Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Jumat, 13 September 2013

Belajar Dari Strategi Pemasaran Apotek K-24


Di mana ada kemauan, pasti ada jalan. Tamsil kuno inilah yang mengantarkan kesuksesan Gideon Hartono untuk membesarkan Apotek K-24.
  

Gideon lulus kuliah dengan gelar dokter pada 1990. Ia pun tertarik menjadi dokter spesialis mata. Sayang, pemerintah Orde Baru "memangkas" kesempatan bagi warga keturunan China untuk berkembang. Gideon pun akhirnya hanya menjadi dokter di Puskesmas Gondokusuman II, Yogyakarta. "Saya melayani pengemis, pengasong, tukang becak," ujar dia.
Nah, ide mendirikan apotek muncul ketika suatu malam ia kesulitan mencari obat karena tak ada apotek yang buka. Dari situ, Gideon ingin memiliki apotek yang buka 24 jam sehari dengan obat yang komplet. "Modalnya sekitar Rp 400 juta. Sebagian dari tabungan hasil lomba fotografi yang pernah saya ikuti," kata dia.
Sebelum membuka apotek pertamanya itu, Gideon sama sekali tidak melakukan riset pasar. Ia juga tidak ambil pusing apakah apoteknya nanti diterima atau tidak oleh konsumen. Ia hanya mengandalkan tekad. "Saya tidak punya latar belakang pendidikan ekonomi. Manajemen bisnis saya pelajari dari buku-buku," ujar Gideon.
Maka, beroperasi jugalah apotek yang bernama Komplet-24 (K-24) pada 2002. Komplet artinya lengkap, dan 24 adalah waktu buka. Dia membuat logo apotek dengan tiga warna yang mewakili keragaman suku dan budaya di Tanah Air. "Hijau menandakan masyarakat dominan muslim, merah berarti kaum nasrani, dan kuning untuk kaum Tionghoa," papar Gideon.
Ternyata dalam perjalanannya, masyarakat menerima kehadiran Apotek K-24. Sejak buka pertama kali pada 24 Oktober 2002 di Jalan Magelang, Yogyakarta, jumlah pengunjung terus meningkat. Keberhasilan apotek pertama itu memacu semangat Gideon untuk membuka apotek baru di tempat lain. Pada 2003, Gideon pun menambah dua outlet K-24 lagi di Jalan Gejayan dan Jalan Kaliurang.
Dua tahun kemudian, persisnya pada 24 Februari 2005, ia mulai melebarkan sayap ke Semarang. "Saat itu semua sudah diwaralabakan," kata dia.
Gideon mengaku tidak mengira jika potensi pasar apotek di Yogyakarta dan Semarang begitu besar. Ini terlihat dari omzet setiap outlet terus meningkat. Saat ini, setiap gerai berhasil mencatat transaksi antara 350-500 item obat setiap bulan dengan nilai penjualan antara Rp 250 juta-Rp 300 juta.
Tapi, saat itu Gideon tidak mau serakah mengambil keuntungan dari obat yang dijualnya. Padahal, kalau mau ia bisa melahap margin hingga 40% dari omzet. "Saya hanya mengambil sekitar 17% sampai 25% saja. Sisanya biar konsumen yang menikmati," cetus Gideon. 

sumber :  http://www.eciputra.com/berita-3686-belajar-dari-strategi-pemasaran-k24.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar