuan. 
jam matahari horizontal raksasa Puspa Iptek
Jam Matahari horizontal yang terdapat di Puspa Iptek itu juga merupakan jam Matahari horizontal terbesar di Indonesia. 
Atas keunikannya itu, Puspa Iptek Sundial mendapatkan 2 buah penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI), yaitu untuk kategori Jam Matahari Terbesar di Indonesia dan Jam Matahari Vertikal dan Horizontal Terpadu Pertama di Indonesia. 
Satu di antara puluhan alat peraga yang sangat anak-anak kami minati adalah kursi paku. 
Tahu kan kursi paku? Itu lho, kursi penuh paku yang suka diduduki oleh para fakir dari India. 
Tokoh favorit kami, sang wartawan Tintin saja dalam salah satu komik petualangannya pernah bertemu dengan fakir yang selalu duduk di atas kursi paku.
Meski awalnya takut-takut mencoba, akhirnya anak-anak kami berani juga mencoba duduk di atasnya. 
Dalam lanjutan perjalanan ke rumah mertua kami di Bandung, anak-anak tak habis-habis bertanya ini itu seputar sang kursi paku. Pertanyaan-pertanyaan berbau ilmiah begini untungnya sudah menjadi makanan sehari-hari untuk suami kami, yang dengan panjang lebar kemudian menjelaskan rahasia kursi paku sang fakir. Anda-anda juga mau tahu? Begini kurang-lebih penjelasan suami kami ketika itu :
Kebiasaan para fakir yang sekaligus berguna untuk menunjukkan kemampuan supranatural serta kedekatan mereka dengan para dewa ini mulai berkembang pada sekitar 2000 tahun sebelum masehi (SM). Sejak 2000 SM pula lah jutaan orang dibuat berdecak kagum oleh kemampuan ini. “Luar biasa!” demikian mungkin seru mereka.
Ya, mungkin tampak luar biasa. Namun demikian, iptek ternyata memiliki penjelasan berbeda atas kemampuan duduk di atas kursi paku ini. Penjelasan yang sesungguhnya bertolak belakang dengan kesan ajaib yang ditimbulkannya. Iptek justru mengatakan bahwa semua orang sebenarnya bisa melakukan pertunjukan duduk di atas kursi paku! Perhatikan gambar di bawah :


Gambar di atas menunjukkan seorang fakir yang sedang duduk bersila di atas kursi pakunya. Jika diperhatikan pula, sang fakir selalu sengaja mengatur paku-paku tersebut saling berdekatan satu sama lain. Entah kursi atau pun ranjang paku umumnya memiliki paku-paku yang disusun rapat-rapat.
Pertanyaannya : apa tujuan menyusun paku serapat ini? Apakah memang ini rahasia di balik pertunjukan duduk atau berbaring di atas paku?
Katakanlah kondisi saat fakir duduk di atas kursi paku adalah sbb. :
bambu minimalis set, Rp. 150.000
  • Massa tubuh sang fakir 50 kg.
  • Jarak antar paku pada kursi yang diduduki 1 cm.
  • Sikap duduk sang fakir melingkupi daerah yang secara garis besar berukuran 30 x 40 cm. Artinya, terdapat tak kurang dari 31 baris x 41 kolom paku = 1271 buah paku yang menopang tubuh sang fakir.
  • Maka, massa tubuh sang fakir akan terbagi rata ke seluruh 1271 buah paku tersebut.
  • Jadi, tiap paku akan menerima beban 50 kg / 1271 paku = 0.039 kg alias hanya sekitar 39 gram.
  • Di sini berlaku hukum gaya aksi-reaksi antara paku dengan bagian tubuh sang fakir yang bersentuhan dengan paku-paku tersebut. Artinya, bagian tubuh sang fakir pun seolah hanya ditusuk oleh paku dengan beban 39 gram. Beban seringan ini tak akan membahayakan atau melukai kulit sama sekali, apalagi jika sang fakir mengenakan kain atau bahan lain sebagai celananya. Kain akan semakin memperkecil efek pembebanan paku terhadap kulit tubuhnya.

Sebagai gambaran, kulit di daerah telapak tangan manusia yang amat peka umumnya baru akan mulai dapat merasakan tusukan paku jika paku tersebut dibebani massa 100 gram. Beban 39 gram belum akan terasa oleh kulit telapak tangan, apalagi kulit di bagian lain yang tidak sepeka kulit telapak tangan.
Sehelai kain katun (bahan kemeja biasa) bahkan dapat meredam efek tusukan paku sehingga kulit dibalik sehelai kain tersebut baru akan mulai dapat merasakan tusukan paku pada angka beban 400 gram.

         Jadi, mengurangi jumlah paku pun sebenarnya masih memungkinkan bagi sang fakir sehingga beban yang dirasakannya bertambah menjadi 100 gram. Nilai beban 100 gram toh belum akan membahayakan kulit sang fakir. Dengan cara perhitungan yang sama akan didapatkan :
  • Jumlah paku = 50 kg / 0.1 kg tiap paku = 500 buah paku.
  • Karena luas daerah duduk sang fakir tetaplah 30 x 40 cm, maka kini alas duduk sang fakir cukup memiliki sekitar 500 buah paku yang didapat dari konfigurasi 18.18 baris x 25 kolom paku.
  • Konfigurasi baris x kolom paku tersebut diperoleh dengan jarak antar paku sekitar 1.6 cm, tidak lagi 1 cm seperti contoh sebelumnya.
Pigura 3D bunga bola (60*20*tebal 4 cm), Rp. 75.000/pigura
           
Dari penjelasan di atas, susunan rapat paku pada kursi atau ranjang paku sang fakir memang merupakan kunci keberhasilan mereka dalam pertunjukan ini. Semua orang sebenarnya dapat melakukannya asal mengetahui rahasianya.
Namun demikian, meditasi dan latihan berulang-ulang yang menempa tubuh sang fakir memang akan membuat mereka memiliki ketahanan lebih terhadap efek tusukan paku dibandingkan orang biasa (yang tak pernah berlatih). Jika kulit orang biasa mulai dapat merasakan tusukan paku pada angka beban 100 gram, maka sang fakir berkat latihan berulangnya akan dapat lebih menahan rasa sakit akibat tusukan paku ke angka 200 gram atau lebih tinggi tanpa terluka.

Kesimpulannya : menurut iptek, pertunjukan duduk atau berbaring di atas alas paku sangat mungkin dilakukan oleh semua orang selama susunan pakunya cukup rapat tanpa melibatkan unsur supranatural/mistik sama sekali.

Entah benar-benar paham atau tidak, anak-anak kami mendengarkan dengan serius penjelasan ayahnya. Dan tak terasa, kami pun tiba di rumah mertua yang kami tuju untuk menghabiskan liburan akhir pekan saat itu.


 



Jangan dilewatkan :
Kami melayani pesanan khusus terkait warna maupun desain produk.
Ranting inul mawar silkworm cocoon-like ungu tipe-C minimalis (vas kayu 45 cm), Rp. 175.000/set

Informasi mengenai fasilitas edukasi serupa di Jogjakarta (Taman Pintar Jogjakarta) dapat dibaca di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar