Tren minuman ringan dalam sachet yang dapat diblender menjadi sejenis milkshake/jus masih saja populer dalam masyarakat Indonesia belakangan ini. Di mana-mana bermunculan usaha kecil rumahan atau counter di pertokoan yang menjajakan minuman ringan yang diblender seperti ini. Tren ini turut meroketkan angka kepemilikan blender dalam rumah tangga Indonesia baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Dalam banyak hal, bertambahnya angka kepemilikan blender memang tidak ada salahnya. Namun sesungguhnya terdapat beberapa hal penting berkaitan dengan kesehatan dan konsumsi daya listrik yang semestinya diketahui oleh Anda pengguna blender. Anda mau tahu? Mari kita bahas bersama.
Menurut sebuah survey yang dilakukan pada penghujung 2005, blender sangat populer sebagai kategori produk elektronik karena 100% responden mengetahui adanya produk bernama blender. Bukti dari tingkat popularitas produk yang sangat tinggi ini adalah angka kepemilikan blender yang juga mencapai 84,3%. Kemudian, 61,8% dari sisa 15,7% yang tidak memiliki blender menyatakan ingin segera memiliki blender. Angka-angka optimis ini menunjukkan bahwa blender masih akan diserap pasar dengan sangat baik di masa depan.
Lalu, jika masyarakat Indonesia memang secara umum ingin mempunyai blender, digunakan untuk apakah blender yang dimilikinya itu? Hampir seluruh responden menyebutkan ’membuat jus’ dan ’membuat bumbu’. Sedikit sekali yang menyebutkan ’menghaluskan makanan balita’. Artinya, masyarakat Indonesia pada umumnya sangat konsisten dalam penggunaan blender untuk membuat jus dan bumbu yang memang merupakan core function produk ini.
Masalahnya, meski 2 fungsi di atas dibutuhkan oleh mayoritas pemilik blender dan sekilas tampak sangat sederhana, apakah memang 84,3% masyarakat pemilik blender tersebut telah dapat menggunakan produk miliknya dengan optimum? Secara umum dapat dikatakan bahwa kita sudah mampu menghasilkan produk olahan makanan yang enak dikonsumsi dengan blender. Namun itu saja tidak cukup. Harus pula dibarengi dengan kemampuan menggunakan blender yang hemat energi, serta ramah bagi blendernya sendiri (tidak cepat merusak blender).
Hal pertama yang mutlak diperhatikan adalah daya blender. Blender untuk keperluan rumah tangga umumnya dipersenjatai dengan motor listrik berdaya 150 ~ 350 watt. Semakin besar dayanya, kian berat blender mampu bekerja. Artinya, semakin banyak makanan yang dapat diproses sekali jalan serta semakin besar potongan bahan makanan (kasar) yang dapat diproses. Konsekuensinya, kinerja blender 250 watt misalnya tak dapat disejajarkan dengan blender 350 watt.
Mari kita tinjau masalah banyak-sedikitnya makanan yang dapat diproses sekali jalan oleh blender. Logikanya, makin banyak makanan yang dimasukkan dalam jar blender, makin besar gaya hambatan yang harus dilawan oleh motor listrik (melalui pisau blender). Lebih jauh, makin besar perlawanan yang dirasakan oleh motor, ia akan berusaha menarik lebih banyak daya listrik dari stop kontak (arus listrik lebih besar) hingga batas tertentu yang mampu ditahannya.
Motor listrik umumnya sanggup bekerja hingga 1,8 kali daya nominal. Artinya, meski tertulis kapasitas daya 250 watt, motor listrik blender tersebut masih dapat dipaksa bekerja hingga 450 watt apabila gaya hambatan akibat overload-nya makanan naik melebihi ambang normal. Namun meski sekilas blender tetap dapat bekerja dengan baik, kondisi ini jelas merusak motor. Atau jika tidak rusak pun, umur pakai motor akan berkurang drastis.
Agar lebih jelas, coba saja perhatikan tabel hasil eksperimen di bawah (untuk blender 250 watt) :Kondisi beban | Motor bekerja pada daya (watt) | Arus (amper) |
Ringan | 217 | 1,11 |
Nominal | 250 | 1,14 |
Toleransi max | 270 | 1,43 |
Berlebih | 354 | 1,95 |
Merusak | 431 | 2,16 |
Tabel tersebut menunjukkan bahwa kita dapat menjamin blender 250 watt akan awet jika membatasi motor agar bekerja pada daya max 270 watt. Di atas itu, motor akan bekerja pada kondisi overload di mana ia harus menyedot arus berlebihan. Arus berlebihan mengakibatkan motor terlalu cepat panas/overheat. Bahkan di atas 400 watt, temperatur motor naik hingga 100 0C dalam waktu tak sampai 10 detik! Pemanasan yang terlalu cepat ini berpotensi menyebabkan motor berasap, atau lebih parah lagi merusak kabel konduktor dalam sistem motor blender.
Memang blender umumnya dilengkapi alat pemutus listrik otomatis jika motor menjadi terlalu panas (overheat automatic shutoff device). Namun, detektor panas pada device ini tak akan mampu mengimbangi kecepatan pemanasan motor yang hanya 10 detik itu karena ia membutuhkan waktu untuk mendeteksi temperatur motor. Saat temperatur motor mencapai 90 0C misalnya, mungkin detektor baru merasakan temperatur 75 0C. Jadi selalu ada kelambatan/jeda respon detektor terhadap temperatur motor yang sebenarnya. Maka, saat detektor panas akhirnya merasakan bahwa temperatur motor telah mencapai 100 0C dan memutuskan arus listrik, temperatur motor sebenarnya telah jauh lebih tinggi hingga berasap.
Kabel konduktor pun memiliki kapasitas tertentu. Standar internasional mengatur besar arus listrik maksimum yang dapat mengaliri kabel dengan ukuran tertentu. Makin besar arus yang akan dialirkan, makin besar pula kabel yang harus digunakan. Maka, memaksa motor bekerja pada arus nyaris 2 kali lipat dari kondisi ideal jelas merusak kabel blender, terutama kabel berukuran kecil.
Mudah dimengerti bahwa membatasi jumlah makanan yang diproses oleh blender mempengaruhi konsumsi daya listrik serta awet-tidaknya blender itu sendiri. Lalu bagaimana cara memastikan bahwa jumlah makanan yang diproses sudah tepat?
Sebenarnya produsen blender pasti sudah mencantumkan batasan ini dalam manual produk mereka. Namun memang harus diakui bahwa kesadaran konsumen Indonesia untuk membaca dan mematuhi rekomendasi yang ada dalam manual produk masih sangat rendah. Kebiasaan mengabaikan isi manual produk seharusnya segera dihentikan, dan diganti dengan budaya mematuhi rekomendasi dalam manual karena tentunya produsen blender telah melakukan pengujian sebelum mencantumkan batasan tertentu dalam manual. Pengujian tersebut menjamin bahwa blender akan awet jika batasan-batasannya dipenuhi oleh konsumen.
Umumnya, manual produk mengatur batas maksimum bahan makanan yang dapat diproses dalam satuan berat (gram), serta ukuran besar-kecilnya yang aman. Es batu contohnya. Biasanya manual menyarankan untuk memproses es dalam bentuk ice cube atau dihancurkan dulu hingga ukuran ice cube (kubus dengan sisi sekitar 1,5 cm). Untuk daging, konsumen umumnya disarankan untuk memotong-motong daging menjadi seperti dadu bersisi sekitar 1 cm sebelum diproses. Hal-hal ini semata demi menghindari motor dari bahaya overheat.
Atau karena tidak semua konsumen memiliki timbangan untuk menimbang bahan makanan yang akan diproses, beberapa produsen blender telah mencantumkan/mencetak garis batas maksimum makanan pada jar/cup blender. Hal ini mempermudah konsumen dalam memastikan jumlah makanan yang aman untuk diproses oleh blendernya sebagaimana gambar di bawah :Terlihat bahwa konsumen tinggal menggolongkan saja bahan makanan yang akan diproses apakah termasuk golongan meat (daging) atau dry ingredient (bumbu), lalu menakarnya sesuai garis batas maksimum. Cup memang tidak boleh terisi penuh. Ruang kosong di bagian atas diperlukan sebagai ruang gerak untuk mengaduk bahan makanan yang diproses agar hasil olahannya halus dan motor tidak bekerja terlalu berat.
Membuat jus buah :
- tuangkan air sesuai kebutuhan/selera ke dalam jar blender
- masukkan ice cube (es) sesuai kebutuhan
- nyalakan blender beberapa detik untuk sedikit memperkecil ukuran ice cube
- masukkan potongan buah yang akan dijus, lalu blender hingga halus sesuai keinginan
Langkah-langkah di atas bertujuan untuk mempersingkat waktu proses buah agar panas yang mungkin timbul dari pisau blender tidak merusak nilai gizi buah. Jadi, karena ice cube sudah diperkecil sebelum buah dimasukkan, potongan buah dapat dihaluskan dengan cepat. Biasanya proses pemblenderan buah tak akan lebih dari 30 detik. Untuk itu, sebaiknya potongan buah memang jangan terlalu besar.
Saat ini sebagian blender sudah dilengkapi dengan filter (gambar di bawah menunjukkan filter yang telah terpasang di dalam jar blender) sehingga blender memiliki fungsi juicer pula. Dari segi kesehatan sebenarnya lebih baik membuat jus buah tanpa filter karena kandungan seratnya tetap tinggi. Dengan filter, serat buah tertinggal bersama ampas yang berukuran relatif besar. Hanya potongan buah yang sangat kecil sehingga dapat melewati lubang-lubang filter sajalah yang akan terkonsumsi, sedangkan seratnya yang berguna justru terbuang bersama ampas. Tapi ini memang masalah selera. Boleh saja membuat jus buah dengan filter, namun sedapat mungkin harus diimbangi dengan tetap mengkonsumsi buah segar yang masih kaya serat.
Selain untuk menghasilkan jus buah, filter blender mutlak harus ada dalam pembuatan susu kedelai. Prinsip yang direkomendasikan sebenarnya serupa dengan pembuatan jus buah di atas :
- pasang filter, lalu tuangkan air sesuai kebutuhan/selera ke dalam jar blender
- masukkan kacang kedelai yang telah direbus sedikit demi sedikit ke dalam filter (sekitar 3 sendok makan penuh), jangan memasukkan seluruh kacang kedelai sekaligus karena pemrosesan kacang kedelai membutuhkan daya besar
- nyalakan blender hingga kacang kedelai di dalam filter halus
- kembali masukkan 3 sendok makan kacang kedelai, blender hingga halus, teruskan proses ini hingga seluruh kacang kedelai habis
Langkah memproses kacang kedelai sedikit demi sedikit ini menghasilkan lebih banyak sari kedelai karena penghalusan yang lebih sempurna, hemat energi listrik, temperatur motor relatif rendah karena motor dapat lebih sering beristirahat, serta waktu proses keseluruhan yang belum tentu lebih lama ketimbang memproses seluruh kacang kedelai sekaligus. Meski terkesan lebih cepat, sering kali kita terpaksa mengaduk-aduk kacang kedelai di dalam filter dengan sendok blender jika memasukkan sekaligus banyak kacang kedelai karena butirannya akan cenderung saling melekat satu sama lain sehingga justru tak kunjung halus meski telah lama diblender.
Membuat bumbu :
- Bedakan antara bumbu keras-padat (seperti lada yang butirannya kecil) dengan bumbu yang cenderung banyak rongga udaranya (misal cabe merah atau bawang). Bumbu keras-padat harus diproses sejumlah batas maksimum yang diijinkan agar blender tidak overload. Sebaliknya bumbu seperti cabe merah boleh diisi hingga ¾ cup penuh karena relatif tidak berat.
- Sedapat mungkin tidak memasukkan air ketika membuat bumbu karena cup grinder seperti ini sebenarnya didesain untuk kondisi kering.
- Jika tersedia cup khusus untuk membuat bumbu, jangan menggunakan jar untuk keperluan ini agar bau bumbu tidak menempel di dalam jar. Jar sebaiknya khusus untuk membuat milkshake/jus buah atau susu kedelai saja.
Menghaluskan daging :
- Daging – terutama yang berserat kasar seperti daging kambing – merupakan bahan terberat yang dapat diproses oleh blender. Maka dari itu, patuhilah selalu batas maksimum daging yang boleh diproses agar motor tidak berasap akibat overload.
- Selalu potong dadu daging sebelum diproses. Sekuat apapun motor blender, serat kasar daging yang tidak dipotong dadu sangat mungkin membelit pisau sehingga beban motor menjadi amat berat. Ini jelas tidak hemat energi.
Rekomendasi-rekomendasi di atas efektif untuk menjamin pemakaian blender yang hemat energi, awet, serta menghasilkan makanan olahan yang enak serta masih mengandung nilai gizi tinggi. Dapat dibayangkan berapa besar penghematan konsumsi listrik yang terjadi jika 84,3% masyarakat Indonesia pemilik blender melakukannya. Perhitungan mudah : jika blender digunakan 15 menit sehari dan seluruh pemilik blender (sekitar 42,15 juta keluarga Indonesia) mau mengubah kebiasaannya mengoperasikan blender dari kondisi overload (431 watt) ke toleransi max saja (270 watt), akan diperoleh penghematan listrik 620 megawatt-jam (MWh) per tahun. Sedikit banyak dapat membantu mengatasi krisis listrik nasional.
Mari kita coba bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar