Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Selasa, 10 April 2018

Jalan-Jalan ke Museum Geologi Bandung

Museum Geologi Bandung berlokasi di Jl. Diponegoro, tak jauh dari Gedung Sate. Gedung klasik bergaya art deco rancangan arsitek Belanda Ir. Menalda van Schouwenburg yang sarat sejarah ini sudah difungsikan sejak Mei 1928, ketika itu sebagai laboratorium geologi yang bertugas untuk melakukan penyelidikan kebumian dan sumber daya mineral.
Lokasinya yang strategis dan dilewati oleh banyak rute kendaraan umum sebenarnya membuat museum ini memiliki potensi untuk sering dikunjungi masyarakat. Tetapi - setidaknya sebelum tahun 2000 - akibat gaya penyajian koleksi museum yang masih statis dan menjemukan khas museum jadul, ketika itu tak banyak warga yang berminat datang kemari. 
Menurut suami kami yang pada periode 1994-1998 kuliah di Bandung, pengunjung sangat sepi. Beberapa kali ia masuk ke museum ini sebagai pengisi waktu saja justru manakala ia sedang menghadiri acara resepsi yang ketika itu sering diadakan di aula museum.

Alhamdulillah kesan ini berubah total sejak revitalisasi Museum Geologi pada 1999 hingga diresmikan oleh Ibu Megawati pada Agustus 2000 yang melibatkan konsultasi dari pemerintah Jepang, bisa dikatakan Museum Geologi Bandung memasuki era baru desain museum modern yang sangat-sangat-sangat kekinian.
Kami sekeluarga berkesempatan berkunjung ke museum ini pada Desember 2017 lalu. Tiket masuk sangat murah menurut kami untuk ukuran museum jaman now : Umum @ Rp. 3000, dan Pelajar/Mahasiswa @ Rp. 2000 (foto di atas). Pada lembar tiket tersebut juga tercantum jam operasional museum, alamat, serta website yang dapat diakses. Hmmm... cukup informatif.

Area parkir mobil museum tersedia di bagian samping bangunan. Kapasitasnya cukup besar. 
Dari arah pintu gerbang kita harus berjalan ke arah kanan untuk menuju loket tiket.
Di sepanjang jalan ke arah pintu masuk gedung terdapat beberapa koleksi museum outdoor seperti fosil batang kayu yang sudah membatu layaknya sebongkah batuan besar. 
Ada lagi koleksi mesin tambang kecil bertuliskan 'exspan' dan mata bor.
Di depan bangunan ketika itu tampak berjejer beberapa stand jajanan yang menawarkan aneka makanan dan minuman ringan. Boleh juga jajan dulu di sini, tapi sebaiknya makanan dan minuman tersebut kita habiskan dulu sebelum masuk ke museum agar tidak berpotensi mengotori koleksi museum.

Pada foto di atas, loket tiket tampak berada di pojok gedung di samping kanan pintu yang dinaungi kanopi hijau. Pintu berkanopi hijau itu adalah akses ke toko suvenir Geo Museum Store. Sebelum masuk, jangan lupa untuk berfoto dulu di entrance museum yang instagramable tersebut, ya.

Di dalam, tampak fosil seekor gajah setinggi sekitar 4m yang berdiri tegak di tengah-tengah ruangan (foto di bawah).
Dari papan informasi, fosil tersebut adalah Gajah Blora (Elephas hysudrindicus) yang pada tahun 2009 rupanya secara spektakuler ditemukan nyaris utuh dalam suatu survei di tepian Bengawan Solo. Proses penggalian dan rekonstruksi fosil ini membutuhkan waktu 4 tahun... lama juga ya. 
Dari hasil penelitian lanjutan, gajah jantan dewasa ini hidup sekitar 165.000 tahun lalu di kawasan aliran Bengawan Solo purba. Berat Gajah Blora purba jantan sperti ini diperkirakan sekitar 6-8 ton. Namun kemudian spesies ini punah, dan Allah menciptakan spesies gajah baru sebagai penggantinya, hingga saat ini.


Dari fosil gajah, kita bisa masuk ke sayap kiri (barat) atau kanan (timur) gedung. Ketika itu kami memilih belok kiri lebih dulu. Ruang sayap barat disebut Ruang Geologi Indonesia, berisi beberapa bilik yang menampilkan informasi tentang hipotesis terjadinya bumi dan tata surya, tatanan tektonik regional yang membentuk struktur batuan nusantara yang disajikan dalam bentuk maket model gerakan lempeng-lempeng kerak bumi yang menarik, keadaan geologi kepulauan Indonesia, serta beberapa fosil purba.



Ketika itu kami masuk berbarengan dengan rombongan mahasiswa sehingga suasana di dalam museum cukup ramai. Ruangan sayap barat ini nyaman karena full AC. Penataan koleksinya pun menarik dan sangat menunjang proses belajar dengan menyenangkan.
Koleksi museum berupa contoh mineral dan batuan dari berbagai penjuru dunia menurut kami sangat informatif, misalnya sampel material kristal quartz (foto di atas) dan amethyst geode dari Brazil berwarna biru keunguan yang misterius (foto di sebelah kanan).
Museum ini juga menyajikan film dokumenter tentang geologi yang edukatif (foto di bawah). Sayangnya karena anak-anak tampaknya belum terlalu tertarik dengan materi yang cukup berat seperti ini, maka kami tidak terlalu lama dapat memperhatikan pemaparannya.  Anak-anak terlihat masih lebih tertarik untuk mencermati bentuk dan warna bebatuan serta mineral lain yang tersaji di sini, yang sebelumnya hanya mereka ketahui dari buku. Hmmm... bagus juga sih, karena paling tidak mereka sekarang tahu bentuk asli dari hal-hal tersebut. 





Di sini juga kami mempelajari hal yang menarik tentang Danau Toba, bahwa ternyata letusan Gunung Toba pada sekitar 75.000 tahun yang lalu tercatat sebagai erupsi terbesar di dunia selama kurun 2 juta tahun terakhir. 
Letusan ini menguras habis dapur magma hingga terjadi amblasan tanah berbentuk kaldera yang sangat luas, yang kemudian terisi air hujan membentuk danau yang disebut Danau Toba.
Super volcano Toba yang dahsyat itu diprediksi memuntahkan hingga 2800 km kubik material vulkanik yang menyelimuti punggung bukit barisan Sumatera bagian tengah, dan abunya menyebar ke seluruh Asia Tenggara. 

Selain materi edukasi tentang Danau Toba di atas, hal lain yang tampak menarik minat anak-anak kami adalah seputar pembentukan daerah karst (kapur) yang ditemukan terutama di bagian selatan Pulau Jawa.
Anak-anak kami ribut mengomentari materi peraga tentang terbentuknya stalaktit, stalakmit, dan tiang batu yang memang umum dijumpai di daerah karst, yang rupanya sudah mereka pahami dari pelajaran di sekolah.
Tapi ujung-ujungnya mereka jadi ingat dan menagih janji kami untuk bertandang ke Gua Pindul, Gunung Kidul, Jogjakarta, yang memang terkenal sebagai kawasan wisata pegunungan kapur di kawasan selatan Propinsi DIY. Iya deh.... in sya Allah kita ke sana, tapi jangan pas masa liburan ya... karena kawasan wisata karst di Gunung Kidul ini memang selalu teramat sangat penuh sesak setiap kali liburan tiba.

Tabletop anggrek bulan ungu bahan kain dengan vas partisi kayu black glossy @ Rp. 75rb/set, update & detil klik di sini...

Selesai berputar-putar di sayap barat, kami pindah ke sayap timur bangunan yang secara umum berisi sejarah pertumbuhan dan kehidupan makhluk hidup primitif hingga jaman modern. Sayap timur ini lebih panas dibanding sisi barat karena sebagian ruangannya langsung bersambungan dengan pintu keluar yang non AC.

Panel-panel peraga yang menghiasi dinding ruangan berisi tentang prediksi keadaan bumi pada 4,5 milyar tahun lalu, kemudian saat makhluk hidup sederhana mulai diciptakan Allah di bumi, meningkat menjadi makhluk amfibi, hingga reptilia raksasa bertulang belakang yang hidup pada Masa Mesozoikum (210-65 juta tahun lalu), terus hingga masa yang lebih modern. 

Kami menyukai berbagai artefak dan fosil hewan serta tumbuhan purba yang disajikan di sayap timur ini. Jadi ingat dulu saat masih anak-anak kami sering bermimpi menemukan fosil cangkang kerang, kepiting, atau hewan laut lain saat pergi ke pantai. Mengamati karang pantai untuk mencari bentuk-bentuk mirip fosil seperti trilobita Xystridura (foto sebelah kiri) atau daun paku-pakuan Pecopteris (foto sebelah kanan) layaknya peneliti... tapi kemudian bosan dan kembali memilih bermain air saja di pantai seperti bocah-bocah lain yang periang. 




Pada area dinding sisi selatan gedung, pusat perhatian adalah replika fosil Tyrannosaurus rex Osborn setinggi 6,5m yang meski ternyata tidak asli tetapi tampak amat realistis. 
Selain itu, di sisi ini berjejer beberapa fosil mamalia purba seperti fosil kuda nil Masa Pleistosen setinggi 1m (Hypotatamus sivalensis Koenigswald) yang ditemukan di Jawa Tengah dalam keadaan sekitar 30% belulang. Ada lagi fosil badak jawa Masa Pleistosen setinggi 1,3m (Rhinoceros sondaicus Desmarest) yang ditemukan di Jawa Timur.
Selain itu kami masih melihat fosil kerbau purba dan gajah purba yang cukup lengkap, selain fosil tengkorak atau beberapa bagian tubuh yang tidak lengkap dari hewan-hewan sejenis rusa, buaya, hingga tempurung tubuh kura-kura primitif.
Bagi anak-anak kami, koleksi spesimen dan artefak di bagian ini tampaknya menjadi salah satu favorit mereka. Tak henti mereka mencoba membandingkan bentuk fisik fosil tersebut dengan gambar-gambar yang selama ini sudah mereka kenal lewat buku-buku ilmu pengetahuan.

Materi lain yang juga berharga di bagian ini adalah sejarah danau purba (cekungan) Bandung, lokasi di mana Kota Kembang saat ini berada. Para ahli geologi memperkirakan bahwa danau kuno ini sudah terbentuk sejak 135.000 tahun silam. Lalu pada gilirannya daerah tepian danau dihuni oleh manusia prasejarah yang dibuktikan dengan ditemukannya beragam artefak masa paleolitikum hingga neolitikum di daerah Dago Pakar dan sekitarnya. 

Salah satu spesimen yang walaupun berukuran hanya kecil saja tetapi cukup mencuri perhatian kami adalah fosil ikan yang ditemukan di Jerman dalam keadaan lengkap (foto di sebelah kanan). 
Ternyata tulang-tulang badan ikan purba yang berukuran cukup halus ini terawetkan dengan nyaris sempurna dan sangat detail.

Panel terakhir yang kami cermati berada di sayap timur ini adalah tentang manusia purba, dan penggolongan ras manusia hingga era modern (foto di bawah).
Tampak dari peta persebaran manusia di dunia bahwa secara umum terdapat 3 ras besar berdasarkan ciri genetisnya yaitu negroid (ditandai warna coklat), kaukasoid (pink), dan mongoloid (kuning). Namun demikian para ahli juga berpendapat bahwa tidak ada manusia modern yang memiliki ras genetik murni karena faktor percampuran antar ras yang telah terjadi sejak lama.


Oke, lantai 1 sudah selesai dijelajahi, lanjut naik ke lantai 2. Lantai atas ini terbagi menjadi ruang tengah dan timur yang bertema 'geologi untuk kehidupan manusia'. Sedangkan ruang barat tampaknya digunakan oleh staff museum sebagai ruang kerja.
Ruang tengah berisi fokus informasi pertambangan emas di situs Grasberg, Papua. Sementara Ruang timur terbagi menjadi 7 bilik yang lebih kecil  yang seluruhnya menyajikan informasi terkait aspek positif dan negatif tata geologi bagi kehidupan manusia, termasuk hal kegunungapian mengingat kita di Indonesia ini hidup di daerah ring of fire, serta aspek-aspek eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral, khususnya di Indonesia.
Sayangnya karena kami dan anak-anak sudah mulai lelah manakala mengeksplorasi ruang-ruang koleksi di lantai 2 ini, maka kami terkesan hanya melihat-lihat secara lebih ringkas saja materi peraga di sini. Tak seperti sebelumnya di lantai dasar yang lebih mendetail.
Desain interior dan teknis penyajian benda-benda koleksi di lantai 2 ini mirip dengan suasana di sayap barat lantai 1. Ruangan full AC yang nyaman dengan visualisasi berciri museum modern.
Sama seperti di lantai 1, di sini pun kami terus bersama-sama dengan rombongan mahasiswa yang rajin memperhatikan beragam artefak dan mencatat, dan juga tak kalah giatnya dalam berfoto-foto selfie... Nggak apa-apa sih, toh di Museum Geologi Bandung ini memang banyak spot yang menarik untuk berfoto.






Turun dari lantai 2, kami keluar dari gedung museum lewat toko suvenir Geo Museum Store yang terlihat juga didesain dengan baik.seperti ruang koleksi yang telah kami jelajahi sebelumnya.
Toko suvenir ini ternyata baru diresmikan pada akhir Desember 2016, jadi memang masih tergolong baru dibandingkan dengan gedung museum dan koleksinya yang telah masuk fase operasional sejak tahun 2000.
Beberapa suvenir populer yang bisa kita temukan di sini di antaranya baju, kaos, jaket, gantungan kunci, serta beberapa jenis batuan/mineral kecil yang bisa dijadikan buah tangan. Selain itu terdapat pula tempat pengolahan batu mulia dan foto booth 3D. 


Yups, dengan demikian selesailah sudah jalan-jalan sekitar 1,5 jam kami mengeksplorasi Museum Geologi Bandung. 
Keluar dari gedung museum, lagi-lagi anak-anak mengajak jajan di beberapa stand yang tetap beroperasi meski gerimis ringan qadarullah turun mengguyur bumi.  
Secara keseluruhan kami angkat jempol buat pengelola Museum Geologi Bandung yang menurut kami telah berhasil menyajikan pengalaman belajar ilmu kebumian dengan cara yang menark dan menyenangkan. Agar dipertahankan dan ditingkatkan terus ya, Pak/Bu...

2 komentar: