Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Rabu, 02 November 2011

Sekelumit Tentang Kasongan (About Kasongan)

Kasongan dikenal sebagai desa wisata gerabah yang terletak di Propinsi Jogjakarta, tepatnya berada di wilayah Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Kawasan ini sangat mudah dicapai dari kota Jogjakarta, yaitu hanya sekitar 7 km saja arah barat daya pusat kota. Menyikapi perkembangan pesat kawasan ini, Pemkab Bantul kemudian menetapkannya menjadi Sentra Industri Kerajinan Gerabah Kasongan sebagai UKM unggulan dan kawasan wisata. Saat ini wilayah UKM Kasongan meliputi dusun Kajen, Tirto, Kali Pucang, Gedongan, Sambungan, Kasongan, bahkan desa Tirtonirmolo dengan luas total sekitar 34,4 hektar.

Mengapa kerajinan gerabah amat berkembang di kawasan ini?
Hal ini tak lepas dari keadaan alam Kasongan yang memiliki tanah berupa campuran kalsium (Ca) dari bentang pegunungan kapur di belahan barat dengan tanah abu vulkanik kaya besi (Fe). Pada musim hujan, warna tanah Kasongan menjadi cenderung kelabu, tetapi air tidak menggenang melainkan cepat terserap ke dalam tanah yang kaya kalsium dan abu vulkanik. Sifat dasar tanah Kasongan adalah liat dan mudah dibentuk jika dicampur air (disebut kwarsa atau lempung). Tanah liat Kasongan hanya memungkinkan pembakaran dengan tungku terbuka berbahan bakar jerami dan mrambut hingga temperatur 800 derajat celcius saja yang menghasilkan gerabah. Tanah liat dengan campuran bahan baku khusus sebenarnya dapat dibakar hingga temperatur lebih tinggi untuk menghasilkan terakota (dengan tungku berbahan bakar kayu hingga 1000 deg C), atau bahkan porselen (dengan tungku LPG hingga temperatur 1200 deg C).


Kondisi alami tanah ini, ditambah dengan iklim setempat yang cenderung gersang sehingga kurang mendukung pertanian, mendorong penduduk Kasongan sejak abad silam untuk lebih mengandalkan sektor kerajinan gerabah sebagai mata pencaharian utama. Pada tahun 1800-an, mayoritas penduduk Kasongan telah berprofesi sebagai perajin tanah liat. Para perajin yang disebut kundhi tersebut ketika itu hanya memproduksi perabot rumah tangga sederhana. Namun sekarang sebutan kundhi telah berganti menjadi perajin atau pengusaha gerabah yang lebih berkonotasi positif.
Memasuki kawasan UKM Kasongan dari arah timur (Jalan Raya Bantul), kita akan melewati gapura beton berdesain mirip gerbang utama Keraton Jogjakarta selebar sekitar 25 meter berwarna dominan merah sebagai pintu gerbang kawasan yang tampak megah. Artshop-artshop mulai dapat ditemui di sepanjang kanan-kiri Jalan Raya Kasongan setelah kita melaju sekitar 500 meter ke arah barat gerbang tadi. Ukuran artshop memang beragam, dari yang kecil hingga besar, namun hampir semua menawarkan handicraft gerabah dengan spesialisasi tertentu. Misalnya fokus pada meja set gerabah, atau finishing pasir, dan ada pula yang ahli dalam memadukan seni gerabah dengan kerajinan kayu. Anda tinggal memilih saja model dan tentunya harga handicraft yang sesuai.
Jika Anda mau dan memang kebetulan sedang ada pekerjaan pembuatan gerabah, Anda bisa pula sejenak melongok situasi kerja para perajin dalam membentuk gerabah atau membakarnya. Para pemilik artshop yang memiliki fasilitas pembuatan dan pembakaran gerabah biasanya tak segan-segan menunjukkannya pada pengunjung.
Alternatif lain menuju kawasan ini adalah mengambil jalan memutar dari arah barat, yaitu dari arah desa wisata Krebet yang terkenal dengan handicraft batik kayunya. Kondisi jalan dari arah ini memang tidak selebar dari arah timur (gerbang gapura Kasongan), namun kualitas jalan secara keseluruhan baik dan mulus. Kontur jalan relatif tidak rata, melainkan mendaki dan menurun mengikuti kontur daerah barat Kasongan yang berbukit-bukit. Anda mungkin sesekali harus menanyakan arah pada penduduk sekitar mengingat minimnya papan penunjuk arah jalan di jalur ini.  
Secara umum proses pembuatan gerabah dimulai dengan mencampurkan tanah liat dan air, kemudian dipilin agar benar-benar liat dan mudah dibentuk dengan berbagai metode (umumnya metode putar). Gerabah yang telah dibentuk kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 hari. Proses selanjutnya adalah pembakaran di bawah tumpukan jerami selama 8-12 jam. Hasilnya adalah produk matang (disebut biskuit) yang berwarna kemerahan. Terakhir tentunya adalah finishing dengan cat aneka warna. Namun mengingat keseluruhan proses tersebut memakan waktu berhari-hari, Anda umumnya hanya dapat melihat sebagian proses saja. Namun demikian, itu tetap bisa dijadikan pengalaman yang menarik, bukan?


Ditinjau dari sistem pengupahannya, para perajin dan pekerja di Kasongan umumnya terbagi menjadi 2 kelompok besar : pekerja borongan dan tetap. Pekerja borongan memperoleh upah berdasarkan jumlah pekerjaan/gerabah yang diselesaikan. Sedangkan pekerja tetap memiliki gaji bulanan.
Sebagian besar pengusahan gerabah di Kasongan adalah penduduk asli (di atas 95%), sedangkan sisanya merupakan pendatang dari beberapa daerah di sekitar Kasongan seperti Bangunharjo yang memanfaatkan reputasi Kasongan sebagai desa wisata.

Mengapa dinamai Kasongan?
Menurut cerita masyarakat, nama Kasongan berasal dari nama Kyai Song, yang merupakan prajurit sekaligus guru spiritual Raden Ontowiryo (Pangeran Diponegoro) yang menyempurnakan keterampilan pembuatan perabotan rumah tangga sederhana dari tanah liat yang murah dan mudah didapat di daerah ini. Setelah Perang Diponegoro berakhir pada 1830, generasi selanjutnya di bawah pengarahan Ki Jembuk mengembangkan keahlian pembuatan gerabah patung hewan serta celengan. Bahkan setelah beralih ke generasi selanjutnya (Ki Rono dan Nyi Ginah), perbendaharaan model kian meluas ke anglo (tungku kayu bakar), belanga, cawan dan periuk.
Pada tahun 1920-an, Mbah Harto dan Mbah Tomo menjadi tokoh yang berpengaruh pada pengembangan varian-varian gerabah hiasan rumah tangga, pot bunga, serta tungku arang.

Hingga tahun 1970, produk gerabah Kasongan bisa dikatakan masih sangat kasar, tradisional, serta hanya mementingkan aspek fungsi. Era 1970-1980 disebut sebagai masa perkembangan pesat gerabah Kasongan dimana adopsi seni natural arahan Ir. Larasati Suliantoro Soelaiman (seniwati tanaman hias) dan Sapto Hudoyo (pematung) menandai peningkatan pengetahuan dan kualitas perajin serta gerabah Kasongan di mana gerabah Kasongan mulai mengenal sentuhan artistik pewarnaan, estetika, bentuk, kualitas proses produksi, serta teknik lelet (menempelkan potongan-potongan tanah liat menjadi bentuk tertentu, tidak sekedar metode putar tradisional). Era ini pun menandai transformasi paradigma gerabah Kasongan dari sebelumnya hanya peralatan dapur menjadi benda-benda seni yang mengedepankan keindahan, desain yang rumit, serta eksklusifitas.
Hingga tahun 1990-an, pembinaan perajin Kasongan terus berlanjut melalui beberapa lembaga pendidikan formal di Jogjakarta yaitu SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa) dan ISI (Institut Seni Indonesia). Interaksi antara pengusaha dan perajin Kasongan dengan kaum akademisi memberi keuntungan transfer teknologi dan pengalaman yang menguntungkan kedua belah pihak.
Menginjak tahun 1997, sekitar 300 orang perajin gerabah dari Plered (Purwakarta, Jawa Barat) datang ke Kasongan akibat krisis ekonomi. Mereka membawa keterampilan baru pembuatan gerabah raksasa (gigantic) dengan tinggi hingga 2 meter berbentuk dasat silindris-tubular ke kawasan Kasongan. Melalui beragam pengembangan dan variasi finishing yang rumit, model-model gerabah baru berbentuk tabung ini bahkan mampu go internasional.

Proses internasionalisasi bisa dikatakan terus berlanjut hingga era 2000-an, di mana interaksi pengusaha gerabah Kasongan dengan pembeli manca negara kian intens. Dalam kurun ini, kualitas finishing gerabah Kasongan terus meningkat dengan berbagai teknik dan bahan cat yang beragam menghasilkan permukaan luar yang glossy, buram, atau berlapis aneka bahan (kaca, cermin, keramik, kayu, batok kelapa, dsb.). Masa-masa finishing cat tembok yang sebelumnya amat dominan dapat disebut berakhir sudah.
Model gerabah Kasongan di era ini pun sangat peka terhadap selera internasional. Arah pengembangan model gerabah Kasongan dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori besar yaitu pengembangan kompleks dan deformatif.
Model pengembangan kompleks menitikberatkan aspek kualitas pasca pembakaran, serta amat mengikuti tren model gerabah di pasar dunia barat. Pengusaha gerabah dituntut untuk cepat tanggap mengadopsi tren dunia yang umumnya berlangsung singkat (hanya 1 atau 2 tahun saja sebelum berganti ke model lain).
Model deformatif mengacu pada gerabah sebagai media ekspresi seni yang umumnya tidak lagi berbentuk simetris. Gerabah deformatif bisa saja memiliki mulut atas yang miring ke berbagai arah, atau berlubang-lubang abstrak. Jelas berbeda dengan bentuk dasar gerabah yang umumnya serba simetris hasil pembuatan dengan metode putar. Model deformatif biasanya dibuat dalam jumlah sedikit dan eksklusif untuk ceruk pasar tertentu.
Dari pembahasan perkembangan model dan teknologi pembuatan gerabah Kasongan di atas, tak heran jika Anda dapat menemukan segala model gerabah hanya dengan berkunjung ke Kasongan karena sebenarnya model gerabah paling tradisonal yang dikembangkan sebelum tahun 1900-an pun masih terus dibuat. Model-model lama tersebut tidak hilang, melainkan terus eksis, meski dalam jumlah terbatas. Namun Anda dapat terus menemukannya. Anda dapat membeli aneka gerabah dari beragam masa jaya, tak ubahnya menjalani mesin waktu ke masa lalu.
Menarik? 
(dari berbagai sumber) 

Trivia...
Kualitas bahan finishing (cat) gerabah Kasongan amat beraneka. Mulai dari cat tembok kualitas rendah hingga finishing resin transparan yang terlihat eksklusif. Untuk sebagian besar gerabah Kasongan yang memiliki finishing cat tembok, warna cat kualitas rendah umumnya akan memudar setelah sekitar 2 tahun, sedangkan cat tembok kualitas baik akan tetap bertahan hingga di atas 5 tahun. Cat tembok kualitas baik relatif lebih mudah dibersihkan karena debu cenderung tidak melekat. Tersedia pula outer finish berupa aqua lacquer yang memberi efek basah serta glossy pada gerabah yang telah dilapisi cat tembok. Anda dapat menanyakannya pada pemilik artshop, dan mereka biasanya tak menutupi hal ini.
Bagi Anda yang berminat membeli produk gerabah Kasongan di Pondok Dahar Lauk Jogja, sebenarnya Anda tak perlu kuatir karena kami telah memastikan kualitas bahan cat dan finishing produk yang kami sediakan adalah baik. Hal ini demi kepuasan Anda tentunya.
Beberapa foto contoh produk gerabah Kasongan di Pondok Dahar lauk Jogja bisa Anda lihat di sini untuk gerabah bulat, yang ini untuk vas besar desain leher, serta di sini untuk meja set gerabah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar