Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Selasa, 31 Juli 2012

Have Dreams, Will Travel : Buatlah Rencana dan Kejar Dengan Konsisten

Rencana sebrilyan apa pun tetaplah nol besar alias omong kosong tanpa upaya (baca : perjuangan) untuk merealisasikannya.

Kalimat di atas tentunya sering kita dengar. Pertanyaannya : apakah kita kemudian menindaklanjuti rencana yang telah dibuat dengan aksi nyata? Upaya mewujudkan rencana kadang tidak instan, selangkah demi selangkah, serba tak pasti, serta seringkali menyakitkan. Keberanian menghadapi resiko itulah yang membuat hidup bermakna, serta terlaksananya rencana di ujung puluhan ketidakpastian yang telah dilalui menjadi hadiah luar biasa yang patut dinikmati dan disyukuri. Meski demikian, jika rencana yang telah dibuat, diperjuangkan, dan dipagari dengan doa pada Yang Kuasa pada akhirnya tak juga tercapai, percayalah bahwa apa yang didapatkan di ujung sana adalah yang terbaik yang telah Allah pilihkan untuk kita, walaupun seringkali kita belum mampu mencernanya sebagai anugerah terbaik.



You're never too young to have a plan adalah tagline film drama romantis Have Dreams, Will Travel (2006) yang dibintangi oleh Cayden Boyd (berperan sebagai Benjamin Reynolds, seorang anak laki-laki 12 tahun dari kota kecil di Texas Barat) dan AnnaSophia Robb (sebagai Cassie Kennington, gadis 13 tahun yang eksentrik, open minded, dan selalu penuh rencana). Tagline ini secara konsisten diulang-ulang sepanjang film, seolah menegaskan bahwa manusia hanya hidup selama harapan dan mimpinya belum mati.

Film ini mengambil setting Texas tahun 1960-an, dengan teknik bertutur sudut pandang Benjamin (Ben), di mana ia membacakan narasi tentang isi hati dan perjalanan hidupnya. Ben adalah anak yang diabaikan oleh kedua orang tuanya. Ibunya secara berlebihan terobsesi pada bintang film Hollywood. Setiap sore ia menonton film di teater. Sementara ayahnya terobsesi dengan kapal. Ia menghabiskan setiap detik waktu luangnya membuat kapal setelah bekerja di restoran kecil yang sekaligus menjadi tempat tinggal keluarga ini. Ben menjalani hari-hari membosankannya dalam kesendirian, nyaris tanpa perhatian orang tua. Hal ini membentuk pribadinya menjadi anak tanpa semangat, tanpa impian, pendeknya ia hanya menjalani hari demi hari dalam rutinitas kehidupan kawasan selatan AS tahun '60-an yang datar.

Semua berubah ketika suatu malam terjadi kecelakaan mobil hebat tepat di depan restoran ayah Ben. Hanya seorang gadis sepantaran dirinya – Cassie – selamat dengan hanya menderita patah lengan kiri, sementara kedua orang tua Cassie yang juga berada di dalam mobil tewas. Orang tua Ben kemudian merawat Cassie hingga tangannya sembuh. Cassie dan Ben pun berteman dekat. Cassie tahu bahwa orang tua Ben berencana mengantarkannya ke neneknya setelah sembuh, sementara ia sebenarnya telah memiliki rencana lain. Celakanya – atau sebenarnya 'untungnya' – Ben ternyata masuk dalam rencana besar Cassie itu!



Insight-insight dalam film ini rasanya lebih mengena jika kami tampilkan dalam bentuk dialog asli yang muncul dalam film, agar pesan yang ingin kami deliver juga tampil lebih orisinil.



Prolog

Ben : [narasi] I'm just a kid, there's a lot I don't know. But one thing I do know, is that my folks should never have married. And they definitely should never had a kid. But they did. That happens. The randomness of life and all that.



Dan setelah kecelakaan mobil, Cassie untuk sementara waktu menjalani perawatan di rumah orang tua Ben. Banyak dialog tercipta antara Ben dan Cassie. Dialog yang membuat hubungan keduanya bertambah dekat. Dialog Cassie, sang gadis kota yang berpikiran maju mencengangkan Ben yang nota bene adalah 'anak kampung' untuk ukuran AS saat itu.





Cassie : That was one goddamn doozy of an accident, that's for sure. 
Ben : [tiba-tiba berbalik arah menjauhi Cassie]
Cassie : What? [tersenyum]. You never heard anyone cuss before?
Ben : Well yeah, but... not from a girl. 
Cassie : Well, I'm very flawed. Extremely flawed, if you want to know the truth.

Ben : [narasi] I looked up the word “flawed” in the dictionary. I kind of knew what it meant but, after reading the definition... I began to wonder if maybe I was flawed too. 
(catatan : cuss berarti perkataan kotor/buruk; flaw berarti kacau [aku sangat kacau])



Tangan kiri Cassie yang patah kian membaik, hingga suatu pagi Cassie tampak telah berpakaian rapi, bukan lagi pakaian yang digunakannya selama terbaring di tempat tidur.
Ben : [terbangun dan melihat Cassie menatapnya tajam]
Cassie : You're not screwing with me, are you? 
Ben : What? 
Cassie : You seem to like me, which is fine because I like you too. But if you're acting like you do because my parents are dead and you feel sorry for me, then that's just bullshit. 
Ben : [menatap Cassie dengan pandangan tak mengerti selama beberapa saat]
Cassie : [melambaikan tangannya di depan wajah Ben] Hello? 
Ben : No, I'm not screwing with you. I like you too.

Cassie mengajak Ben pergi bersamanya menuju kediaman bibinya di Baltimore, itulah rencananya. Ben tak bisa menolak, selain karena ia pun tak betah lagi tinggal bersama orang tua yang sama sekali tak mempedulikannya, juga karena ia mengkhawatirkan Cassie yang akan bepergian dengan lengan kiri belum sepenuhnya pulih sejauh lebih dari 2000 km ke Baltimore di pantai timur AS dari rumahnya di Texas... Bagaimana mungkin Cassie menempuh perjalanan panjang tanpa bekal uang yang cukup dengan cara menumpang dari mobil ke mobil sendirian?
Kemungkinan rute petualangan Ben dan Cassie melintasi Texas hingga Baltimore

Ben : [narasi] But the strangest part was that for the first time in my life... I started to feel something for someone other than myself. It scared the hell out of me, if you want to know the truth. But I liked it.


Sebagai bekal perjalanan mereka, Ben mengambil uang di mesin kasir restoran orang tuanya yang hanya berjumlah US$ 25. Bekal yang tentunya tidak cukup bagi perjalanan panjang mereka, namun mereka menyikapinya dengan positif. Sementara kedua orang tua Ben sama sekali tak peduli saat mereka berdua mengambil uang di mesin kasir dan berjalan menenteng tas besar ke arah jalan raya...
Cassie : How much did you get?
Ben : 25 bucks.
Cassie : Well, at least that's 25 bucks more than we had before.
Ben : That's true.

Di sepanjang pengembaraan itu terus terjadi dialog menarik antara keduanya tentang impian, rencana, dan optimisme...

Cassie : There's what happens to you in life and there's what you make happen. It's the difference between having a plan and not. See, a real plan is more than just some pipe dream.
Ben : Pipe dream? 
Cassie : A pipe dream is an unrealistic fantasy that deludes oneself into thinking that it's an actual plan. It's very popular expression. I'm surprised you've never heard of it before. 
Ben : I didn't say I'd never heard it. 
Cassie : Anyway, a real plan is an actual goal that you believe in enough to create a set of circumstances. Which leads you to, and into, a plan, Comprende? (rencana sejati adalah tujuan yang benar-benar kau yakini hingga kau mau menciptakan peluang demi peluang yang dapat mengantarmu pada pencapaian tujuan itu); (comprende? berarti mengerti?)
Ben : Where do you come up with this stuff? I mean, what part of your brain works so hard it makes you think and talk like that? 
Cassie : My father was a professor with a very wide vocabulary and lots of unique ideas. When he wasn't teaching his students, he taught me.
Ben : So what does your mom do? 
Cassie : [berhenti sejenak] She never did anything. [berkedip, lalu berjalan menjauhi Ben] (di akhir cerita baru terungkap apa maksud Cassie dengan kalimat singkat ini).
Ben : [mengambil tas mereka dan berjalan menyusul Cassie, menyesali jika ucapannya salah] You know, I think most of what you say is true.
Cassie : [berbalik dan memutar wajahnya ke arah Ben]
Ben : Some I just don't understand. But I also think you like to screw with people's heads. 
Cassie : I may be wrong sometimes. But I won't ever screw with your head. Ever. 
Ben : Mee too. Ever. 
Cassie : [tersenyum dan mengangguk] So, what's your plan? It's important. I need to know what kind of plan you have for your life. 
Ben : OK. I want to be a pitcher for the St. Louis Cardinals. 
Cassie : So, you'll be a pitcher for the Cardinals? I like that plan. 
Ben : Do you know how many kids my age want to play in the Major Leagues?
Cassie : No. But I don't think it matters. 
Ben : I'm just saying it's more what you'll call a pipe dream than an actual plan.
Cassie : Are you any good? 
Ben : I'm always the best in my league. 
Cassie : Is it what you really want to do? 
Ben : Yeah.
Cassie : Then, it's not a pipe dream, it's a plan. Learn to embrace it.

Ben dan Cassie mulai menumpang mobil demi mobil yang menuju arah timur, hingga menjelang malam mereka tiba di sebuah peternakan milik Henderson (diperankan oleh Val Kilmer). Mereka memutuskan untuk menginap di sebuah kandang ternak babi. Meski terkesan jutek dan tak peduli pada orang lain, Henderson terbukti adalah orang yang baik... setidaknya pada Ben dan Cassie.
Cassie : How much do we owe you? For room, and board, and water. 
Henderson : Hmm... well, waking up to the smell of pig shit ought to do it.




Ben dan Cassie menginap beberapa hari di peternakan Henderson. Malam menjelang tidur keduanya sering bercakap intens.

Ben : What's the problem?
Cassie : Yelling is extremely destructive to a relationship. You think you're communicating at the time but... the effect is completely the opposite. (catatan : semakin keras seseorang berteriak karena marah pada orang lain, semakin jauh hati mereka berdua sehingga pekikan keras itu seolah tak terdengar, seakan begitu jauh... sebaliknya semakin dekat hati seseorang, bisikan lirih pun lebih dari cukup untuk terdengar di telinga).
Ben : [terdiam]
Cassie : Hey, don't make promises you're not prepared to keep.
Ben : I'm supposed to try it, you know. 
Cassie : It goes without saying. (catatan : tak perlu mengumbar kata bahwa kita akan memenuhi janji, cukup tunjukkan upaya keras ke arah itu).


Suatu malam, menjelang tidur Cassie memulai dialog yang membuat Ben terbengong :
Cassie : Come on, let's get some sleep. Got a big day tomorrow. 
Ben : What's happening tomorrow? 
Cassie : We're getting married. 
Ben : Cas...
Cassie : Yeah.
Ben : Are we really getting married tomorrow? I mean, actually? 
Cassie: Yes. It's a major part of the plan.



Esok paginya, Ben, Cassie, dan Henderson sebagai penghulu, dengan disaksikan oleh sekiyar 30 ekor ternak berkumpul di kandang ternak itu untuk melangsungkan pernikahan mereka :

Henderson : Do you, Ben...
Cassie : Benjamin Reynolds
Henderson : Benjamin Reynolds, take this young woman...
Cassie : Cassie Kennington.
Henderson : [mengucek mata, melepas topi] Do both of you promise to treat each other with dignity and love until one or the other drops dead?
Cassie : I do. [melihat ke arah Ben]
Ben : I do.
Henderson : Well, looks like you're both married now.
Ben : [melirik Cassie, tertawa kikuk] That's great.
Henderson : [mengangguk]
Cassie : [tersentak] Oh, the ring.
Ben : [mengambil paper clip, meluruskan, lalu melingkarkannnya menjadi 'cicncin kawin' di jari manis Cassie]
Henderson : Congratulations to you both. [berdiri]
Cassie : Well, I feel good about this whole thing. [menoleh ke arah Henderson] How about you?
Henderson : Yeah, I feel good about it.
[Cassie menoleh ke arah Ben, kedua mata mereka bertemu pandang]
Ben : [gugup] Uh, well, I don't have a lot to compare it to, but, uh, yeah... [menelan ludah] I feel good.
Henderson : Oh and if you wannna kiss the bride, you can do that now, 'cause I forgot to say it.
Cassie : [tersenyum lebar, lalu mengecup pipi kanan Ben]


Malamnya Ben terlihat tegang dan gugup ketika Cassie melepas jaket dan mematikan lampu kandang.
Cassie : [tersenyum] Don't worry. I'm not ready to have sex yet.



Esok paginya Henderson mengajak Ben bermain lempar-tangkap bola baseball. Lemparan bola Ben yang kuat membuat Henderson yakin bahwa Ben suatu saat akan bermain di liga baseball profesional. Mereka berbincang tentang rencana Ben...
Henderson : Missus (Cassie) not here? 
Ben : She's in town at the library. She figures I ought to learn how to write so... I have something to do when my baseball career is over. (catatan : di akhir cerita maksud kalimat ini baru dijelaskan)


Ben dan Cassie melanjutkan petualangan mereka ke timur. Mereka melintasi Texas, Kentucky, Virginia, terus ke timur. Mereka sempat menumpang bus hippies warna-warni di mana Cassie yang berupaya mendapatkan tumpangan ini terpaksa harus sedikit ber-acting seolah ia senang berbincang dengan seorang pemuda yang tampaknya menjadi pemimpin rombongan bus. Hal ini membuat Ben cemburu yang terungkap ketika mereka beristirahat di depan pintu sebuah bangunan di Kentucky :

Cassie : Sure is nice being up bright and early to take in the new day.
Ben : Yeah. That's what they say. Where are we anyway?
Cassie : Life in hell. Kentucky. By the way, did I ever thank you? Becasue it would be way too comfortable for me and my banged up body to be in a nice, warm bus taking us directly where we need to be going.
Ben : We're married, you know? That's supposed to count for something.
Cassie : He's a nice guy. So we talked. It wasn't like I kissed him or anything, jeez.
Ben : Yeah, whatever. [bangkit dan mengambil sebutir batu].

Cassie : Jealousy. It's a good quality to have in a husband. Unless, of course, he gets over possessive.
Ben : Okay, why don't you just rest your tired ass and let me make the call for a little while.
Cassie : Tired ass? Where's that sweet, innocent youth I used to know?
Ben : Don't worry about it. He's in here somewhere.
Casie : Well, he better be.

Petualangan membawa mereka pada saat paling sulit ketika seorang sherrif (diperankan oleh Stephen Root) terpaksa menahan Ben dan Cassie di penjara setempat karena keduanya tak dapat menerangkan identitas mereka. Keduanya tahu bahwa Sherrif terpaksa menahan keduanya hanya karena sherrif tak ingin sesuatu yang buruk terjadi. Namun demikian, mereka harus melanjutkan perjalanan.

Akhirnya malam itu Cassie berpura-pura menderita sakit hebat hingga asisten sherrif yang menjaga membuka sel keduanya, lalu dengan sedikit trik serta keberuntungan, Ben dan Cassie berhasil meloloskan diri sembari mengunci sang asisten sherrif di dalam sel.


Keduanya terus berlari menjauhi daerah itu. Hal yang kemungkinan menyebabkan luka di tangan kiri Cassie yang belum sembuh benar kembali berdarah. Ben terpaksa mendatangi seorang dokter setempat yang awalnya mencurigai mereka, namun dengan kelihaiannya Ben berhasil meyakinkan keluarga dokter yang baik itu bahwa mereka berdua bukanlah anak-anak nakal. Cassie begitu senang hingga ia memuji Ben seperti aktor hebat.

Cassie : You are absolutely incredible. I mean, seriously, it was like watching "Hamlet" or something. Maybe you should be an actor when your baseball career is over.
Ben : I thought I was supposed to be a great writer.
Cassie : Yeah, don't be an actor. It's a way too skittish life style.

Baltimore, Maryland! Akhirnya perjalanan 2000 km lebih itu berakhir ketika Ben dan Cassie tiba di flat bibi dan paman Cassie, yang menyambut kedatangan mereka dengan amat ramah. Hal ini membuat Ben senang, apalagi ketika melihat Cassie tersenyum lebar saat bibinya mendandaninya layaknya selebriti. Bibi dan paman Cassie pun ternyata sangat moderat. Mereka menerima pernikahan Ben dan Cassie, dan memperlakukan keduanya layaknya pasangan normal :
Paman Cassie : You're married?
Bibi Cassie : That must be what kids call going steady these days. (awalnya tidak percaya)
Ben : No. We're actually married.
Cassie : [tersenyum dan memperlihatkan 'cincin kawin' paper clip mereka.
Bibi Cassie : [terlihat bingung] Was it a large wedding?
Cassie : Oh, about twenty or thirty heads. Mostly hogs and sows.
Ben : Oh, and pigs.
Cassie : Yes, there were several pigs in attendance as well.
Bibi Cassie : [masih tampak bingung] Well, I guess we'll get you double mattress then.
Sejak Cassie dirawat di rumah orang tuanya di Texas, Ben sebenarnya telah sering melihat Cassie terbangun, bahkan sampai menjerit ketakutan di tengah tidurnya. Tampaknya ia bermimpi buruk, namun Cassie tak juga mau menceritakan mimpi buruknya. Ini membuat Ben sedih :
Ben : [narasi] Not that I couldn't figure out why she was sad, but not seeing how incredibly sad she really was.



Di flat bibi dan paman Cassie ini Ben melihat bahwa Cassie kian sering mengalami mimpi buruk. Cassie menjadi pemurung dan kerap sedih berlebihan. Emosinya tampak tak stabil. Bahkan ketika Ben menjadi pahlawan dalam pertandingan baseball remaja di lingkungan itu, Cassie hanya memandang kosong ke arahnya, sementara bibinya yang juga menonton Ben tampak bersorak girang.
Cassie : The real question is why you're putting it in such negative context. Yes, I am withdrawing somewhat, but is that a sin?
Ben : Great. Take major problem, even though you won't tell me what it is, and turn it into one of your brainy discussions.
Cassie : Oh, is that your opinion? You did finish seventh grade, so I want to give it the way it deserves.
Ben : And you graduated from Harvard, right?
Cassie : [duduk lebih tegak dan tampak marah] Okay cowboy. Wanna play?
Ben : [juga duduk lebih tegak] I'm not exactly sure what we're playing here, but yeah, let's go.
Cassie : It's all about instrospection. And concepts which you are no doubt unable to digest this point in your narrow-minded and sheltered pathetic life! [membuang muka dan melipat tangan].
Ben : [terdiam] Go screw yourself. [mematikan lampu].
Cassie : [setelah juga terdiam sesaat] Ben?
Ben : What?
Cassie : [beringsut mendekati Ben] Are you mad at me?
Ben : Yeah.
Cassie : Well, I don't like it.
Ben : Then start talking to me like a real person.
Cassie : [merajuk] I told you I was flawed when we met.
Ben : Cass, everybody's flawed. Just in different ways.
Cassie : [menyenderkan diri ke tubuh Ben] I'm so sorry...
Ben : [mengecup kening Casie] It's okay.

Hingga suatu malam – semestinya menjadi malam yang menyenangkan – ketika bibi dan paman Cassie berdansa di ruang tengah flat mereka, Ben dan Cassie pun awalnya ikut berdansa dengan ceria, namun mendadak Cassie menjerit-jerit tak terkendali, lalu menangis hebat di lantai. Semua terkejut, dan kemeriahan malam itu terputus seketika.

Malamnya ketika semua tertidur, Ben terbangun, sementara Cassie tak ada di sisinya. Panik ia mencari Cassie ke ruang tengah flat. Di sana ia menemukan Cassie berdiri nanar di depan bingkai jendela dengan mata sembab. Tak dijelaskan apakah Cassie berpikir untuk terjun dari jendela flat itu atau tidak.
Ben : [narasi] I guess I hoped that when she woke up, things would be okay. But I was wrong. She had gone over this edge, and no one knew how to get her back. I didn't know what to do or where to go.



Ben bersama bibi dan paman Cassie membawa Cassie ke psikiater, yang kemudian mendiagnosis bahwa Cassie mengalami depresi berat, dan ia harus dirawat di Mercy Psychiatric Ward di Virginia untuk memulihkan kondisi kejiwaannya yang terguncang. Tak ingin berada jauh dari Cassie, Ben memutuskan untuk masuk ke Akademi Militer di North Carolina. Mereka untuk sementara menjalani kehidupan yang terpisah.

Situasi menjadi berantakan ketika psikiater yang merawat Cassie menyatakan bahwa butuh waktu lama untuk memulihkan depresi Cassie, setidaknya 18 bulan. Ben tak bisa menerima ini, hingga ia menyusun rencananya. Ben yang awalnya lebih banyak mengikuti rencana Cassie kini berbalik menjadi penyusun rencana untuk dirinya... juga untuk Cassie. Ben naif yang awalnya berupaya dengan segala daya yang ia mampu untuk mewujudkan impian Cassie, kini harus berjuang dua kali lipat lebih keras demi impiannya dan Cassie sekaligus!

Ben mengundurkan diri dari Akademi Militer, lalu berangkat ke Mercy Psychiatric Ward. Ia menunggu hingga malam, menyelinap masuk ke bangsal perawatan, dan menemukan Cassie tercenung seorang diri di dalam kamarnya.



 
Ben : Hey.
Cassie : Hey.
Ben : Cass?
Cassie : Yeah?
Ben : It's time to go.
Cassie : [memandang nanar ke arah Ben] Is that the plan?
Ben : Yeah. That's the plan.
Cassie : What if I'm really, really tired? [terdiam, lalu Cassie mengecup pipi Ben, kemudian menyenderkan kepalanya ke bahu Ben. Cassie akhirnya menceritakan mimpi buruk yang selama ini menerornya. Di sini terungkap bahwa pada malam kecelakaan mobil yang menimpa keluarganya terjadi, ayahnya yang sedang mabuk menyetir mobil, sementara Cassie duduk di bangku penumpang, dan ibunya di belakang. Ayahnya melecehkan dirinya dengan perbuatan yang tak pantas, sementara ibunya diam saja. Tak tahan menerima perlakuan ini, Cassie menjerit keras, menyebabkan suasana di dalam mobil menjadi tak terkendali hingga akhirnya mobil terjungkal. Cassie terus menyalahkan dirinya sebagai penyebab kematian kedua orang tuanya. Beban ini yang terus ditanggungnya sendiri, bahkan ia tak menceritakan hal ini pada Ben. Beban berat ini menghancurkan jiwanya].
Ben : [setelah mendengarkan kisah Cassie] You took it as long as you could, Cass. You can't blame yourself for that. [mengusap pipi Cassie].
Cassie : There are good parts to them too. [tercenung, melihat ke bawah, air mata menggenangi matanya].
Ben : Cass?
Cassie : [mendongak ke arah Ben] Yeah?
Ben : Let's go.
Cassie : [berbisik] Ben, I'm sick. When you kill two people it makes you sick.
Ben : Look. I'm going to take you out of here, and... well, worry about everything later, okay?
Cassie : [mengangguk] Okay. [Cassie menyandarkan kepalanya ke bahu Ben, Ben mengusap pipinya dengan lembut].





Lima Tahun Kemudian

Cerita melompat ke kejadian lima tahun ke depan. Tak ada penjelasan bagaimana Ben dan Cassie berjuang selama lima tahun itu. Pastinya berat bagi dua remaja 13 tahun itu menjalani hari demi hari bersama. 
Ben yang kini menjadi penentu rencana tampaknya menerima beban terberat dalam merawat Cassie mengatasi depresinya, serta meniti karirnya di dunia baseball. Lima tahun yang amat melelahkan bagi Ben, dan juga Cassie. Kini setidaknya mereka telah berusia 18 tahun... saat bagi pemuda Amerika untuk disebut dewasa.



Frame dibuka oleh keriuhan stadion baseball St. Louis Cardinals. Seorang pitcher muda berlari kecil memasuki lapangan, sementara komentator lapangan menyebutkan namanya : “Ben Reynolds!”. Penonton bersorak menyambutnya. Pitcher muda itu – Ben – melambaikan tangan tangan ke arah penonton. Seorang wanita muda – Cassie - duduk di sana sambil bertepuk tangan. Cassie tersenyum, tampak begitu bahagia ia.


Epilog
Ben : [narasi] Sometimes it's hard knowing if you should or shouln't do something. So, you do what feels right at the time. When your life becomes what you dreamed, it would be... amazing. I didn't break Nuxhall's record of playing at 15... but I did become the youngest guy that ever pitched in a World Series.
(catatan : Joseph Henry Nuxhall adalah pemain baseball termuda yang bermain di Major League pada 10 Juni 1944 ketika ia berusia 15 tahun 316 hari. Sepanjang karir baseball-nya hingga 1967, pitcher kidal ini terkenal dengan sebutan 'the Ol' Left-hander').



Adegan berpindah ke sebuah rumah (beberapa tahun setelah debut Ben sebagai pitcher bagi St. Louis Cardinal), dua anak lelaki dan perempuan tampak santai bermain catur, sementara kedua orang tuanya – Ben dan Cassie – duduk di sofa sambil menulis. Tampaknya Ben dan Cassie sama sekali tak mengulangi kesalahan orang tua mereka yang kurang memperhatikan keduanya saat mereka masih kecil. Suasana rumah itu tampak sangat hangat. Tanpa sadar kita sebagai penonton memang mengharapkan happy ending seperti ini... bayaran yang sepadan bagi getirnya hidup masa remaja keduanya.

Kemudian diperlihatkan Ben dan Cassie berjalan bergandengan tangan berdua di tepi pantai... berjalan jauh, jejak kaki mereka di atas pasir hilang tersapu gelombang.




Ben : [narasi] But nothing I did on the field... compared to what Cassie and I accomplished together. It's kind of miracle really... having the chance to give what you never got. 
Cass took a job editing children books... and I pitched until my arm couldn't take it anymore. And like she planned... I became a writer. A lot of what Cassie said turned out to be true. Most people do need a plan. Life is crazy enough without one. But the hardest part of life... is losing someone you love. At first, you almost wish you never knew them... so you stop hurting so much. Feels like it's going to kill you. What you end up missing the most... is the sweet burden of being needed. It gives your life a purpose. It really does. And it makes you feel great. That's something else Cassie told me. It is all part of the plan.

Film ini memang tidak menawarkan adegan dramatis penuh efek - bahkan animasi canggih - layaknya film-film superhero Marvel atau Transformers. Alur dan penyajian film drama ini datar dan biasa saja. Kekuatannya terletak justru di ceritanya yang menyentuh karena memang merefleksikan kejadian yang akrab dengan keseharian manusia. Tak usah pedulikan beberapa kejadian yang tampak mustahil terjadi... cukup nikmati alurnya dan tenggelamlah dalam kesederhanaannya...  

8 komentar:

  1. Bro link filmnya dong yg sub indo

    BalasHapus
  2. Pengen nangis nonton filmnya, ceritanya bagus banget:')

    BalasHapus
  3. Tonton aja di youtube terus ganti subtitlenya lewat situs dekstop chrome tapi kalo pake laptop bisa langsung

    BalasHapus
  4. Menurut gw pribadi ini lebih baik dari Bridge to Terabhitia karena ini lebih dewasa dan tidak terlalu kekanak2an. Sama dibintangi oleh Annashopia Robb tapi entah kenapa yang ini filmnya underated.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Padahal filmnya bagus menurut kami sih...

      Hapus
    2. Bridge to terabithia juga bagus banget, ceritanya sangat runtut dan setiap adegan selalu punya meaning, conversation-nya sangat bermutu.. ceritanya sangat menarik dan punya value yg sangat mendalam dan berkelas.. diangkat dari novel bridge to terabithia karya Katherine paterson

      Hapus
    3. Bridge to Terabithia juga bagus banget. Saya juga punya artikel tentang Jesse & Leslie di url ini : http://pondokdaharlaukjogja.blogspot.com/2013/03/reaksi-banjir-yang-berbeda-tergantung.html

      Hapus