Tips pertama yang kami rekomendasikan untuk berwisata ke Pulau Seribu Masjid alias Lombok tentunya memilih jadwal penerbangan paling awal ke Bandara Internasional Lombok (BIL) Praya dan jadwal penerbangan malam hari untuk rute sebaliknya/pulang.
Jadwal penerbangan Jakarta-Lombok-Jakarta terbaik yang dapat kami temukan diberikan oleh maskapai Lion Air.
Ketika itu kami memilih rute Jakarta Cengkareng-Lombok Praya via JT654 pukul 05:00 - 07:55, dan rute Lombok Praya-Cengkareng via JT655 pukul 20:30 - 21:25 untuk memaksimalkan masa tinggal di Lombok.
Jadwal penerbangan Jakarta-Lombok-Jakarta terbaik yang dapat kami temukan diberikan oleh maskapai Lion Air.
Ketika itu kami memilih rute Jakarta Cengkareng-Lombok Praya via JT654 pukul 05:00 - 07:55, dan rute Lombok Praya-Cengkareng via JT655 pukul 20:30 - 21:25 untuk memaksimalkan masa tinggal di Lombok.
BIL Praya kami nilai sengaja didesain bertema wisata, sesuai dengan potensi utama yang dijual oleh pulau dengan pantai-pantai luar biasa cantik yang terletak tepat di sebelah timur Bali ini. Bandara ini tidak besar, tetapi memiliki desain yang pas sehingga menyenangkan untuk disinggahi.
Pandangan ke luar bandara dari garbarata saat turun dari pesawat.
BIL Praya memiliki beberapa spot bertema wisata untuk selfie (kiri); tarif layanan Damri Bandara per Mei 2017 (kanan)
Suasana ruang tunggu BIL Praya
Kami mendarat sedikit lebih cepat dari jadwal di BIL Praya. Ditambah dengan cepatnya layanan bagasi, pada sekitar pukul 08:30 WITA kami sudah siap meninggalkan bandara, alias siap untuk mengunjungi spot pertama. Hari pertama ini praktis dapat dimaksimalkan untuk bepergian.
BIL Praya terletak di bagian tengah agak ke selatan pulau Lombok. Bandara ini dihubungkan dengan jalan bypass yang lebar dan mulus ke kota Mataram. Pada jam sibuk pagi dan sore hari kami mencatat dibutuhkan setidaknya 45 menit untuk bepergian dari Mataram ke BIL Praya atau sebaliknya. Namun pada jam-jam lengang kita bisa menempuhnya lebih cepat lagi.
Mengingat letak bandara ini sedemikian, maka lokasi wisata yang kami rekomendasikan untuk hari pertama agar efisian adalah mengunjungi Desa Sade (desa wisata Suku Sasak) dan beberapa pantai di sisi selatan pulau yang dapat dijangkau sekali jalan dari Desa Sade, lalu memutar kembali ke utara untuk menginap di Mataram.
Namun dengan pertimbangan bahwa esok harinya ada shalat Jum'at, maka hari pertama ini kami putuskan untuk berwisata ke Gili Nanggu, Sudak dan Kedis terlebih dahulu. Kami merasa agak repot jika kami baru berkunjung ke tiga Gili (pulau kecil) ini pada hari Jum'at dan harus melaksanakan shalat Jum'at di pulau.
Kami memilih menyewa mobil (Suzuki Ertiga) selama 2 hari dengan sistem lepas kunci (kami menyetir sendiri) @ Rp. 250rb per hari tidak termasuk bensin, jadi tidak berwisata dengan tour lokal yang banyak terdapat di Lombok. Kondisi jalan di Pulau Lombok secara umum baik dan lalu lintasnya tidak padat. Jarak antar spot wisata pun tidak terlampau jauh sehingga berbekal peta google map sebenarnya sudah cukup mudah dan tidak terlampau melelahkan untuk menyusuri pulau cantik ini dengan menyetir sendiri mobil rental kita.
Rekomendasi sewa mobil dan tour lokal dapat menghubungi Pak Ketut di HP/WA 0812-3714898.
Perjalanan darat dari BIL Praya ke bilangan Sekotong yang merupakan tempat penyeberangan dengan perahu ke Gili Nanggu membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Daerah Sekotong terletak di tepi barat daya Pulau Lombok, melewati Pelabuhan Lembar (huruf 'e'-nya dibaca seperti 'e' pada kata 'enak') yang merupakan pelabuhan penyeberangan utama di sisi barat Pulau Lombok. Kondisi jalan secara umum sangat baik dan lalu lintas tidak padat... pas untuk berkendara santai. Apalagi karena Pulau Lombok sendiri tidak besar sehingga umumnya tak membutuhkan waktu terlalu lama untuk bepergian.
Aneka produk Pigure 3D, detil klik di sini... |
Rekomendasi sewa mobil dan tour lokal dapat menghubungi Pak Ketut di HP/WA 0812-3714898.
Perjalanan darat dari BIL Praya ke bilangan Sekotong yang merupakan tempat penyeberangan dengan perahu ke Gili Nanggu membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Daerah Sekotong terletak di tepi barat daya Pulau Lombok, melewati Pelabuhan Lembar (huruf 'e'-nya dibaca seperti 'e' pada kata 'enak') yang merupakan pelabuhan penyeberangan utama di sisi barat Pulau Lombok. Kondisi jalan secara umum sangat baik dan lalu lintas tidak padat... pas untuk berkendara santai. Apalagi karena Pulau Lombok sendiri tidak besar sehingga umumnya tak membutuhkan waktu terlalu lama untuk bepergian.
Peta perjalanan hari pertama : dari BIL Praya ke Sekotong (Desa Tawun)
Sejenak menepi di bilangan Pelabuhan Lembar untuk menikmati panorama pesisir berair biru toska, lengkap dengan beberapa kapal berukuran cukup besar yang hilir mudik menuju dan meninggalkan pelabuhan. Dari Lembar kita bisa saja menyewa perahu penyeberangan @ Rp. 350ribu per perahu, perjalanan Lembar-Gili Nanggu membutuhkan waktu sekitar 60 menit.
Tiba di lokasi penyewaan perahu kecil kapasitas sekitar 6-7 orang untuk menyeberang ke Gili berpantai bersih ini saja sudah sangat memanjakan mata. Langit cerah, pas untuk berwisata outdoor. Tempat parkir mobil tersedia di dalam lokasi, berkapasitas sekitar 5 mobil.
Lokasi penyewaan perahu ini merupakan pantai yang terletak di belakang rumah pemilik penyewaan perahu, jadi bukan di pelabuhan publik. Menurut kami lokasi ini lebih nyaman dan privat. Anda dapat menghubungi Pak Munasip di nomor 0878-65197794 untuk menyewa perahu dari lokasi di bilangan Desa Tawun ini seharga Rp. 250ribu per hari untuk wisata hopping islands ke Gili Nanggu, Gili Sudak, dan si pulau mungil Gili Kedis. Satu-satunya yang tidak dikunjungi adalah Gili Tangkong. Tidak ada layanan kapal umum/berjadwal ke Gili, pilihan satu-satunya adalah menyewa kapal penyeberangan kecil ini secara privat.
Kami segera berganti baju renang lalu memakai sunblock. Anak-anak tak sabar untuk segera menceburkan diri ke pantai yang nyaris tak berombak ini. Perahu tradisional Lombok ini memiliki dua cadik penyeimbang di kanan-kirinya, mirip-mirip dengan desain perahu kecil lain di nusantara.
Ketika itu belum jam makan siang sebenarnya, namun agar tidak terlalu repot makan siang di Gili, kami memilih untuk tetap memesan makan siang dulu di lokasi penyewaan perahu ini yang memang memiliki dua saung makan. Harga makan siang di sini kami nilai sangat murah.
Kami bertujuh ketika itu memesan menu nasi-sambal-lalap timun untuk porsi 5 orang plus 2 ekor ikan bakar/asap ukuran panjang sekitar 40cm seharga total Rp. 90ribu. Boleh menambah sendiri kelapa muda seharga Rp. 10ribu per butir.
Khusus menu ikan asap yang kami taksir beratnya sekitar 0,8kg ini, harganya rata-rata Rp. 30~40ribu per ekor. Sama saja harganya antara ikan kerapu, kakaktua, atau baronang ukuran setara.
Ikan asap di sini sepertinya tidak dibumbui, benar-benar hanya diasap saja, tetapi terasa mak nyus mungkin karena kondisi ikannya masih sangat segar. Bumbu makanan di Lombok secara umum bercita rasa pedas-asin, dipadu dengan kecap manis. Mungkin bagi pengunjung yang tidak suka makanan pedas, hal ini akan cukup menjadi masalah.
Porsi makan siang yang disiapkan ternyata terlalu banyak. Karena tidak habis, maka kami meminta kepada pengelola saung makan untuk menyimpankan dulu sisa makan siang dan kelapa muda kami. Ibu pengelola yang baik ini ternyata OK saja. Siip deh.
Selain menyediakan menu makanan, tempat ini juga menyewakan peralatan snorkeling seharga Rp. 45ribu per set yang terdiri dari jaket pelampung dan kaca matanya (tanpa kaki katak).
Gili Nanggu
Membutuhkan waktu sekitar 20 menit berperahu santai ke Gili Nanggu dari pesisir Desa Tawun. Perahu wisata di sini menggunakan sebuah motor tempel yang diletakkan di bagian belakang. Sesekali Abu Wisnu, pengemudi perahu kami, harus menaikkan motor perahunya manakala perahu melintasi potongan rumput laut yang mengambang agar tidak membelit di baling-baling motor.
Kami bertujuh ketika itu memesan menu nasi-sambal-lalap timun untuk porsi 5 orang plus 2 ekor ikan bakar/asap ukuran panjang sekitar 40cm seharga total Rp. 90ribu. Boleh menambah sendiri kelapa muda seharga Rp. 10ribu per butir.
Khusus menu ikan asap yang kami taksir beratnya sekitar 0,8kg ini, harganya rata-rata Rp. 30~40ribu per ekor. Sama saja harganya antara ikan kerapu, kakaktua, atau baronang ukuran setara.
Ikan asap di sini sepertinya tidak dibumbui, benar-benar hanya diasap saja, tetapi terasa mak nyus mungkin karena kondisi ikannya masih sangat segar. Bumbu makanan di Lombok secara umum bercita rasa pedas-asin, dipadu dengan kecap manis. Mungkin bagi pengunjung yang tidak suka makanan pedas, hal ini akan cukup menjadi masalah.
Porsi makan siang yang disiapkan ternyata terlalu banyak. Karena tidak habis, maka kami meminta kepada pengelola saung makan untuk menyimpankan dulu sisa makan siang dan kelapa muda kami. Ibu pengelola yang baik ini ternyata OK saja. Siip deh.
Selain menyediakan menu makanan, tempat ini juga menyewakan peralatan snorkeling seharga Rp. 45ribu per set yang terdiri dari jaket pelampung dan kaca matanya (tanpa kaki katak).
Gili Nanggu
Membutuhkan waktu sekitar 20 menit berperahu santai ke Gili Nanggu dari pesisir Desa Tawun. Perahu wisata di sini menggunakan sebuah motor tempel yang diletakkan di bagian belakang. Sesekali Abu Wisnu, pengemudi perahu kami, harus menaikkan motor perahunya manakala perahu melintasi potongan rumput laut yang mengambang agar tidak membelit di baling-baling motor.
Pada foto di atas Gili Nanggu terlihat sepotong saja di sebelah kiri, sementara pulau yang tepat berada di tengah adalah Gili Tangko. Laut tenang nyaris tak berombak, perahu kami melaju perlahan sambil sesekali terayun ringan mengikuti riak laut. Abu Wisnu tampak santai sekali ketika menjalankan perahunya.
Pesisir sebelah tenggara Gili Nanggu adalah tempat terbaik untuk bermain air dan snorkeling. Perahu-perahu penyeberangan ditambatkan di tempat ini. Laut bening berwarna biru toska di sini tenang, aman untuk anak kecil sekali pun.
Ikan-ikan ukuran sekitar 20cm aneka warna berkeliaran dalam gerombolan cukup besar di taman laut perairan dangkal, tepat di sekitar kami snorkeling. Cukup lemparkan sekerat roti ke dalam air (saat itu kami menggunakan roti Rp. 2000-an yang sudah dihancurkan/diremas, dicampur dengan air, dan dimasukkan ke dalam botol plastik), dijamin Anda akan langsung dikerubungi ikan-ikan aneka warna jinak yang berenang riang seolah tak takut pada manusia, sangat dekat pada Anda. Sayangnya kami tak membawa kamera bawah air untuk memotret momen ini.
Di sini kita harus membayar tiket Gili sebesar Rp, 5000 per orang (anak-anak biasanya tidak dihitung). Cukup murah untuk kualitas pulau tropis ini...
Gili Nanggu Cottages berdesain rumah adat suku Sasak berdiri di pesisir tenggara ini. Lokasinya cukup nyaman, teduh oleh pepohonan waru ukuran besar yang tumbuh di sekeliling pulau seluas sekitar 12,5 hektar ini. Fasilitas yang tersedia di sini meliputi lapangan bola, volley pantai, basket, fasilitas outbound, dan trek jogging.
Terdapat banyak saung tepi pantai yang dapat kita gunakan untuk meletakkan barang dan beristirahat di pulau kecil ini. Tampaknya di sini cukup aman karena kami melihat barang-barang diletakkan di saung tanpa perlu dijaga. Namun waspada tetap harus ya...
Gapura di pantai sekitar Gili Nanggu Cottages bertuliskan Gita Nada (singkatan Gili Tangko, Nanggu dan Sudak). Suasana alami secara umum sangat dijaga di Gili Nanggu. Kita tak akan diganggu oleh pedagang asongan. Di sini pun tak ada polusi kendaraan bermotor. Privasi pelancong sangat dijaga.
Sedikit ke sebelah barat dari pantai tempat menambatkan perahu, tepatnya di sisi selatan gili, terdapat daerah yang banyak dihuni kelomang/kumang. Anak-anak sempat berburu kelomang di sini, tetapi kemudian dilepaskan lagi agar tidak malah mati jika dibawa pergi dari habitatnya di pantai.
Kami suka sekali dengan gradasi warna air laut dari warna pasir pantai, berubah menjadi kehijauan, toska, biru, hingga biru tua pada rangkaian pulau-pulau kecil di barat daya Lombok ini. Luar biasa...
Secara umum kami mengamati bahwa sisi timur dan selatan Gili Nanggu merupakan tempat terbaik untuk bermain air dan snorkeling. Taman laut di sini dihuni oleh sekawanan besar ikan laut cantik yang tak henti mengerumuni para pelancong. Taman laut sisi selatan memiliki sedikit kelebihan terumbu karang yang lebih berwarna-warni.
Turis asing kami perhatikan tak sebanyak di Gili Trawangan yang memang namanya sudah mendunia. Namun bagi kami yang memang kurang suka dengan suasana crowded, Gili Nanggu terasa sangat pas.
Seperti yang kami sebutkan di atas bahwa pengemudi perahu akan melayani kita dengan ramah selama sehari masa sewa. Sayangnya karena putri kami sedang agak kurang enak badan sedari Bekasi tadi pagi, maka kami sedikit mempercepat kunjungan ke surga tropis Gili Nanggu yang digadang-gadang sebagai Virgin Island-nya Indonesia ini.
Gili Sudak
Protoreaster nodosus seukuran telapak tangan |
Dalam perjalanan ke Gili Sudak, pengemudi perahu biasanya akan membawa kita ke kumpulan karang yang rupanya menjadi lokasi habitat bintang laut dari spesies Protoreaster nodosus atau sering juga disebut bintang laut bertanduk. Lokasi ini berupa laut amat dangkal sedalam hanya sepaha orang dewasa di sebelah utara Gili Sudak. Atau jika laut sedang pasang mungkin bisa mencapai kedalaman sepinggang.
Bintang laut bertanduk di sini berukuran cukup besar (sekitar seukuran telapak tangan orang dewasa) dengan permukaan tubuh bagian bawah cukup lunak, tetapi permukaan atasnya lebih keras dengan beberapa tonjolan kehitaman yang sekilas tampak layaknya tanduk.
Bintang laut bertanduk memang merupakan spesies yang lazim ditemukan di perairan tropis dangkal yang hangat, lokasi berkembang biak kegemaran jenis ini. Di beberapa negara Laut Tengah bintang laut tanduk yang sudah mati dikeringkan dan umum dijadikan suvenir. Tetapi untungnya di Lombok kami tidak menjumpai hal serupa. Lebih baik bintang laut di sini tetap hidup bebas dan lestari di habitat alaminya.
Setelah sejenak bermain-main dengan kedua bintang laut itu kami pun melepaskan kembali keduanya ke dalam air, lalu melanjutkan perjalanan ke spot wisata Gili Sudak yang ternyata juga berada di pojok tenggara pulau. Pantai wisata Gili Sudak ini memiliki air yang juga bening dan pasir putih, namun kami nilai pantai Gili Nanggu sedikit lebih bagus. Tapi ini subjektif sih...
Tampaknya kita tidak perlu membayar tiket masuk ke Gili Sudak karena selama kami berada di sana tidak ada petugas yang menarik uang tiket.
Mendekati Gili Sudak (foto dari website Nirvana Villa Sudak)
Pantai Gili Sudak di tepi Nirvana Resort dilindungi oleh pagar beton penahan ombak. Dari informasi yang kami peroleh, kebanyakan pengunjung memang menjadikan Gili Sudak sebagai tempat bersantai atau makan siang setelah sebelumnya snorkeling di Gili Nanggu. Menu andalan restoran Nirvana Gili Sudak tentunya sajian seafood dengan sambal yang fresh dan minuman kelapa muda.
Lokasi penambatan perahu langsung menghadap pantai yang teduh oleh rindangnya pohon waru. Banyak terdapat kursi santai untuk berjemur sambil menikmati view ke arah Lombok daratan seperti diperlihatkan oleh foto di bawah.
Gili Kedis
Pulau terkecil di antara gugusan 4 gili ini terlihat sebenarnya dari Nirvana Resort. Jaraknya hanya sekitar 400m ke arah selatan, masih terjangkau sebenarnya jika ditempuh dengan berenang dari Gili Sudak. Dengan perahu hanya butuh 2 atau 3 menit.
Mendekati Gili Kedis, pulau kecil dengan beberapa batang pohon tumbuh di atasnya.
Gili Kedis artinya 'pulau kecil', sesuai dengan ukurannya yang kurang lebih hanya seluas lapangan volley. Hanya ada sebuah bangunan semi permanen yang rupanya digunakan sebagai warung mie (@ Rp. 15ribu per porsi) dan penganan lainnya di atas pulau ini. Selain itu terdapat beberapa ayunan dan kursi malas.
Foto udara Gili Kedis di samping kanan (sumber : website Pesona Lombok) dapat memberi gambaran mengenai betapa kecilnya ukuran pulau tropis ini.
Di Gili Kedis kita rupanya harus membayar uang tiket masuk seharga Rp. 5000 per orang, sama dengan di Gili Nanggu. Tapi karena kami hanya sebentar berada di sini, kami (7 orang) cukup membayar Rp. 10ribu saja.
Pulau kecil ini benar-benar menjadi gambaran sempurna cast away alias terdampar di pulau tak berpenghuni ala Holywood. Sebagian orang memberinya julukan Romantic Island. Dilihat dari Desa Tawun, Gili Kedis tampak layaknya koral yang menyembul di atas laut. Saking kecilnya, hanya butuh sekitar 5 menit berjalan kaki santai mengelilingi pulau ini.
Abu Wisnu sebenarnya menyarankan kami agar menunggu sunset eksotis di Gili Kedis. Sayang seribu sayang karena putri kami sudah kian merasa kurang sehat, kami tak bisa tinggal berlama-lama di sini. Tak apalah, next time we will come again, in sya Allah....
Pada sedikit bagian yang dinaungi keteduhan pepohonan, pengelola telah membarikan fasilitas kursi santai, ayunan, dan saung untuk duduk-duduk menunggu sunset, atau sekedar untuk makan pop mie yang dijual di sini.
Pandangan ke arah timur pulau, tampak perahu kami tengah sandar di pesisirnya.
Tiba kembali di lokasi penyewaan perahu Desa Tawun setelah berperahu pulang dari Gili Kedis, kami lanjut menghabiskan sisa makan siang yang disimpan. Perjalanan menyusuri 3 gili - terutama snorkeling - rupanya membuat perut bernyanyi minta diisi lagi. Anak-anak masih bermain air di pantai sambil bersantap. Selain menghabiskan hidangan, kami membeli 3 ekor ikan ukuran besar (masing-masing 1 ekor baronang, kakaktua, dan kerapu) mentah seharga total Rp. 110ribu untuk dimasak di rumah.
Di sini tersedia 2 kamar mandi yang cukup bersih untuk bilas pengunjung dengan tarif Rp. 5000 per orang. Selain itu di sini sebenarnya ada mushalla kecil untuk shalat. Tetapi karena waktunya masih memungkinkan, kami akan melaksanakan shalat di Masjid Islamic Center Mataram yang sudah terkenal itu.
Masjid Islamic Center Mataram
Serambi Masjid bergaya rumah Sasak |
Islamic Center Mataram mulai dibangun sejak masa bakti Gubernur Dr. TGH M. Zainul Majdi. Peletakan batu pertama dilaksanakan pada 19 Maret 2010, dan alhamdulillah dapat diresmikan pada 15 Desember 2013.
Komplek Islamic Center ini dibangun di atas lahan seluas 7,6 hektar dengan dana APBD dan dana CSR PT Newmont senilai lebih dari 350 milyar rupiah.. Desain masjid merupakan perpaduan gaya bangunan tradisional Lombok dan Sumbawa.
Bangunan masjid berdesain bujursangkar yang amat megah ini memiliki 4 menara di sudut-sudutnya. Satu menara lagi dibangun terpisah. Menara setinggi 99 meter ini jauh lebih besar dibanding empat lainnya, terletak di depan (sisi timur) masjid, dan populer dengan julukan Menara 99, sesuai dengan nama-nama Allah (asmaul husna).
Pandangan dari serambi masjid ke arah luar (timur) |
Melihat fisik komplek ini, semua memang didesain dan dibangun dengan luar biasa... segalanya diupayakan sebaik-baiknya. Komplek Islamic Center Mataram ini amat luas dan modern. Kita harus naik anak tangga cukup tinggi untuk masuk ke dalam masjid (tersedia juga tangga berjalan yang sayangnya tidak setiap saat dioperasikan). Karpet bagian dalam masjid didominasi warna merah tua. Semoga saja masjid besar ini makmur dan terus dipadati jamaah...
Menara Masjid setinggi 99 meter yang sayangnya petang itu sedang tidak dpat dinaiki jamaah (kiri); sebuah bedug ukuran raksasa yang terdapat di lantai serambi masjid (kanan)
Masjid Islamic Center Mataram seolah menjadi penegas julukan Pulau Seribu Masjid. Data menunjukkan bahwa jumlah masjid di Lombok memang fantastis. Dari 414 desa di seluruh pulau, tercatat ada lebih dari 5000 masjid bertebaran di sini. Artinya, rata-rata terdapat lebih dari 10 masjid di setiap desa yang kebanyakan adalah masjid berukuran besar dan megah. Bahkan beberapa masjid besar berhadap-hadapan berseberangan jalan. Sekali lagi ami berdoa semoga masjid-masjid ini makmur, senantiasa dipadati jamaah, dan tetap menjadi pusat kegiatan/kajian ilmu-imu syar'i hingga selama-lamanya.
Komplek Islamic Center Mataram saat malam hari tampak cantik dengan permainan lampu sorot aneka warna di sekeliling menara dan kubah raksasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar