Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Kamis, 15 Februari 2018

Jalan-Jalan ke Punthuk Setumbu, Magelang

Wisata alam Punthuk Setumbu belakangan kian populer terutama di kalangan pemburu sunrise. Jualan utama spot ini adalah menikmati matahari terbit di balik Candi Borobudur ternama. Kondisi sunrise ideal di sini tentunya saat matahari sudah naik agak tinggi, ketika siluet Borobudur telah cukup jelas terlihat dan kabut menyelimuti perbukitan di sekitar candi Budha terbesar di dunia ini. Early sunrise saat suasana masih gelap kami anggap belum mampu menampilkan kecantikan spot ini secara maksimal, karena sosok Borobudur sendiri justru belum terlihat. Foto panorama Borobudur dari ketinggian bukit Punthuk Setumbu menjelang tengah hari seperti foto di bawah...

Kami memang tidak sedang mengejar sunrise ketika kami datang ke Punthuk Setumbu pertengahan Desember 2017 lalu. Saat itu kami baru mulai jalan dari rumah di bilangan Sewon, selatan Jogjakarta, sekitar pukul 8 pagi. Rute yang kami ambil adalah via Ringroad arah Gamping, lalu belok kanan ke arah utara menuju Jl. Magelang, via Muntilan, lalu seperti biasa belok kiri ke Jl. Soekarno-Hatta menuju kompleks Candi Borobudur setelah sebelumnya melewati candi Mendut tepat di sisi kanan jalan raya ini. 
Masjid Al Ikhlas, Borobudur
Setiba di sekitar pintu masuk ke area parkir candi (Jl. Balaputradewa), sesuai dengan panduan/artikel yang kami pelajari sebelumnya di website, kami belok kanan menuju Jl. Medang Kamulan untuk masuk ke area Punthuk Setumbu lewat akses Restoran Plataran. Saat itu kami tak menjumpai sepotong informasi pun mengenai lokasi apa yang harus di-tag untuk menuju spot ini. Jadilah kami hanya mengira-ngira saja lewat google maps. Patokan kami saat itu hanyalah bahwa kami harus belok kiri di sekitar Masjid Al Ikhlas. Tetapi tepatnya di jalan yang mana kami benar-benar blank.
Sebelum tiba di Masjid Al Ikhlas, kami sebenarnya mendapati jalan ke arah kiri. Sempat menduga-duga apakah jalan ini tepatnya... tapi karena jalannya kecil kami jadi agak ragu. Kami putuskan untuk berhenti dulu di Masjid Al Ikhlas di tepi kiri jalan, istirahat/shalat duha, dan bertanya pada pemilik warung di pelataran masjid. Jawabannya ternyata betul kami harus masuk di jalan kecil tadi.
Tepat saat masuk ke jalan kecil itu, kami berpapasan dengan mobil ber-plat B lain yang juga tampak kebingungan. Kami memberitahu bahwa Punthuk Setumbu benar masuk via jalan itu. Di mulut jalan ada seorang pemuda bersepeda motor yang menawarkan jasa mengantar wisatawan hingga ke puncak Setumbu. Menurutnya lokasi Punthuk Setumbu belum ada tagging-nya di google maps, dan rutenya sempit serta berkelok... agak sulit bagi yang belum tahu untuk sampai ke sana. Namun karena dari artikel web kami berkesimpulan bahwa rutenya sih sebenarnya tidak begitu sulit, maka kami menolak tawaran pemuda itu.  Akibatnya, kami juga tidak tahu berapa tarif yang dipatok untuk jasa antar ini. Ternyata.... benar sih bahwa rute jalan desa ke puncak itu agak membingungkan. Mengandalkan informasi dari web dan sempat 2 kali bertanya pada penduduk setempat, alhamdulillah kami tiba juga di lokasi. Butuh hampir 2 jam berkendara dari rumah kami di Jogja sampai parkiran Setumbu (termasuk berhenti di Al Ikhlas dan bertanya-tanya arah ke penduduk).
Rute dari akses jalan Jogja-Magelang di dekat Borobudur yang kami ambil ketika itu adalah seperti gambar di bawah :

Belakangan kami menyadari bahwa setidaknya terdapat 3 opsi rute ke Setumbu yang semua sebenarnya mengarah ke posisi tagging 'Masjid Baitul Muttaqin Karangrejo' (gambar di bawah). Bagi Anda yang hendak menuju Punthuk Setumbu kami sarankan men-tag posisi Masjid Baitul Muttaqin Karangrejo ini saja sebagai tujuan di google maps, in sya Allah pasti akan diarahkan langsung ke sini, tak perlu meraba-raba arah lagi seperti kami saat itu.
Tapi walaupun ada 3 rute, kami hanya merekomendasikan pilihan opsi yang kami pernah lalui dan kami yakin bisa dilewati mobil yaitu opsi via Jl. Medang Kamulan dan via Jl. Ngadiharjo. Opsi rute selain 2 ini kami tidak tahu apakah nyaman dilalui atau tidak.

Rute paling nyaman sebenarnya via Jl. Borobudur-Ngadiharjo (arah Hotel Manohara). Pada peta di atas tampak bahwa berlawanan dengan rute via Medang Kamulan yang ketika itu kami ambil, rute via Manohara ini mengarah ke selatan dulu, lalu belok kanan langsung mengarah ke Setumbu via Jl. Borobudur-Ngadiharjo. Saat pulang dari Punthuk kami mengambil rute yang melewati area belakang Restoran Plataran ini. Memang kondisi keseluruhan jalannya relatif lebih mulus dan lebar dibanding rute Medang Kamulan.
Foto Baitul Muttaqin dari google maps tampak di sebelah kanan atas. Dari jalan hanya akan tampak kubah masjidnya saja. Terlihat area parkir kendaraan yang cukup luas untuk memutar mobil jika diperlukan.

Kondisi medan jalan menjelang lokasi Baitul Muttaqin adalah seperti foto di bawah (sumber foto : streetview google maps). Masjid ada si sisi kiri jalan, sementara belokan ke kanan ke Punthuk berada tepat sebelum masjid. Sebenarnya ada plang penunjuk arah ke Punthuk yang sayangnya agak kecil sehingga mungkin luput dari perhatian. Tapi kita selalu bisa memutar kendaraan di area Baitul Muttaqin. Bagi Anda yang ingin berburu sunrise di sini pun bisa shalat subuh di masjid ini dulu karena jarak dari pertigaan ini ke parkiran Punthuk sudah tidak jauh lagi.
Ketika itu pun kami harus berhenti di masjid dan bertanya arah pada penduduk. Setelah memutar mobil dan akan masuk ke jalan menuju Punthuk, kami lagi-lagi berpapasan dengan mobil plat B yang juga tampak kebingungan (belakangan kami ketahui mobil itu dari Depok). Kami memberi tahu arah ke Punthuk, lalu kedua mobil kami beriringan naik ke parkiran Punthuk yang berada di ketinggian bukit. Tampaknya hal penunjuk arah memang masih perlu ditingkatkan lagi di sini...

Kondisi jalan cor berkontur menanjak ke arah Punthuk ini cukup lah untuk 2 mobil berpapasan. Tak terlalu jauh kami diarahkan oleh petugas Punthuk (mungkin Pokdarwis setempat) untuk masuk ke kantung parkir di sebelah kanan jalan yang sebenarnya halaman rumah penduduk. Kapasitas kantung parkir ini kami perkirakan max 6 mobil. Kami sempat berbincang sejenak dengan pengunjung dari Depok yang baru kami kenal tadi sambil berjalan santai ke pintu masuk Punthuk di atas.
Foto di sebelah kanan menunjukkan situasi di sini. Kami datang dari bawah (lokasi Baitul Muttaqin), lalu masuk ke kantung parkir di sebelah kanan jalan. Kemudian kita harus jalan kaki lagi sedikit ke atas.
Sebenarnya lokasi parkir Punthuk berada di atas sini (dekat loket). Namun saat itu jalan ke atas ini sedang dicor - tampaknya perbaikan - sehingga mobil tidak bisa terus ke atas.
Loket Punthuk ada di sebelah kanan pintu masuk. Harga tiket di sini adalah Rp. 15.000/orang. Tampak beberapa warung di mana kita bisa jajan makanan ringan/gorengan, mie rebus, hingga nasi sayur ditemani kopi, teh, atau jahe hangat. Warung-warung ini tentunya sangat berguna saat kita datang untuk berburu sunrise di pagi buta, saat udara cukup dingin. Kita pun bisa menunaikan shalat subuh di sini. Warung nasi Omahe Mbah Egrang (foto di sebelah kiri atas) adalah salah satu warung terbesar yang kami jumpai di seputaran pintu masuk Punthuk, namun ketika itu kami tidak mencobanya.

Suasana seputaran pintu masuk Punthuk adalah seperti foto di bawah. Pintu masuk berupa gapura tampak mengarah ke susunan tangga naik ke puncak bukit. Hadeuh... siap-siap hiking lagi nih...

Loket tiket berada tepat di muka gapura masuk (foto kiri bawah). Terdapat pula artikel menarik tentang filosofi tingkatan tangga naik ke puncak Punthuk yang dianalogikan dengan level kamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu-nya Candi Borobudur ternama (foto kanan bawah).

Dan... hiking pun dimulai. Naik-naik ke puncak bukit, tinggi-tinggi sekali... Tak perlu tergesa naik ke atas, santai saja agar kaki tidak lekas pegal. Jarak ke atas sebenarnya hanya sekitar 300m, tetapi karena konturnya mendaki dengan sudut kemiringan cukup terjal di beberapa bagian (foto sebelah kiri), kami butuh tak kurang dari 20 menit untuk sampai ke puncak (termasuk beberapa kali berhenti untuk istirahat sejenak).
Putra kami si santri pondok sih sebenarnya bisa melibas trek menanjak ini dengan cepat. Tapi dia harus menunggu kami yang naik perlahan-lahan...
Pengelola Punthuk menyediakan beberapa teras/dataran di trek tangga naik ini untuk tempat istirahat pengunjung. Di sepanjang trek ini tersedia beberapa warung kecil yang menjual jajanan hingga suvenir. Kita juga bisa duduk sejenak di tempat ini jika mau. Kami pun melihat toilet tersedia di trek ini.
Selain fasilitas dasar di atas, terdapat pula beberapa gardu/menara pandang yang dapat digunakan untuk melihat sunrise di sepanjang trek naik ini. Contohnya adalah Rumah Pohon Batang Jati Sunrise (foto sebelah kanan atas).
Vas kotak bunga dekorasi meja/lemari, detil klik di sini...
Gardu pandang ini berupa konstruksi tangga dan pelataran dari gabungan kayu dan bambu. Suami kami sempat naik ke atas, sementara untuk wanita sih sepertinya agak khawatir...
Siluet Borobudur sudah terlihat sebenarnya dari pelataran pandang ini. Menurutnya konstruksi gardu pandang ini cukup kuat meskipun material penyusunnya terlihat tipis dan agak ringkih. Namun sebaiknya jumlah pengunjung yang naik berbarengan sangat dibatasi.

Akhirnya.... setelah cukup ngos-ngosan kami tiba juga di puncak Punthuk Setumbu. Namun penat selama perjalanan ke atas ini niscaya akan terbayar kontan oleh indahnya pemandangan yang tersaji di depan mata.
Foto di bawah menunjukkan pelataran berlantai beton yang sudah dibuat permanen, aman, dan nyaman oleh pengelola.
Pelataran kokoh yang tampaknya sengaja didesain memiliki bukaan pandang utama ke arah timur (arah Borobudur dan matahari terbit) ini sangat luas, amat memadai untuk menampung banyak wisatawan yang mungkin memadati Punthuk Setumbu saat menanti sunrise.

Tepat di sebelah kanan ujung atas tangga naik pada pelataran ini terdapat sebuah saung multi fungsi (foto sebelah kanan). Saat kami tiba di sini pengunjung memang hanya ada beberapa, sehingga pelataran pandang yang luas ini tampak lengang.
Sosok Borobudur terlihat di kejauhan sisi timur pelataran. Jika ditarik garis lurus, jaraknya kami perhitungkan sekitar 3 km. Stupa paling atas Borobudur dan sebagian pucuk-pucuk bangunan bagian atasnya tampak menyembul dari rerimbunan vegetasi.
Borobudur memang terlihat kecil saja dari Punthuk Setumbu. Namun hal itu justru memperkuat keindahan keseluruhan panorama dari ketinggian ini.
Dari beberapa tempat terlihat kepulan asap tipis yang kemungkinan berasal dari aktivitas warga. Menjelang siang itu tidak terlihat kabut memang, sementara setelah sunrise - dari foto-foto yang pernah kami saksikan - kabut biasanya cukup tebal menyelimuti kawasan itu.

Dari Punthuk Setumbu kita juga bisa melihat pucuk-pucuk mahkota bangunan Gereja Ayam di Bukit Rhema yang berjarak sekitar 300m ke arah timur Punthuk (kami lingkari oranye pada foto di bawah). Memang tidak terlihat di foto, namun dari pelataran ini kita sebenarnya masih bisa melihat sosok beberapa pengunjung yang naik dan berfoto-foto di dasar mahkota Gereja Ayam tersebut.
Bagi para petualang, terdapat trek hiking dari Punthuk Setumbu ke Bukit Rhema yang walaupun hanya berjarak 300-an meter, tetapi menguras tenaga karena jalurnya masih sangat alami dan berkontur cukup curam.

Beberapa teman berkata bahwa sunrise Borobudur terlihat lebih indah dari puncak Gereja Ayam ini. Masuk akal sih menurut kami karena sosok Borobudur akan terlihat sedikit lebih besar dari Bukit Rhema dibandingkan dari Punthuk sehingga siluet candi ini akan tampak lebih menonjol pula. Sementara lingkungan sekitar Borobudur akan sama cantiknya seperti pandangan dari Punthuk Setumbu.

Dari pelataran Punthuk, jika kita berjalan terus ke sisi terjauh di arah selatan, pengelola telah menyediakan beberapa anjungan untuk berfoto. Terdapat pula sebuah ayunan (foto di bawah).

Anjungan foto ini tampak digarap dengan serius. Konstruksinya rapi dan kuat, terbuat dari panel-panel besi yang dirakit dengan profesional. Warna-warninya pun oke punya. Pokoknya tidak ada kesan mengkhawatirkan deh. Begitu pun tetap saja disarankan untuk bergantian ketika berfoto agar tertib dan menghindari beban berlebih.
Jualan utama Punthuk Setumbu menurut kami memang Borobudur Sunrise-nya. Tetapi ajang berfoto/selfie di ketinggian anjungan-anjungan ini juga sangat layak dijual, mengingat maraknya media sosial dan instagram yang menyuburkan spot-spot wisata bergenre spot foto/selfie di tanah air.
Spending masyarakat kita untuk hal leisure memang terus naik. Sangat jeli memang pengelola Punthuk Setumbu menangkap kebutuhan masyarakat ini dengan menjual anjungan foto mereka dengan tetap mengedepankan aspek keselamatan dan keamanan bagi pengunjung.







Kami mendapati bahwa mengambil foto di anjungan menjelang tengah hari seperti saat itu ternyata cukup tricky. Matahari masih cenderung berada di belakang objek foto sehingga mau tak mau kita harus agak menantang arah cahaya. Konsekuensinya wajah objek cenderung tampak gelap. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah posisi matahari yang nyaris berada tepat di atas kepala membuat langit cenderung terlihat putih/pucat, dan kondisi pencahayaan agak overexposed.
Kemungkinan sih, berfoto di anjungan ini saat sore hari akan lebih mudah mengingat matahari sdah berada di hadapan objek, dan langit cenderung tampil lebih biru.
Set bunga balon & cangkir, detil klik di sini...
Kami berada di pelataran Punthuk Setumbu hingga sekitar tengah hari. Matahari bersinar terik ketika itu, meski awan tebal tampak mulai menutupi langit. Turun ke arah parkiran mobil menjadi satu tantangan tersendiri, karena sering kali menuruni tangga terasa lebih berat di kedua kaki ketimbang saat naik. Alhamdulillah si anak pondok terlihat masih fit. Pada foto di sebelah kanan ia sempat-sempatnya menggendong adiknya yang sudah menyerah. Butuh sekitar 20 menit juga seperti saat naik untuk mencapai pintu keluar Punthuk.
Saat itu kami memang sudah merencanakan untuk makan siang di Jejamuran, Jogjakarta, sehingga kami sama sekali tidak mencari opsi tempat makan di seputaran Punthuk atau Borobudur.
Rute pulang sama persis dengan rute berangkat. Namun antrian lampu merah di pertigaan Jl. Soekarno-Hatta dengan Jl. Magelang siang itu sudah jauh lebih panjang daripada pagi harinya. Hujan lebat mengguyur bumi menjelang masuk ke Muntilan. Kami tersendat cukup lama di sana, ternyata karena sedang ada pengerjaan jalan di sekitar jalan masuk ke RSUD Muntilan. Namun selepas titik itu lalu lintas cukup lancar hingga masuk ke kota Jogjakarta.

Selasa, 13 Februari 2018

Jalan-Jalan di Seputaran Galuh Mas & Restoran Pesawat, Karawang

Kota Karawang kian tegas bertransformasi dari kawasan agraris penghasil padi menjadi daerah industri kaya muatan teknologi. Salah satu konsekuensi perubahan ini adalah kian banyaknya pelaku bisnis dan profesional yang datang dan beraktivitas di Karawang. Hal ini membawa modernisasi bentang kota sesuai dengan kebutuhan dan gaya hidup kaum profesional tadi. Salah satu daerah yang tampak sudah jauh berkembang adalah Galuh Mas, yang beberapa tahun silam masih dikenal orang sebagai kawasan Perumnas Teluk Jambe atau Badami.
Beberapa spot yang bisa dijadikan lokasi hang out dengan sesama teman kantor atau jalan-jalan keluarga di seputaran Bundaran/Taman Galuh Mas adalah sbb. :

A. Festive Walk Mall 
Mall ini terletak di sisi barat Jl. Galuh Mas Raya. Berdiri di atas lahan seluas 3 hektar, mall yang diresmikan pada Desember 2015 ini (foto sebelah kanan) terintegrasi dengan Wonderland Adventure Park (WAW) di sebelah baratnya, dan dengan Karawang Central Paza di sisi timur Jl. Galuh Mas Raya via sky bridge. Sat sky bridge lain terbentang antara Karawang Central Plaza dengan Technomart.
Festive Walk mengusung tagline Eat, Chat & Fun. Beberapa tenant mall ini di antaranya adalah Matahari, Cool Kids, Eprise, Hammer, Optik Melawai, Ichiban Sushi, Tawan, Tea Garden, Shiny Tea, Eat & Eat, dan masih banyak lagi.  
Sementara kebutuhan entertainment masyarakat Karawang diwakili oleh hadirnya CGV Blitz, Inul Vista, Festive Land, Mokko Cafe, dan lainnya. 

Ketika kami berknjung ke sini, qadarullah pengunjung sedang membudak sehingga kami amat sangat kesulitan mencari tempat parkir mobil. Menelusuri seluruh area parkir gedung dari bawah, ke atas, bahkan hingga trun lagi, hasilnya nihil... seluruh ruang parkir sudah ditempati. Dari parkir gedung kami kemudian mencari ruang di luar, yaitu di area parkir Taman Galuh tempat Restoran Pesawat berada... masih juga tak mendapatkan tempat. 
Akhirnya setelah bertanya pada petugas, kami dipersilakan memarkir mobil di tepi jalan akses bagian depan mall. Kami hanya membayar parkir 1 jam saja ketika itu. Jadi sebenarnya jika kami parkir selama 4 jam pun, kami tak perlu membayar lagi karena dari jalan akses ini kita bisa langsung ke luar tanpa melewati loket parkir. Menguntungkan pengunjung sih sebenarnya.

Selain kami, tampak telah ada beberapa mobil lain yang juga parkir di tepi jalan akses ini... mungkin karena tak mendapatkan tempat juga (foto kiri atas). Opsi parkir kendaraan lain jika memang sdah benar-benar tak ada tempat kami sarankan di Gramedia saja yang terletak tepat di sebelah utara gedung Festive Walk. Parkir Gramedia menurut yang kami amati tidak terlalu penuh, dan menerima pembayaran e-money. Kita hanya perlu berjalan kaki menyeberangi jalan antara Gramedia dan Festive Walk saja.
Sky bridge penghubung Festive Walk dengan Karawang Central Plaza terlihat pada foto di sebelah kanan atas dari pintu depan mall.

Isi Festive Walk tak jauh berbeda sih sebenarnya dengan pusat perbelanjaan lain. Foto-foto di bawah menunjukkan susana di dalam mall, serta sat foto memperlihatkan pemandangan dari jendela sky bridge saat kita melintas di atas Jl. Galuh Mas Raya.


Untuk urusan makan siang ketika itu, anak-anak masih tetap memilih Tawan, yang di Festive Walk berada di bagian depan mall dekat pintu masuk.
Lorong yang tampak mengarah ke luar bangunan pada foto di sebelah kiri adalah tepat menuju gedung toko buku Gramedia Galuh Mas, sekaligus merupakan salah satu akses masuk-keluar bangunan mall ini.

Waktu itu kami tiba di Festive Walk sekitar pukul 13.00. Setelah makan siang dan berjalan-jalan melihat-lihat isi Festive Walk, kami pindah ke Gramedia. Shalat Ashar ketika itu kami tunaikan di mushalla Gramedia, sehingga kami belum tahu kondisi mushalla Festive Walk yang sebenarnya seperti apa... 


B. Gramedia Galuh Mas
Bagi orang tua yang memiliki anak kutu buku seperti kami, jalan-jalan ke Gramedia bisa menjadi kebutuhan serius, tak hanya layaknya berbelanja di toko buku biasa. 
Konsep pengalaman membaca tampaknya masih konsisten diterapkan oleh gerai Gramedia Galuh Mas ini. Gedung ini didesain senyaman mungkin bagi para pengunjung (foto sebelah kanan).
Seperti yang kami sebutkan di atas, bangunan ini memiliki area parkir kendaraan yang luas di lantai dasar. Kita bisa menggunakan e-money untuk membayar parkir di sini.
Dari area parkir kita bisa naik ke atas via lift, atau bisa juga menggunakan tangga manual, baik yang langsung naik ke lantai 1, atau yang mengarah ke luar dulu, lalu baru naik ke dalam toko via pintu utama gedung.

Di open space lantai 1 saat itu kami lihat terdapat beberapa robot dinosarus mainan anak-anak yang bisa dinaiki. Sepertinya robot-robot ini tidak permanen, alias bisa saja dipindahkan sewaktu-waktu. Di ujung open space ini terdapat toko mainan yang tentunya lengkap (2 foto di bawah).

Penataan toko bukunya sih tidak berbeda dengan Gramedia biasanya. Bahkan area toko buku gerai Galuh Mas ini sebenarnya kalah luas dengan banyak gerai Gramedia lain yang pernah kami kunjungi. Namun karena si kutu buku kami adalah santri pondok yang tentunya tak bisa setiap saat bepergian ke luar lingkungan boarding school-nya, maka momen datang ke sini pun baginya tampak istimewa...

Desain langit-langit ruangan yang mempergunakan pola-pola geometris berwarna cerah (foto kanan bawah) menurut kami menarik dan memberi kesan ceria. Poin plus lagi deh bagi  kami...

Area toko buku di lantai 2 memiliki toilet yang bersih, letaknya agak tersembunyi di ruangan di sebelah kanan tangga naik. Mushalla Gramedia Galuh Mas ini pun sangat bersih dan nyaman, alhamdulillah...
Ketika itu kami berada di toko buku ini hingga sekitar pukul 16.30. Biasa lah, anak-anak jika sudah berada di sini justru kebingungan menentukan buku atau alat tulis apa yang akan mereka beli. Mungkin karena saking banyaknya pilihan di depan mata...
Secara keseluruhan Gramedia Galuh Mas menurut kami sangat nyaman dikunjungi.


C. Restoran Pesawat @ Galuh Mas
Sebenarnya selain opsi makan siang di Festive Walk seperti tulisan kami di atas, kita bisa mencoba bersantap di Restoran Pesawat yang nyaman dijangkau hanya dengan berjalan kaki dari mall. Seperti namanya, restoran ini benar-benar terdiri dari 2 pesawat yang disulap menjadi rumah makan. 
Pada kesempatan yang berbeda, kami kembali bertandang ke Galuh Mas bersama sulung kami, si santri pondok Al Binaa Putra, sengaja untuk mencoba makan siang di Restoran Pesawat @ Galuh Mas yang informasinya kami baca sebelumnya via website. 
Foto udara Restoran Pesawat Karawang seperti foto di sebelah kanan atas (sumber foto udara dari www.karawangnews(dot)com). 

Anggrek vas pagar set of 2 @ 150k, detil klik di sini...
Terdapat 2 unit Boeing 737 yang direnovasi total menjadi Restoran Steak 21 (warna biru) dan Red Suki (warna merah). Jangan bayangkan kedua pesawat ini masih bisa terbang lho, karena bahkan mesinnya pun sudah tidak ada lagi, hehehe... Keduanya kini parkir berjejer di samping KFC tak jauh dari Bundaran Galuh Mas.
Jam operasional kedua pesawat ini mengikuti aktivitas mall di sekitarnya yaitu pukul 10.00-22.00.
Pada akhir pekan biasanya jumlah pengunjung lebih banyak dibanding hari kerja, maka disarankan kita tiba lebih awal di sini agar tidak mesti mengantri terlalu lama.
Parkir mobil area Taman Galuh di mana resto pesawat dan KFC berada tentunya bisa digunakan, juga paling nyaman karena dekat pesawat. Jika area ini penuh, kita dapat menggunakan area parkir Festive Walk Mall, atau di Gramedia yang walaupun agak jauh sedikit tetapi hampir pasti tersedia lot parkir kosong.

Ketika itu kami memilih bersantap di Steak 21. Dari arah Festive Walk Mall, pesawat warna biru ini terletak lebih jauh dibanding pesawat warna merah (foto di bawah). Steak 21 berada di sebelah kanan bangunan restoran (lobby) yang tampaknya diposisikan layaknya ruang tunggu keberangkatan bandara.

Segera saja masuk ke lobby restoran untuk melakukan taking order. Informasi yang kita mesti berikan saat taking order adalah nama pemesan, pilihan menu steak atau suki, lalu untuk jumlah berapa orang. Setelah itu kita akan diberikan buku menu sesuai pilihan, pesanan kita akan dicatat oleh pramsaji berkostum layaknya pramugari dan pramugara betulan. Jangan khawatir jika nanti kita akan melakukan pemesanan menu tambahan, kita bisa memesan di atas pesawat. Setelah itu kita akan diberi ancer-ancer waktu tunggu hingga bisa masuk ke dalam pesawat. Sembari menunggu nomor antrian kita dipanggil, barulah kami keluar lagi untuk sejenak berfoto-foto berlatar kedua pesawat unik ini (foto di bawah)...

Setelah berfoto-foto kami masuk lagi ke ruang tunggu, sesuai dengan ancer-ancer waktu yang diberikan. Ketika itu kami tidak perlu menunggu terlalu lama... kira-kira hanya 10 menit. Toilet yang bersih tersedia di dekat tangga (foto kiri bawah). Setelah nama kita dipanggil, kita akan diberikan boarding pass berupa lembaran plastik bernomor meja kita di dalam resto. Kita akan dipersilakan naik tangga. Tangga itu membawa kita ke atas menuju pintu pesawat bagian belakang di mana kita bisa masuk ke dalam (foto kanan bawah).

Interior pesawat tampak masih mempertahankan desain asli (foto di bawah), di mana langit-langit dan tempat barang di atas kepala masih sama. Hanya saja penataan kursinya yang sudah dirombak total menjadi seperti restoran pada umumnya. Di dalam pesawat biru ini terdapat total 18 meja dengan kapasitas 72 kursi. Kami melihat bahwa di dalam pesawat ketika itu masih banyak meja yang kosong, sehingga kami tak perlu mengantri lama di lobby.
Namun demikian tetap saja ruangan di dalam badan pesawat sangat terbatas sehingga Steak 21 tampak sengaja mendesain kursi saling membelakangi agar hemat tempat...

Saat itu kami memesan steak, nasi goreng (namanya juga perut Indonesia, di resto steak pun teteup penginnya nasi goreng...), serta menu roti dengan selai dari susu manis yang sayangnya kami agak lupa namanya. Harga steak paket combo yang bisa untuk berdua ditawarkan mulai Rp. 123.000 hingga Rp. 166.000. Beef stew @ Rp. 58.000/porsi. Spaghetti @ Rp. 35.000. Nasi goreng seafood/ayam/daging/spesial @ Rp. 37.000/porsi. Beef burger @ Rp. 22.000 - Rp. 27.000. Pilihan Mashed potato, potato wedges, dan french fries @ Rp. 16.000 - 26.000/porsi. Cream soup @ Rp. 21.000. Salad @ Rp. 29.000. Italian beef sop with rice @ Rp. 58.000/porsi.  Air mineral botol dan favorit kami es teh manis @ Rp. 10.000. Soft drink @ Rp. 13.000. Ada lagi aneka pilihan rasa milkshake @ Rp. 27.000. Lalu aneka pilihan minuman juice, soda gembira, dan aneka fruit punch @ Rp. 20.000-an per gelas. Tidak terlalu mahal juga menurut kami... sepadan lah dengan keunikan resto pesawat yang ditawarkan. Foto-foto seperti di bawah...


Soal rasa sih standar Steak 21 lah.... secara umum tentnya sudah teruji sejak resto ini mulai berdiri tanggal 1 November 1999 di Metropolitan Mall, Bekasi. Sayangnya ketika itu kami menjumpai ada bagian daging yang alot pada steak kami, namun secara keseluruhan masih berterima.
Terakhir, pembayaran bisa dilakukan di kasir yang berada di bagian belakang pesawat. Kita akan diarahkan menuju bagian depan pesawat saat keluar (foto di bawah).


Jika mau, sebelum keluar pengunjung bisa masuk dulu ke bagian kokpit pesawat untk sejenak merasakan sensasi menjadi pilot. Kita bisa mengutak-atik instrumen navigasi penerbangan tanpa khawatir membahayakan... 
Setelah dilepas oleh pramugari yang ramah, di luar pintu exit kita masih bisa berfoto-foto sejenak sebelum turun ke bawah karena di sini terdapat anjungan dari besi sebagai bagian dari tangga turun (foto sebelah kanan).

Dari anjungan ini pun kita bisa mengambil foto panorama ke arah KFC dan Festive Walk yang siang itu tampak sangat cerah tanpa sepotong awan pun yang menggantung di langit (foto di bawah).