D'Cabin Purwakarta merupakan hotel dengan konsep yang cukup unik mengingat kamar hotel ini terbuat dari container 20 feet yang sudah dimodifkasi sedemikian rupa menjadi kabin hunian yang nyaman. Harga D'Cabin ketika itu adalah Rp. 520rb/malam tanpa sarapan.
D'Cabin terletak di tepi Waduk Jatiluhur, tepatnya di area wahana air Jatiluhur Water Park. Menginap di D'Cabin memang berarti dapat menggunakan fasilitas wahana air ini dengan bebas. Ini memang menjadi salah satu keuntungannya.
Dari arah Jakarta, kita bisa berkendara via Tol Cipularang, lalu keluar di exit Jatiluhur-Ciganea-Cikalong. Setelah tiba di pertigaan jalan lama Purwakarta, belok ke kiri. Hanya sekitar 300 m setelah belokan tersebut kita sampai di pertigaan yang ditandai oleh patung tokoh pewayangan, ambil jalur ke arah kiri yang berkontur menanjak (Jl. Pramuka) sekitar 6 km terus hingga masuk kawasan waduk.
Dari arah Jakarta, kita bisa berkendara via Tol Cipularang, lalu keluar di exit Jatiluhur-Ciganea-Cikalong. Setelah tiba di pertigaan jalan lama Purwakarta, belok ke kiri. Hanya sekitar 300 m setelah belokan tersebut kita sampai di pertigaan yang ditandai oleh patung tokoh pewayangan, ambil jalur ke arah kiri yang berkontur menanjak (Jl. Pramuka) sekitar 6 km terus hingga masuk kawasan waduk.
Hanya terdapat 4 unit container yang diwarnai biru dengan pola gelombang air di D'Cabin Purwakarta yang masing-masing diberi nama menurut 4 punakawan : Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Atap masing-masing container memiliki dek pandang ke arah waduk yang diberi pagar pengaman di keempat sisinya. Tangga putar untuk naik ke atas terdapat di sisi container (foto di bawah).
Pintu masuk ke dalam container didesain berupa pintu geser kaca yang juga berfungsi sebagai penerangan. Interior kabin sudah dilapisi material GRC serupa dinding ruangan biasa, tidak lagi menampakkan profil baja bergelombang khas container.
Tiap unit container memiliki ranjang susun sehingga mampu menampung cukup banyak tamu (foto di sebelah kanan).
Di sisi dinding yang berlawanan dengan posisi ranjang susun terdapat kulkas mini dan TV LCD (foto kiri bawah).
Di sisi ini juga terletak kamar mandi yang walaupun berukuran mini tetapi fungsional. Dinding kamar mandi di kabin ini telah dilapisi keramik seperti kamar mandi pada umumnya (foto kanan bawah). Air hangat di kamar mandi ini dari unit pemanas air listrik terpantau lancar dan memang cukup hangat.
Seperti yang telah disinggung di atas, D'Cabin terletak tepat di bagian atas area Jatiluhur Water Park. Terdapat susunan tangga batu yang menghubungkan pelataran D'Cabin dengan wahana air di bawahnya seperti yang ditunjukkan oleh foto di sebelah kiri bawah. Nyaman sekali bukan? Layaknya memiliki water park pribadi...
Sebenarnya terdapat loket pembayaran tiket untuk memasuki Kawasan Wisata Waduk Jatiluhur sebesar Rp. 20.000/orang. Tetapi pemegang lembar booking D'Cabin tak perlu membayar lagi untuk memasuki kawasan ini. Cukup tunjukkan saja booking D'Cabin kepada petugas di loket masuk, maka Anda akan diijinkan langsung masuk ke dalam.
Tiket masuk ke Jatiluhur Water Park sendiri adalah Rp. 35.000/orang. Tapi sekali lagi penyewa D'Cabin tak perlu membayar untuk bermain air bersama keluarga di sini.
Di bawah tampak beberapa suasana water park pada sekitar sore hingga menjelang waktu maghrib.
Di bawah tampak beberapa suasana water park pada sekitar sore hingga menjelang waktu maghrib.
Satu hal yang menurut kami harus diperbaiki oleh pengelola D'Cabin adalah gerbang masuknya yang berkontur mirip polisi tidur, tetapi cukup tinggi sehingga kita hars berhati-hati mengemudikan mobil ketika melewatinya. Mobil Honda Freed yang kami gunakan ketika itu selalu kandas bagian kolongnya di gerbang masuk ini meski sudah berjalan sangat perlahan. Hanya ketika seluruh penumpang turunlah Freed kami tidak kandas... hadeuh. Tetapi mobil yang memiliki ground clearance lebih tinggi tentunya tak akan menjumpai masalah.
Kapasitas parkir D'Cabin hanyalah 4 mobil (foto kanan atas), persis sama dengan jumlah unit container yang ada di sini. Tampaknya memang hal ini sudah diperhitungkan oleh pengelola.
D'Cabin terletak tepat di sisi timur waduk, sehingga sebenarnya lokasi ini menawarkan keistimewaan pemandangan sunset bagi para tamu. Sayangnya entah mengapa di atas permukaan waduk pada petang itu tampak berkabut sehingga menghalangi cantiknya pemandangan mentari tenggelam.
Namun demikian kami tetap masih dapat menikmati sunset dari atap container.
Tampak pula para pengunjung water park satu per satu meninggalkan area wahana air hingga akhirnya kosong.
Kami melaksanakan shalat maghrib, lalu bersiap pergi melihat pertunjukan air mancur di Situ Buleud yang kini populer dengan nama Taman Air Mancur Sri Baduga.
Perjalanan dari kawasan waduk ke kota Purwakarta cukup lancar hingga pertigaan Jl. A. Yani. Dari sini ke lokasi Situ Buleud lalu lintas cukup padat, apalagi setiap Sabtu malam ketika pertunjukan air mancur digelar. Jarak dari pertigaan Jl. Pramuka (patung wayang) ke Situ Buleud sekitar 3 km.
Kami kembali dari Situ Buleud ke D'Cabin sekitar pukul 22.00. Perjalanan kembali tentunya relatif lancar jaya karena sudah cukup larut. Area sekitar waduk cukup sepi namun tampaknya aman. Pelataran D'Cabin sendiri tampak cantik berhias lampu penerangan (foto di bawah). Meja makan yang tersedia di luar container dapat digunakan untuk minum kopi hangat atau makan jajanan lain. Pengelola menyediakan dispenser air panas yag dapat kita gunakan sewaktu-waktu.
Esok paginya setelah shalat subuh, sunrise memang tak terlihat dari D'Cabin karena tertutup pepohonan tinggi di belakang container. Namun tetap saja semburat kemerahan matahari terbit terlihat imdah saat terpantul oleh awan rendah di atas permukaan waduk.
Terlihat beberapa staf pengelola water park mulai sibuk membersihkan kolam dan sekitarnya, karena hari Ahad biasanya ramai pengunjung. Anak-anak mempersiapkan baju renangnya untuk kembali bermain air pagi itu. Namun sebelum kembali berenang, kami berencana untuk berjalan-jalan di seputaran waduk terlebih dahulu.
Sepertinya aktivitas wisata waduk Jatiluhur baru berdenyut setelah pukul 8 pagi. Tampak beberapa mobil pengunjung mulai berdatangan, dan para pemilik perahu mulai berkeliling menawarkan jasa naik perahu pada para pengunjung.
Waduk Jatiluhur yang secara resmi bernama Waduk Ir. H. Juanda ini terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta. Waduk serbaguna seluas 8300 ha ini merupakan yang terbesar sekaligus pertama di Indonesia, terbentuk akibat dibendungnya aliran Sungai Citarum.
Bendungan raksasa ini (foto kiri bawah) mulai dibangun oleh Presiden Soekarno pada tahun 1957 hingga diresmikan pada 26 Agustus 1967 oleh Presiden Soeharto, menghasilkan potensi air sebesar 12,9 miliar m3. Potensi air sebesar ini terutama digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) lewat 6 unit turbin yang dimilikinya dengan output daya hingga 187,5 MW. Total per tahun PLTA Jatiluhur menghasilkan rata-rata 1000 juta kWh listrik yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II.
Selain fungsi PLTA, waduk ini memasok irigasi untuk sekitar 242.000 ha sawah di sepanjang daerah aliran Citarum, sebagai sumber air minum baku DKI dan daerah lain yang dilaluinya, fungsi pengendalian banjir bagi daerah Karawang dan sekitarnya, perikanan darat (keramba jaring apung), dan tentunya potensi pariwisata.
Waduk Jatiluhur dikenal memiliki sistem limpasan air terbesar di dunia, dengan menara pelimpah air utamanya yang berbentuk khas setinggi 110 m dan diameter 90 m. Puncak menara pelimpah air ini hanya sekitar 4 m saja yang terlihat menyembul di atas permukaan waduk (foto di bawah), sementara sebagian besar sisanya terletak di bawah air sehingga nyaris tak pernah diketahui bentuknya oleh masyarakat.
Debit air yang masuk ke dalam menara ini harus dikendalikan agar senantiasa stabil. Limpasan air ke dalam menara inilah yang kemudian akan menggerakkan turbin pembangkit listrik. Karena fungsinya yang amat penting inilah maka tak sembarang orang diperkenankan untuk mendekati area menara pelimpah air ini.
Kami berjalan kaki saja dari D'Cabin. Cukup menyeberangi jalan di depan water park, dan kami sudah masuk ke area tepian waduk.
Dermaga tempat sandarnya perahu yang dapat disewa untuk mengitari waduk disebut dermaga biru. Entah mengapa disebut demikian, mungkin karena birunya air waduk...
Suasana matahari terbit di atas Waduk Jatiluhur |
Sepertinya aktivitas wisata waduk Jatiluhur baru berdenyut setelah pukul 8 pagi. Tampak beberapa mobil pengunjung mulai berdatangan, dan para pemilik perahu mulai berkeliling menawarkan jasa naik perahu pada para pengunjung.
Waduk Jatiluhur yang secara resmi bernama Waduk Ir. H. Juanda ini terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta. Waduk serbaguna seluas 8300 ha ini merupakan yang terbesar sekaligus pertama di Indonesia, terbentuk akibat dibendungnya aliran Sungai Citarum.
Bendungan raksasa ini (foto kiri bawah) mulai dibangun oleh Presiden Soekarno pada tahun 1957 hingga diresmikan pada 26 Agustus 1967 oleh Presiden Soeharto, menghasilkan potensi air sebesar 12,9 miliar m3. Potensi air sebesar ini terutama digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) lewat 6 unit turbin yang dimilikinya dengan output daya hingga 187,5 MW. Total per tahun PLTA Jatiluhur menghasilkan rata-rata 1000 juta kWh listrik yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II.
Selain fungsi PLTA, waduk ini memasok irigasi untuk sekitar 242.000 ha sawah di sepanjang daerah aliran Citarum, sebagai sumber air minum baku DKI dan daerah lain yang dilaluinya, fungsi pengendalian banjir bagi daerah Karawang dan sekitarnya, perikanan darat (keramba jaring apung), dan tentunya potensi pariwisata.
Waduk Jatiluhur dikenal memiliki sistem limpasan air terbesar di dunia, dengan menara pelimpah air utamanya yang berbentuk khas setinggi 110 m dan diameter 90 m. Puncak menara pelimpah air ini hanya sekitar 4 m saja yang terlihat menyembul di atas permukaan waduk (foto di bawah), sementara sebagian besar sisanya terletak di bawah air sehingga nyaris tak pernah diketahui bentuknya oleh masyarakat.
Debit air yang masuk ke dalam menara ini harus dikendalikan agar senantiasa stabil. Limpasan air ke dalam menara inilah yang kemudian akan menggerakkan turbin pembangkit listrik. Karena fungsinya yang amat penting inilah maka tak sembarang orang diperkenankan untuk mendekati area menara pelimpah air ini.
Kami berjalan kaki saja dari D'Cabin. Cukup menyeberangi jalan di depan water park, dan kami sudah masuk ke area tepian waduk.
Dermaga tempat sandarnya perahu yang dapat disewa untuk mengitari waduk disebut dermaga biru. Entah mengapa disebut demikian, mungkin karena birunya air waduk...
Sayang seribu sayang, banyak sampah berserakan di sekitar dermaga ini. Hadeuh... kapan ya kebiasaan membuang sampah sembarangan ini hilang?
Kami segera menaiki salah satu perahu (foto di samping kanan). Pengemudi kemudian segera menjalankan perahunya dengan kecepatan sedang memutari waduk menuju area keramba apung.
Keramba-keramba itu tampak saling berdekatan, membentuk kelompok-kelompok yang saling terhubung. Rumah-rumah kayu penjaga keramba terlihat menyembul tinggi di atas permukaan waduk (foto di bawah). Beragam jenis ikan air tawar dibudidayakan di sini, meliputi ikan mas, nila, mujair, dll.
Belakangan karena jumlah keramba di waduk ini terlalu banyak bahkan hingga melebihi kapasitasnya, pemerintah akan menertibkan keramba berlebih. Bagaimana pun, ikan budidaya akan menghasilkan sampah biologis yang jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu kualitas air Waduk Jatiluhur.
Akhirnya... dipandang dari sisi mana pun, Waduk Jatiluhur memang indah. Tentunya potensi wisata waduk yang luar biasa ini harus dijaga agar bertahan hingga waktu yang sangat lama...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar