Jaka tengah berjalan santai sambil membawa seikat bunga anggrek berwarna putih ketika ia berpapasan dengan Mama Ana. "Bunga anggrek yang indah Jaka... apakah engkau mau menukarnya dengan sebotol madu yang kubawa ini?" pinta Mama Ana.
"Bunga anggrek ini akan kuberikan pada Dara... ia sangat menyukainya Tapi jika Mama Ana memang menginginkannya, baiklah dengan senang hati akan kutukar dengan sebotol madu itu," jawab Jaka.
Mereka pun bertukar bawaan. Mama Ana kini berjalan dengan membawa seikat bunga anggrek putih. Belum jauh ia berjalan, ia berpapasan dengan Papa Bisma.
"Bunga anggrek yang indah untuk hiasan ruang keluargaku Mama Ana... apakah engkau mau menukarnya dengan seperangkat cangkir yang kubawa ini?" Pinta Papa Bisma.
"Bunga anggrek yang indah untuk hiasan ruang keluargaku Mama Ana... apakah engkau mau menukarnya dengan seperangkat cangkir yang kubawa ini?" Pinta Papa Bisma.
"Aku pun tadinya akan menggunakan bunga anggrek ini untuk menghias rumahku... tapi jika Papa Bisma memang menginginkannya, baiklah akan kutukar dengan seperangkat cangkir itu karena aku pun membutuhkannya."
Mereka pun bertukar bawaan. Papa Bisma kini berjalan dengan membawa seikat bunga anggrek putih. Belum jauh ia berjalan, ia berpapasan dengan Bibi Tari.
"Bunga anggrek yang indah untuk model lukisanku Papa Bisma... apakah engkau mau menukarnya dengan pigura kayu yang kubawa ini?" pinta Bibi Tari.
"Bunga anggrek yang indah untuk model lukisanku Papa Bisma... apakah engkau mau menukarnya dengan pigura kayu yang kubawa ini?" pinta Bibi Tari.
"Engkau lebih membutuhkannya daripada aku Bibi Tari. Baiklah akan kutukar dengan pigura kayu itu."
Mereka pun bertukar bawaan. Bibi Tari kini berjalan membawa seikat bunga anggrek putih. Belum jauh ia berjalan, ia berpapasan dengan Paman Tobi. "Bunga anggrek yang indah, tepat seperti apa yang sedang dibutuhkan anakku untuk inspirasi pelajaran mengarang di sekolahnya. Apakah engkau mau menukarnya dengan tempat lilin yang kubawa ini?" pinta Paman Tobi.
"Ya, pendidikan anak-anak kita nomor satu, Paman Tobi. Baiklah, akan kutukar dengan tempat lilin itu yang tak kalah indah untuk kulukis."
"Ya, pendidikan anak-anak kita nomor satu, Paman Tobi. Baiklah, akan kutukar dengan tempat lilin itu yang tak kalah indah untuk kulukis."
Mereka pun bertukar bawaan. Paman Tobi kini berjalan membawa seikat bunga anggrek putih. Belum jauh ia berjalan, ia berpapasan dengan Bunda Dina.
"Bunga anggrek yang indah Paman Tobi. Apakah engkau mau menukarnya dengan selimut kecil yang kubawa ini karena ayahku membutuhkan perasan sari anggrek untuk obat penyakitnya?" pintanya.
"Bunga anggrek yang indah Paman Tobi. Apakah engkau mau menukarnya dengan selimut kecil yang kubawa ini karena ayahku membutuhkan perasan sari anggrek untuk obat penyakitnya?" pintanya.
"Tentu saja Bunda Dina, engkau sangat membutuhkan bunga ini. Toh anakku dapat pula menjadikan selimut kecil bergambar kupu-kupu itu untuk inspirasi pelajaran mengarangnya."
Mereka pun bertukar bawaan. Bunda Dina kini berjalan membawa seikat bunga anggrek putih. Belum jauh ia berjalan, ia berpapasan dengan Jaka.
"Bunga anggrek yang indah Bunda Dina, tampak hampir serupa dengan seikat anggrek putih yang tadi kubawa."
"Bunga anggrek yang indah Bunda Dina, tampak hampir serupa dengan seikat anggrek putih yang tadi kubawa."
Bunda Dina tak menjawab, ia hanya memadangi sebotol madu yang dibawa Jaka. Jaka mengetahuinya dan berkata : "Apakah engkau membutuhkan sebotol madu ini?"
"Ya. Ayahku mendadak jatuh sakit. Ia membutuhkan ramuan obat dari sari bunga dan madu. Tapi aku tak memiliki barang lain untuk kutukar dengan sebotol madu milikmu, Jaka."
"Engkau jauh lebih membutuhkan sebotol madu ini Bunda Dina, ambillah, semoga ayahmu lekas sembuh."
Bunda Dina tidak juga mengambil botol madu yang diulurkan Jaka hingga Jaka berkata lagi : "kapan-kapan jika engkau memiliki sesuatu yang hendak kau berikan padaku, maka dengan senang hati akan kuterima."
Bunda Dina tersenyum, menerima sebotol madu dari Jaka, lalu setelah berterima kasih mereka pun berpisah. Jaka akhirnya menemui Dara tanpa membawa hadiah apa pun hari itu...
***
Dua tahun berlalu.
Jaka dan Dara sama-sama tersenyum memandangi bayi kecil yang tengah tertidur pulas di atas dipan mungilnya. Bayi itu, anak pertama mereka yang baru lahir dua hari yang lalu, terlelap berselimutkan sebuah selimut kecil bergambar kupu-kupu pemberian Paman Tobi.
Di dinding ruangan itu tampak tergantung sebuah lukisan tempat lilin yang indah karya Bibi Tari berpigura kayu hadiah dari Papa Bisma. Di atas meja tampak seperangkat cangkir dari Mama Ana, serta botol madu kosong yang dijadikan vas bagi seikat bunga anggrek putih dari Bunda Dina...
Di dinding ruangan itu tampak tergantung sebuah lukisan tempat lilin yang indah karya Bibi Tari berpigura kayu hadiah dari Papa Bisma. Di atas meja tampak seperangkat cangkir dari Mama Ana, serta botol madu kosong yang dijadikan vas bagi seikat bunga anggrek putih dari Bunda Dina...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar